MOJOK.CO – Beberapa tahun lalu, teman saya kena santet karena pindah agama. ini bukan menyitir cerita sebuah film. Ini cerita horor yang terjadi di kehidupan nyata.
Bagaimana perasaanmu ketika tahu salah satu anggota keluargamu pindah agama? Marah, karena merasa dirinya tak bersyukur dengan keyakinan yang telah dimilikinya?
Atau….
Senang karena akhirnya dia bisa memilih jalan sesuai kehendak hatinya?
Atau….
Biasa aja, sih, nggak ada urusan juga. Agama, ya, agamanya. Kok, repot? Ini cerita horor soal pindah agama. ketika pindah agama berujung celaka duniawi: kena santet!
Saya punya teman. Dia, bersama istrinya, dicampakkan keluarga setelah pindah agama. Dihina dan dirundung, sih, biasa terjadi. Mereka sampai kena santet! Ini bukan cerita horor di film-film Suzanna. Bukan juga kisah sepasang kekasih ala cerita horor Paranormal Activity, Insidious, atau semacamnya.
Ini adalah cerita horor yang, sepanjang hidup saya, membuat bulu kuduk merinding setiap kali mengingatnya. Ketika Leak, menghantui kehidupan suami dan istri karena pindah agama.
Jadi, pernikahan teman saya ini tidak direstui oleh keluarga besar. Pasalnya, teman saya pindah agama, mengikuti kepercayaan istrinya. Meskipun ditentang, proses pernikahan berjalan aman. Namun, setelah itu, banyak cerita horor dan kejadian aneh yang muncul.
Suatu kali, istri teman saya ini merasakan sakit kepala yang tak tertahankan. Sesuai anjuran iklan di televisi, yang biasanya digambarkan kepala dipukul palu, dia minum obat sakit kepala. Namun, sayangnya, obat itu tidak manjur. Dia berganti obat lain. Juga tak berhasil. Suaminya bingung.
“Awakmu kenopo, sih, Dik?”
“Gak ngerti, Mas. Pokoke ini sakit banget!”
Lantaran tidak kunjung sembuh, mereka mencari “orang pintar”. Kenapa? Sebab, ketimbang ke dokter yang nantinya diberi obat itu-itu saja, mereka memilih “jalan pintas”. Siapa tahu di sana ada “obat yang lebih manjur”.
Saat pergi ke sana dan menjelaskan situasinya, orang pintar itu berkata, “Ada yang nggak seneng sama kalian. Ini bahaya. Kalian bisa mati!”
Mereka kaget bukan kepalang. Kena santet? Sungguh tidak terbayangkan sebelumnya. Orang pintar itu memberi semacam resep berupa kertas bertuliskan huruf Arab untuk menangkal santet itu.
“Ini dipakai saja, Mbak. Dikalungkan.”
Mereka pamit.
Selama sebulan, obat itu manjur. Tidak ada gangguan berarti. Tapi tidak pada bulan kedua. Kepala si istri sakit lagi. Kali ini ditambah sakit perut. Kalau biasanya hanya meringis kesakitan, kali ini dia sampai berteriak.
“Kenopo, Dik?”
“Sakit banget, Mas. Kayak ditusuk. Di perut juga.”
Karena khawatir, suaminya membawanya ke orang pintar itu lagi. Di luar dugaan, dia kaget dan ketakutan. “Wah, ini kuat banget, Mas. Coba sampean pergi ke sana aja, ya.”
Orang pintar itu tidak sanggup mengobati. Dia membuat semacam rujukan mengobati kena santet. Pakai BPJS? Tentu tidak, tetapi ke orang pintar lainnya yang lebih linuwih.
Setelah pergi ke tempat yang dituju, dan bertemu dengan orang pintar yang dimaksud, mereka diberi semacam keris mungil. Ukurannya seukuran peniti.
“Ini ditaruh di dompet, Mbak.”
“Baik, Mbah.”
Mereka pamit.
Selama sebulan, mereka bisa hidup tenang. Kena santet sepertinya sudah jadi cerita usang.
Namun, lagi-lagi, tidak pada bulan kedua. Kalau sebelumnya hanya sakit kepala dan perut, kali ini ditambah kaki yang seperti keram. Pindah agama berujung runyam.
Mereka pergi ke “Mbah” itu lagi. Dan anehnya, mereka mendapat jawaban yang persis seperti dulu. “Ini kok kuat banget, Mbak. Di luar dugaan saya. Coba ke tempat itu saja.”
Lagi-lagi sebuah rujukan kena santet. Ke rumah sakit pemerintah? Jelas tidak, tetapi ke orang pintar yang ilmunya lebih tinggi lagi. Setelah berkonsultasi, mereka diberi semacam gelang.
“Ini dipakai, Mbak. Jangan sampai lepas.”
Selama sebulan, mereka aman. Mereka sangat berharap cerita horor ini tidak terjadi di bulan kedua. Sayangnya, harapan tak sesuai kenyataan. Lagi-lagi si istri mengalami kesakitan.
Mereka pun pergi ke tempat sebelumnya. Dan jawabannya sama seperti dahulu. Asal kamu tahu, laku ketemu orang pintar untuk mengobari kena santet ini dilakukan sampai 34 kali! Selalu saja berulang dan tidak pernah selesai. Sakitnya seperti datang tak diantar, tetapi tak ingin pulang. Maunya menetap.
Akhirnya, suatu ketika, mereka curhat soal cerita horor ini kepada teman Bapak saya. Mereka diminta bertemu dengan Pakdhe saya pada suatu malam di rumah teman Bapak. Kebetulan, karena sedang libur kuliah, saya ikut bersama Bapak untuk pergi ke sana.
Bapak saya hanya berpesan, “Kalau merasa ada yang aneh, pokoknya berdoa saja. Minta yang terbaik.”
Bukannya tenang, saya malah merinding. Badan rasanya panas. Pikiran berkecamuk. Setibanya di sana, banyak orang sudah berkumpul. Mereka, suami dan istri, juga sudah datang. Saya, Bapak, dan teman-teman Bapak ikut nimbrung mendengarkan konsultasi cerita horor kena santet karena pindah agama.
Kemudian, Pakdhe saya meminta suami dan istri itu menunjukkan “barang-barang gaib” yang sudah digunakan untuk menangkal santet. Kalian tahu, isinya satu ember penuh! Mulai dari boneka, gelang, topeng, kertas-kertas, hingga yang paling fenomenal menurut saya adalah keris mungil tadi.
Satu per satu barang diangkat oleh teman Bapak. Lalu, Pakdhe bertanya kepada kami, “Kalian lihat apa?” kami diminta melihat, baik melalui mata telanjang maupun batin. Isinya macam-macam. Bagi yang terbuka mata batinnya, mereka bisa melihat harimau, monyet, tuyul, genderuwo, dan lainnya.
Lalu, tiba saatnya keris mungil itu diangkat….
Beberapa dari kami langsung mengambil kuda-kuda. Rasanya seperti ada yang mau menyerang. Seakan-akan, keris itu mau menyerang Pakdhe. Lalu, ucapan astagfirullah menggema di rumah itu.
Saya belum bisa melihat dengan mata batin. Teman Bapak berbaik hati mau mendeskripsikan yang dilihatnya secara detail. Katanya:
“Di dalam keris itu ada sesosok Leak. Perawakannya besar. Matanya merah. Lidahnya menjulur hingga lantai. Kedua gigi taringnya seperti berlumut. Leak itu sedang duduk bersila dengan kaki kiri agak diangkat. Di tangan kanannya, yang penuh dengan kuku tajam, memegang semacam manusia. Dan ternyata, dia sedang memakan bayi. Lahap, hingga yang tersisa hanya kaki kiri dari bayi itu.”
Saya mendengar cerita horor itu lalu membayangkannya. Ngeri sekali. Dan yang menyebalkan, ia seperti masuk dalam mimpi saya di malam-malam setelah kejadian itu.
Pakdhe hanya berkata, “Kalau kalian kena santet, ya jangan minta ke orang nggak jelas. Minta sama Yang Di Atas. Malah minta perlindungan sama setan. Ini jadinya setan vs setan.”
Kami hanya bisa mengangguk, termasuk suami dan istri yang kena santet karena pindah agama. Lalu, semua barang di ember dibakar hingga menjadi abu, kecuali keris. Keris mungil yang berisi Leak itu baru bisa “dimusnahkan” dengan perlakuan khusus.
Setelah malam yang menegangkan itu, hidup teman saya dan istrinya menjadi lebih tenang. Cerita horor tidak pernah terulang lagi. Saya dengar, saat ini, mereka sudah punya momongan.
Cuma, suatu kali, si suami telepon Pakdhe saya. Dia bertanya mengapa anaknya yang masih berusia empat tahun suka tertawa sendiri menjelang tidur. Dengan entengnya Pakdhe menjawab, “Biasa, Mas. Balita memang sensitif dengan makhluk halus.”
Saya jadi was-was. Sebab, saat ini saya punya balita. Dan dia suka ketawa-ketawa sendiri. Tapi, bukan menjelang tidur melainkan hendak mandi. Sama saya.
BACA JUGA Apa Itu Virus Corona? Apa Benar Santet Ki Joko Bodo Penyebabnya? atau tulisan bau menyan lainnya di rubrik MALAM JUMAT.