MOJOK.CO – Teman saya hilang di Gunung Salak. Tiga jam kemudian ditemukan di bibir jurang. Kami tak percaya dengan pemandangan malam itu.
Selain keindahan dan keragaman hayatinya, Gunung Salak juga terkenal dengan kisah mistisnya. Buat kalian yang suka mendaki, pasti sudah nggak asing dengan gunung tempat moksanya Prabu Siliwangi ini. Sebuah pengantar dari pengalaman hilang di Gunung Salak yang tak terlupakan.
Pengalaman melihat teman hilang di gunung tidak pernah membayangkan ketika mengiyakan ajakan teman merayakan pergantian tahun di puncak gunung. Lagipula, Ini adalah pengalaman pertama saya mendaki Gunung Salak. Dan, yang pertama menyambut saya adalah peringatan dari salah satu teman.
“Nggak boleh sombong, ngomong kasar, mengambil yang bukan milik kita, dan nggak boleh mengotori lingkungan sekitar. Menjaga etika adalah hal yang paling penting.”
Kami berangkat mendaki Gunung Salak pada 30 Desember sore hari. Saat baru tiba di kaki gunung, hawa dingin langsung “membungkus” jaket tebal kami.
Kami mendaki Gunung Salak dengan santai. Maklum, beberapa dari kami bukan pendaki profesional. Untuk mencairkan suasana, kami saling bertukar cerita. Ketika asyik mengobrol, kami dikejutkan oleh Mawar (nama disamarkan), yang jatuh karena tersandung akar pohon.
“Aduh, hati-hati jalannya, Ma,” tegur saya yang berada di samping Mawar. Mawar yang kaget dan sedikit merintih kesakitan akhirnya meminta untuk istirahat sejenak.
Setelah sekitar 10 menit beristirahat, kami melanjutkan perjalanan. Mawar kembali heboh dengan ceritanya. Dari awal, Mawar yang paling exited dengan ceritanya. Mawar memang dikenal sebagai cewek yang riang.
Beberapa saat kemudian, tiba-tiba Mawar kembali jatuh untuk kedua kalinya. Kami semua kembali mengingatkan Mawar untuk hati-hati.
Mawar kembali meminta untuk istirahat sejenak. Kami sempat keheranan karena melihat kelakuan Mawar. “Jatuh mulu dah, mau punya adek kali, lo?” Celetuk salah satu teman saya bercanda.
Setelah dua kali terpeleset, sikap Mawar menjadi sedikit berubah. Ia yang tadinya paling heboh bercerita, tiba-tiba menjadi pendiam dan seperti bingung, ketakutan. Saat itu, kami tak pernah punya pikiran Mawar akan hilang di Gunung Salak.
Waktu sudah hampir Maghrib ketika kami sampai di pos tempat kami akan bermalam. Namun, lagi-lagi, Mawar kembali terjatuh. Kali ini jatuhnya cukup parah, karena jatuh sebadan-badan dan sempat terguling.
Teman saya yang berada di belakang Mawar menyadari keanehan dari jatuh teman kami ini. Mawar jatuh seperti ada yang mendorongnya.
Setelah kejadian itu, mukanya makin pucat dan Mawar tiba-tiba mengeluhkan dirinya tidak enak badan. Badannya panas dan beberapa kali Mawar muntah.
Setibanya di tempat yang cukup landai, kami segera membangun tenda untuk beristirahat. Sementara Mawar nggak berkutik, cuma diam saja. Pandangannya sudah kosong. Setelah membangun tenda dan makan malam, Mawar yang pertama pergi tidur.
Namun, tidak lama kemudian dia sudah terbangun dan pamit keluar untuk pipis.
“Mau diantar nggak?” Tanya teman saya sesama perempuan.
“Nggak usah, deh,” jawab Mawar.
Sepuluh menit berlalu, lalu 20, kemudian 30 menit, Mawar belum balik ke tenda. Saya langsung membangunkan teman-teman yang sudah mulai merebahkan diri untuk mencoba tidur. Seketika kami panik dan mencari Mawar secara berkelompok.
Hampir tiga jam kami mencari, hasilnya nihil. Akhirnya dua orang teman memutuskan untuk turun dan melaporkan kejadian ini kepada pihak keamanan. Kami semua sepakat mengingat kondisi hilang di gunung adalah kejadian yang berbahaya.
Ketika dua orang teman kami mulai berjalan turun, tiba-tiba terdengar sayup suara perempuan menyinden dari arah tebing Gunung Salak. Dua orang teman yang hendak turun langsung berhenti dan saling pandang. Itu suara Mawar, kata salah satu teman kami itu.
Kami semua langsung bergerak menuju arah suara itu berasal. Setelah sampai, kami semua seperti membeku, mematung, melihat kejadian di luar nalar lagi berbahaya itu.
Di bibir tebing, Mawar menari sambil nyinden. Beberapa teman kami sudah hendak maju untuk menarik Mawar dari bibir tebing. Namun, salah satu teman kami menghentikan niat itu karena bisa berbahaya. Kami memutuskan untuk menunggu selama beberapa saat.
Saya belum pernah menyaksikan secara langsung pemandangan orang kesurupan. Apalagi menjadi saksi teman yang hilang di Gunung Salak. Oleh sebab itu, saya cuma bisa berdiri mematung dan berdoa dalam hati supaya Mawar baik-baik saja.
Tidak lama kemudian, Mawar masih menari sambil nyinden, dan bergerak ke arah kami. Kami mundur beberapa langkah tapi tetap waspada siap menarik Mawar jika dia melompat ke tebing. Semakin Mawar mendekat, kami bisa mendengar dengan jelas dia menyinden dengan bahasa Jawa. Padahal, dia orang Sunda dan tidak pernah belajar bahasa Jawa.
Bisa kamu bayangkan, Mawar menari dengan gerak tubuh yang luwes sekali. Suaranya juga jernih dan merdu. Seutas senyum tersungging ketika dia menari. Namun, tatapannya kosong. Dia seperti menatap ke ruang hampa. Kondisi itu yang membuat pemandangan di depan kami begitu mengerikan.
Setelah semakin dekat, salah satu teman saya menarik tangan Mawar. Saat itu, dia tidak memberontak dan mau ikut dengan kami menuju tenda. Sepanjang perjalanan di atas jalur yang agak terjal, dia masih menyinden dengan suara yang stabil. Padahal kami agak terengah-engah menempuh jalur itu.
Sesampainya di tenda, kami mengantar Mawar masuk tenda demi keamanan dirinya. Di dalam tenda, dia langsung duduk bersimpuh seperti penari keraton sambil masih menyinden. Tatapan yang sebelumnya kosong itu kini sibuk memandangi kami satu per satu. Ngeri.
Salah satu teman kami mencoba membaca doa-doa, berharap siapa pun yang merasuk ke badan Mawar mau keluar. Namun, yang terjadi kemudian adalah klimaks dari pengalaman hilang di Gunung Salak itu.
Mawar yang masih kesurupan, menoleh ke arah teman yang sedang berdoa. Setelah beberapa detik mengamati teman saya yang lagi sibuk berdoa, Mawar tersenyum. Kami kaget dengan perubahan di wajahnya. Sejurus kemudian, rasa kaget itu berubah menjadi ngeri ketika senyum di bibir Mawar berubah menjadi tawa yang terdengar sangat kencang.
Kami terjatuh ke belakang dan menghambur keluar dari tenda. Saya menghitung, paling tidak ada 20 menit kami duduk di luar tenda. Takut dengan sosok yang merasuki Mawar. Khawatir dengan keselamatan Mawar jika dia melompat keluar tenda lalu berlari masuk ke hutan Gunung Salak.
Kami hanya bisa menunggu….
Setelah hampir satu jam, suara tawa itu reda dan suasana menjadi sunyi. Dua teman kami mengintip ke dalam tenda dan menemukan Mawar sudah pingsan. Pergantian tahun 2021 kami diwarnai rasa takut dan kecemasan.
Pagi harinya, Mawar sudah siuman, tapi tatapannya kosong. Ketika diajak bicara, dia hanya menjawab dengan satu kata: ”Pulang”.
Kami sepakat dengan permintaan Mawar. Lagipula, kejadian hilang di Gunung Salak harus dilaporkan ke pihak keamanan. Meskipun yang hilang sudah kembali.
Kami berjalan turun Gunung Salak dalam diam. Mawar berjalan di tengah. Tubuhnya terlihat segar, bisa berjalan dengan lincah, tapi tatapannya masih kosong.
Ketika kami sudah dekat dengan pintu keluar, tiba-tiba Mawar minta duduk untuk istirahat. Tatapannya sudah tidak kosong dan rona merah sudah kembali ke pipinya. Tapi kini dia terengah-engah. Katanya dia sangat capek.
Setelah minum air putih dan beristirahat, Mawar mulai bercerita….
“Pas kita jalan di kaki Gunung Salak, aku lihat bunga anggrek warna ungu. cantik banget,” Mawar mulai bercerita awal mula dia hilang di Gunung Salak.
“Aku mau ambil bunga itu. Tapi kalo aku bilang sama kalian, aku yakin kalian nggak akan kasih izin. Akhirnya aku ambil bunga itu diem-diem. Nggak lama setelah itu, tiba-tiba badan terasa berat dan aku juga ngerasa ada yang dorong dari segala arah, sebenarnya itu yang bikin aku jatuh berkali-kali.”
“Terus saat malam mau pipis, aku lihat ada nenek-nenek lagi mondar-mandir di pinggiran jurang. Pas aku tanya ngapain, dia nyengir terus narik badanku. Aku takut banget sampe teriak-teriak minta tolong tapi suaraku nggak keluar.”
“Nenek itu minta bunga anggrek dikembalikan ke tempat asalnya. Dia ngomong pake bahasa Jawa. Jadi malam itu juga aku turun sendirian buat kembaliin bunga anggreknya. Aku minta pertolongan kalian tapi kalian nggak ada yang bangun buat nolongin. Dan setelah aku balikin bunga itu, tiba-tiba aku udah ada di dalem tenda.”
Kami mendengarkan cerita Mawar dengan perasaan takjub bercampur ngeri. Tapi, ada satu bagian yang janggal. Saya dan teman-teman lainnya sangat sadar ketika Mawar pamit kencing. Kami juga belum benar-benar tidur. Bahkan saya masih tersadar sepenuhnya. Dan terakhir, saya yakin sekali, Mawar tidak pernah membangunkan kami untuk menolongnya mengembalikan bunga anggrek.
Jadi, Mawar masuk ke tenda “siapa” di Gunung Salak ini? Pertanyaan itu tak terjawab hingga kini. Termasuk cerita pengalaman hilang di Gunung Salak yang membekas sangat dalam di dalam hati kami.
BACA JUGA Misteri Tulang-belulang di Gunung Selendang dan Kloning Alam Gaib dan pengalaman mistis lainnya di rubrik MALAM JUMAT.