Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Malam Jumat

Kesurupan Massal di Banyuwangi: Memangkas Ritual Petik Laut, Pekerja Pabrik Kerasukan Penari

Brianditya Fergiansyah oleh Brianditya Fergiansyah
10 September 2020
A A
Kesurupan Massal di Banyuwangi- Memangkas Ritual Petik Laut, Pekerja Pabrik Kerasukan Penari MOJOK.CO cara mengatasi tekanan di tempat kerja dengan pura-pura kesurupan

Kesurupan Massal di Banyuwangi- Memangkas Ritual Petik Laut, Pekerja Pabrik Kerasukan Penari MOJOK.CO cara mengatasi tekanan di tempat kerja dengan pura-pura kesurupan

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Dilema. Melaksanakan ritual Petik Laut secara lengkap berhadapan dengan Covid-19. Tidak melaksanakan, risikonya sudah desa saya rasakan: kesurupan massal.

Sejak 21 Agustus 2020, kita sudah masuk periode bulan Suro. Banyak orang Jawa menganggap bulan ini sebagai periode sakral. Sebuah periode ketika banyak upacara adat digelar. Selain itu, ada banyak pantangan yang tidak boleh dilanggar. Misalnya, tidak boleh menikah, tidak boleh pindah rumah, dan lain sebagainya.

Di desa kami, di Banyuwangi, ada sebuah upacara adat yang digelar kala Suro datang. Upacara adat yang dimaksud adalah Petik Laut. Nelayan di desa kami melarung sesaji berupa kepala kerbau atau lembu ke laut lepas. Upacara adat ini adalah bentuk rasa syukur atas hasil laut yang didapat selama setahun terakhir, sekaligus doa supaya hasil laut tahun berikutnya melimpah.

Hampir semua warga sibuk menyiapkan Petik Laut. Maklum, beberapa hari sebelum Petik Laut, segala aktivitas di desa harus berhenti sejenak. Sayangnya, ada satu pabrik pengalengan ikan yang tidak patuh dengan kebiasaan di desa saya. Satu hari sebelum Petik Laut, pabrik tersebut masih beroperasi.

Tidak patuh dengan adat berbuntut panjang. Siang hari, di tengah jam kerja, ketika pabrik sibuk beroperasi, kesurupan massal terjadi. Kesurupan massal diawali oleh beberapa karyawati. Secara tiba-tiba, mereka terdiam mematung. Ketika ditegur, mereka diam saja tidak merespons.

Beberapa menit kemudian, kesurupan massal mulai merembet, “menempeli” lebih banyak karyawan, laki-laki dan perempuan. Semuanya diam mematung, tidak merespons ketika dipanggil namanya.

Setelah semakin banyak menjadi “korban” kesurupan massal, rombongan karyawan itu mulai menari! Kompak, mereka menarikan sebuah tari tradisional. Mata mereka kosong, raut muka begitu datar. Tanpa ekspresi, mereka menari luwes sekali.

Beberapa saat kemudian, wajah yang datar itu berubah. Senyum manis khas penari tradisional mulai tersungging. Karyawan lain yang kebetulan tidak menjadi korban kesurupan massal tidak lagi bingung, tetapi ketakutan. Mereka minggir, ke tepian pabrik, memberi tempat kepada rombongan tari korban kesurupan massal itu.

Suasana yang bisa digambarkan, kira-kira begini:

Karyawan pabrik yang tidak menjadi korban kesurupan massal menepi membentuk semacam lingkaran. Sementara itu, para korban kesurupan massal menari di tengah lingkaran seperti pertunjukan tari. Namun, mereka yang berada di tengah tidak punya kontrol atas dirinya sendiri.

Keamanan pabrik langsung memanggil beberapa “orang pintar” untuk membebaskan karyawan pabrik dari kesurupan massal. Satu per satu karyawan yang tengah “menari” didekati dan dibacakan ayat-ayat. Butuh waktu agak lama untuk membebaskan banyak orang.

Selang beberapa waktu, hanya tinggal satu karyawati yang masih aktif menari dengan wajah datar tetapi senyum manis tersungging di bibirnya. Pemandangan yang bikin bulu kuduk berdiri.

Ternyata, membebaskan satu karyawati ini tidak semudah membebaskan lainnya dari kesurupan massal. Ketika didekati oleh beberapa orang pintar, karyawati itu malah bernyanyi, atau lebih tepatnya nyinden. Beberapa orang pintar itu menjadi agak gentar dan membiarkan sosok di dalam karyawati itu selesai nyinden.

Selesai nyinden, sosok tersebut berteriak. Ngamuk. Dia berpesan untuk mematikan mesin dan menghentikan segala aktivitas pabrik karena besok cucunya akan punya hajat. Cucunya? Siapa dia?

Iklan

Sebelum keluar dari tubuh karyawati, sosok itu bilang, “Omahku nang dasar bumi. Omahku saiki kelangkaan sewu uwong!” (Rumahku ada di dasar bumi. Rumahku sekarang kekurangan seribu orang!).

Mendengar kalimat itu, beberapa orang pintar makin tidak berani mendekat. Wajah mereka pucat pasi. Maklum, siapa yang tidak takut ketika mendengar kalimat yang terdengar seperti permintaan akan tumbal itu. Bayangan akan bencana atau malapetaka mungkin saja muncul. Apakah kalimat itu hanya sebatas peringatan atau gambaran peristiwa yang akan datang? Tidak ada yang tahu.

Mungkin, beberapa orang pintar itu tahu identitas sosok yang merasuki karyawati pabrik dan tidak berani melawannya. Mereka hanya bisa menunggu sosok itu pergi.

Semua orang paham bahwa tidak ada kejadian tanpa sebab. Rangkaian Petik Laut yang dipangkas karena Covid-19 diperkirakan menjadi penyebab kesurupan massal. Sebelum hari Petik Laut memang ada ritual yang tidak dilaksanakan. Kalau melaksanakan ritual secara lengkap, bahaya Covid-19 di depan mata. Ketika tidak dilakukan, risikonya sudah dirasakan warga di desa saya.

Nasi sudah menjadi bubur. Warga, disertai para tetua desa hanya bisa berdoa kepada Tuhan minta keselamatan. Semoga semua makhluk hidup di desa saya, dan di Indonesia, berbahagia dan selamat. Amin.

BACA JUGA Ringkasan Cerita ‘KKN di Desa Penari’ buat Para Pemalas dan Penakut atau cerita kesurupan massal lainnya di rubrik MALAM JUMAT.

 

Terakhir diperbarui pada 11 September 2020 oleh

Tags: Alas Purwobanyuwangicerita hororkesurupan massalkesurupan penariMalam Jumat
Brianditya Fergiansyah

Brianditya Fergiansyah

Artikel Terkait

Pengalaman 22 Jam Naik Kereta Api Membelah Pulau Jawa MOJOK.CO
Otomojok

Pengalaman Dianggap Nekat dan Gila ketika Menempuh Nyaris 22 Jam Naik Kereta Api dari Ujung Barat Pulau Jawa Sampai ke Ujung Paling Timur

24 November 2025
Toko Buah Horor di Sudut Kota Jogja MOJOK.CO
Malam Jumat

Toko Buah Horor di Sudut Kota Jogja: Tentang Sosok Hantu Perempuan yang Muncul dari Tempat yang Tidak Terduga

22 Mei 2025
Asrama Horor di Sudut Magelang MOJOK.CO
Malam Jumat

Asrama Horor di Sudut Magelang: Tentang Bisikan Dingin yang Tidak Terjawab

6 Maret 2025
Hal-hal baik di Stasiun Banyuwangi Kota MOJOK.CO
Catatan

Kesan Tak Terlupakan di Stasiun Banyuwangi Kota, Nginep Gratis Berhari-hari hingga Barang Hilang yang Lekas Kembali

16 Januari 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Menanti kabar dari keluarga, korban bencana banjir dan longsor di Sumatera. MOJOK.CO

‘Kami Sedih dan Waswas, Mereka seperti Tinggal di Kota Mati’ – Kata Keluarga Korban Bencana di Sumatera

1 Desember 2025
Lulus S2 dari UI, resign jadi dosen di Jakarta. MOJOK.CO

Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar

5 Desember 2025
Para penyandang disabilitas jebolan SLB punya kesempatan kerja setara sebagai karyawan Alfamart berkat Alfability Menyapa MOJOK.CO

Disabilitas Jebolan SLB Bisa Kerja Setara di Alfamart, Merasa Diterima dan Dihargai Potensinya

2 Desember 2025
8 tahun merantau di Jakarta akhirnya resign. MOJOK.CO

Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama

4 Desember 2025
Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
S3 di Bandung, Istri PNS Makassar- Derita Jungkir Balik Rumah Tangga MOJOK.CO

Jungkir Balik Kehidupan: Bapak S3 di Bandung, Istri PNS di Makassar, Sambil Merawat Bayi 18 Bulan Memaksa Kami Hidup dalam Mode Bertahan, Bukan Berkembang

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.