Bisikan terakhir dari Sutinah
Sejak Atmuji tak pernah pulang lagi ke rumah, tak butuh waktu lama bagi Sutinah untuk berdamai dengan keadaan. Meski sempat murung di awal-awal, ia nyatanya masih Sutinah yang oleh banyak orang desa kenal; Sutinah yang grapyak dan periang.
Seiring waktu, pertanyaan-pertanyaan tentang ke mana Atmuji pun perlahan-lahan mulai tak terdengar lagi.
Namun, beberapa tahun berikutnya, ketika anak-anak Sutinah sudah mendekati usia 20-an tahun, Sutinah didiagnosis menderita kanker payudara stadium 4.
Singkat cerita, ia yang semula gemuk berisi sontak menjadi kurus kering. Rambut di kepalanya pun sudah tak bersisa satu helai pun. Ia hanya bisa terbaring dan membisu di tempat tidurnya selama hampir dua tahunan. Hidup tak hidup. Mati tak mati.
“Wah berbagai jenis pengobatan sudah diupayakan. Tapi akhir-akhir Sutinah bilang kesel (capek). Jadi tidak diteruskan,” ungkap Mbah Lasiman
“‘Gak usah perikso-perikso maneh. Dienteni sak mati-matine wae’ (Tidak usah berobat-berobat lagi. Ditunggu semati-matinya saja). Sutinah ngomong begitu. Jadi ya sudah pasrah sama Gusti,” imbuhnya.
Pada detik-detik terakhir jelang kematiannya, suatu malam, Sutinah sempat membisikkan sesuatu ke telinga Mbah Lasiman. Bisikan yang membuat Mbah Lasiman hanya bisa terdiam. Bisikan yang baru Mbah Lasiman ungkap setelah maut merenggut dua anak Sutinah.
Saifudin mati tenggelam
Beberapa tahun setelah kematian Sutinah, tanpa bisa dicegah, kejadian nahas terjadi juga pada anak kedua Sutinah, Saifudin.
“Kalau matinya Saifudin ini hari Jumat, tengah-tengah tahun 2008,” beber Mbah Lasiman.
Saifudin tenggelam saat berenang di sebuah waduk di kecamatan sebelah, masih di wilayah Kabupaten Rembang.
Berdasarkan pengakuan dari tiga orang temannya, saat mereka berenang, awalnya normal-normal saja. Lebih-lebih, di antara mereka bertiga, Saifudin adalah yang paling mahir berenang.
Hingga momen itu terjadi. Saifudin yang berenang agak ke tengah tampak timbul tenggelam sambil meminta tolong.
Akan tetapi, lagi-lagi, karena teman-teman Saifudin mengenalnya sebagai orang yang mahir berenang, mereka tak menggubris dan mengira Saifudin hanya bercanda. Sampai akhirnya mereka menyadari bahwa Saifudin benar-benar lenyap.
“Berenangnya siang habis Jumatan. Sorenya, surup-surup (menjelang Magrib) dua temannya laporan ke saya di rumah. Istri saya langsung tangisan. Terus langsung ramai lah kabar itu di desa,” jelas Mbah Lasiman.
“Malam itu juga, Mas, wis gak sempet Magriban, gak sempet mandi, saya langsung ke lokasi. Wong saya juga baru pulang dari nukang,” lanjutnya.
Pengakuan ‘orang pintar’ yang menemukan jasad Saifudin
Butuh waktu tiga hari untuk menemukan jasad Saifudin yang tenggelam di dasar waduk. Semula Tim SAR turun untuk menyisir keberadaan Saifudin, barangkali jasadnya mengambang. Tapi hasilnya nihil.
Beberapa penyelam andal dari Tim SAR pun sempat melakukan pencarian ke dasar waduk, tapi tak menemukan apa-apa.
Lalu, dari cerita Mbah Lasiman, “orang pintar” dari desa setempat akhirnya membantu melakukan pencarian secara supranatural.
“Ndilalahnya, jasad Saifudin akhirnya bisa ditemukan. Tapi sudah kaku,” ungkapnya.
Kepada keluarga yang mendampingi proses evakuasi, termasuk Mbah Lasiman, “si orang pintar” itu mengatakan bahwa hanya jasad Saifudin yang bisa diangkat dari dasar waduk, tapi tidak untuk sukmanya.
“Sukmanya menjadi tawanan oleh danyang penghuni waduk. Ada yang menjadikannya (Saifudin) sebagai tumbal. Kata “orang pintarnya” seperti itu,” sambungnya.
Kematian Saifudin ini ramai jadi perbincangan masyarakat Rembang, khususnya di tempat tinggal saya yang tak jauh dari tempat kejadian perkara. Apalagi peristiwa itu sempat masuk dalam pemberitaan televisi.
Penyakit misterius menyerang Nur Rohman
Nur Rohman, anak pertama dari Sutinah yang sekaligus kakak dari Saifudin, menjadi penutup rangkaian kematian misterius dalam keluarga Sutinah.
Beberapa tahun setelah kejadian-kejadian di atas, tepatnya pada tahun 2015, Nur Rohman pun menikah.
Sayangnya, kebahagiaan yang Nur Rohman rasakan dari pernikahannya tersebut tak berlangsung lama.
Belum juga genap satu tahun usia pernikahannya, Nur Rohman mendadak mengidap penyakit aneh.
“Awalnya, suatu malam, Nur Rohman digigit ular hijau yang berkeliaran di rumahnya. Setelah diobati, kondisinya sebenarnya baik-baik saja. Tapi hari-hari selanjutnya kena penyakit aneh,” kata Mbah Lasiman.
Entah bagaimana mulanya, Nur Rohman merasakan sakit yang luar biasa dari perutnya. Ia menjadi sering muntah darah.
Anehnya, berkali-kali hasil pemeriksaan medis tak mendeteksi adanya penyakit serius pada perut Nur Rohman.
Alhasil, Nur rohman menempuh pengobatan alternatif. Tapi kondisi Nur Rohman justru kian memburuk.
Ia yang semula tinggi gagah, seiring waktu menjadi kurus kering dan tak berdaya di atas tempat tidur. Beberapa bulan kemudian, ia mengembuskan napas terakhir.
Senyum Atmuji di pemakaman Nur Rohman
Di pemakaman Nur Rohman, setelah sekian tahun, Atmuji akhirnya menampakkan diri. Bukan untuk berduka, melainkan justru menyiratkan senyum kepuasan.
Usai pemakaman Nur Rohman, Mbah Lasiman yang masih bertahan di makam mengaku melihat sosok Atmuji dari kejauhan. Atmuji tampak mengintip dari balik sebuah pohon kamboja.
Mata Mbah Lasiman dan Atmuji sempat saling tatap beberapa saat. Pada momen itu lah Mbah Lasiman melihat Atmuji seperti tersenyum puas, sebelum akhirnya ia beranjak pergi. Mbah Lasiman lantas teringat dengan bisikan terakhir dari Sutinah.
“Jadi malam terakhir sebelum meninggal, Sutinah sempat bisik-bisik mengenai apa yang sebenarnya terjadi antara dirinya dengan Atmuji, yang jadi sebab mereka sering terlibat pertengkaran hebat. Tapi saya tidak bisa cerita ke sampeyan,” akunya.
Namun, ada satu hal yang membuat Mbah Lasiman tercekat. Kata Sutinah, sesaat sebelum meninggalkan rumah, Atmuji terang-terangan mengancam akan menghabisi Sutinah dan dua anaknya, Nur Rohman dan Saifudin.
Ancaman itu yang kemudian menjadi kecurigaan Mbah Lasiman, bahwa Atmuji telah menggunakan ilmu hitam untuk membuat Sutinah, Nur Rohman dan Saifudin mati secara tragis.
“Tapi ya mbuh, soalnya klenik, tidak bisa dibuktikan. Saya cuma mengira-ngira. Kalau memang dia pelakunya, biar urusannya sama Gusti Allah. Wong semua perbuatan di dunia ini ada piwalesnya (balasannya),” tutur Mbah Lasiman.
Mbah Lasiman sempat jadi sasaran
Penyakit tak jelas ternyata juga sempat menyerang Mbah Lasiman, beberapa bulan saja setelah Nur Rohman meninggal. Penyakit yang membuat Mbah Lasiman drop selama lebih dari satu bulan.
“Dada saya rasanya panas. Dibawa ke rumah sakit di Rembang, ke dokter mana-mana, jawabannya itu kok sama, asam lambung”.
“Tapi kalau di bawa ke “orang pinter”, jawabannya saya kena gangguan. Ada yang nyerang.”
Kecurigaan Mbah Lasiman pun langsung tertuju pada Atmuji. Mengingat, statusnya sebagai kakak sambung dari Sutinah. Namun, ia jelas tidak bisa berbuat banyak karena ia tak memiliki bukti apapun.
Alhamdulillahnya, setelah mengupayakan pengobatan jalur spiritual, Mbah Lasiman berangsung sehat kembali.
“Atmuji masih hidup. Jangan-jangan dia juga masih punya niatan menyelakai sisa-sisa keluarga Sutinah. Tapi ya sudah, biarkan saja. Nyuwun pitulung (minta pertolongan) sama Gusti Allah,” tutup Mbah Lasiman.
Saat saya berpamitan, Mbah Lasiman berpesan agar saya berhati-hati jika mau menulis cerita ini. Urusan dengan “barang tak terlihat” (ilmu hitam dan sejenisnya) itu runyam kalau kata Mbah Lasiman. Oleh karena itu, nama desa di Rembang dan nama-nama sosok aslinya harus saya samarkan.
Reporter: Muchamad Aly Reza
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Pawang Hujan yang Diminta Menghentikan Sunset dan Permintaan-permintaan Aneh Pengguna Jasanya
Cek berita dan artikel lainnya di Google News