Dulu, mimpi Risma Indriyani adalah bekerja di sebuah perusahaan besar setelah lulus dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Mimpi itu pun kesampaian saat ia diterima di salah satu anak perusahaan BUMN di Jakarta. Nyatanya, kerja sebagai “budak korporat” tak membuatnya bahagia dibanding “memungut sampah”, sehingga ia memilih untuk resign.
***
Risma Indriyani tak menyangka bisa menjadi anak perempuan pertama di keluarga besarnya yang mencicipi bangku kuliah, sekaligus orang pertama di kampungnya yang bisa masuk Institut Teknologi Bandung (ITB).
Risma berasal dari keluarga sederhana. Ia dan kembarannya punya kegemaran membaca sejak kecil, tapi karena keterbatasan ekonomi keduanya harus saling berkompromi. Jika keduanya menyukai buku bacaan yang berbeda, mereka harus memilih salah satu untuk dibeli dan dibaca bersama.
Hobinya yang suka membaca buku dan ketekunannya dalam belajar mengantarkan Risma bisa masuk kuliah Jurusan Biologi di ITB. Di tahun 2015, Risma akhirnya lulus dan menyandang gelar Sarjana Biologi.
Sama seperti fresh graduate lainnya, ia pun mulai menyebar surat lamaran kerja dan CV-nya di berbagai perusahaan. Dari beberapa surat lamaran kerja yang disebar, ia pun mendapat tawaran dari perusahaan swasta di industri handphone hingga fashion.
Sembari menjalani tugasnya, Risma juga mencoba melamar di salah satu anak perusahaan BUMN hingga akhirnya diterima. Namun, setelah 9 tahun bekerja di Jakarta, Risma memutuskan resign.
“Dulu aku cuman ingin jadi perempuan karier di perusahaan besar,” kata Risma saat dihubungi Mojok, Selasa (9/12/2025).
Ambisius di tempat kerja, tapi tak bahagia
Demi menggapai mimpinya menjadi perempuan karier, Risma berusaha mengerjakan tugas-tugasnya di BUMN sebaik mungkin. Ia sering lembur (hampir 24/7) sehingga tak punya waktu luang untuk bermain.
Sampai-sampai, teman kerjannya selalu menyebut dirinya sebagai pegawai ambisius yang mengejar target. Bahkan, ia kerap mendapat berbagai penghargaan, baik dari perusahaan maupun dari skala nasional. Oleh karena itu, ia juga sering dikirim perusahaannya sebagai perwakilan di konferensi internasional.
Tak pelak, di usia 27 tahun, Risma sukses menduduki jabatan sebagai manager termuda di BUMN. Sayangnya, segala pencapaian itu justru membuat hatinya kosong tak bermakna. Meski tak bisa dipungkiri, pekerjaan itu membuatnya nyaman, terutama karena gajinya yang stabil.
“Gajiku di Jakarta memang puluhan juta. Dua digit lah, tapi aku jadi benci hari Senin. Bukan karena kerjaannya yang berat, tapi aku merasa seperti ada yang kurang walaupun aku selalu berambisi melakukan yang terbaik,” ujar Risma.
“Banyak orang corporate yang sukses, tapi diam-diam capek. Capek membuktikan diri ke orang lain, capek menahan semuanya sendiri, takut dibilang kurang, takut nggak nyampai KPI,” lanjutnya.
Nekat resign setelah 9 tahun kerja di Jakarta
Sampai akhirnya, Risma nekat resign dari anak perusahaan BUMN setelah 9 tahun bekerja di Jakarta. Ia pun pulang ke kampung halamannya untuk mencari arti hidup. Sejak saat itu, ia menyadari betapa nikmatnya berjemur di bawah sinar matahari pagi tanpa takut dikejar-kejar meeting pagi, hingga ngopi siang-siang di kafe tanpa takut dihubungi atasan.
Namun, saat malam menyergap, Risma pun tak terhindar dari perasaan waswas.
“Aku ingat banget malam itu, tidur aja susah. Pikiran muter terus, gimana kalau nyesel? Gimana kalau gagal? Gimana kalau semua orang bilang aku bodoh?”
Alih-alih larut dalam pikiran negatifnya, Risma pun salat istikharah. Ia meminta petunjuk, bukan untuk dapat jawaban ‘ajaib’ yang menuruti egonya, tapi jawaban lain yang memantapkan langkahnya resign. Selain berdoa, Risma tak lupa ikhtiar dengan membuat daftar pros and cons resign.
“Aku tulis dua kolom. Pertama, hal apa yang aku bisa dapatkan kalau resign. Kedua, hal apa yang hilang setelah aku resign. Begitu aku lihat di kertas, aku sadar berapa banyak pros tertulis. Aku pun sadar yang aku kejar bukan cuma uang, tapi hidup yang lebih tenang juga.”
Hidup lebih bahagia dan bermakna setelah resign
Risma pun mulai bangkit dan melawan rasa takutnya dengan menyusun segala kemampuan yang ia miliki. Mulai dari hal teknis hingga soft skill dari pengalamannya bekerja di Jakarta, baik di perusahaan swasta maupun BUMN.
“Ternyata banyak hal yang bisa aku kembangkan jadi peluang baru. Rasa takut sedikit demi sedikit berubah jadi semangat dan akhirnya aku sadar ternyata skill-ku ini bisa aku pakai untuk peluang bisnis,” ujar Risma yakin.
Setelah merefleksikan diri di kampung halamannya, Risma jadi sadar bahwa banyak tetangganya yang sulit kerja di usia tua, tapi mereka harus bertahan hidup demi sesuap nasi. Sejak saat itu, Risma yakin untuk membuka bisnis, sekaligus memberikan lapangan kerja untuk orang-orang di kampungnya.
Nama perusahaannya adalah PT Suhuf Kridasana Nusantara, sebuah toko seni dan kerajinan yang terbuat dari limbah pelepah pisang. Misalnya,
Mulanya, Risma sempat diremehkan dan dihina bodoh karena resign dari BUMN demi memungut sampah. Namun, Risma berhasil membuktikan bahwa bisnisnya itu sekarang dihargai dan banyak dipesan di seluruh Indonesia hingga Kanada.
“Setiap pelepah yang mereka kumpulkan, bikin aku ingat bahwa ada hidup lain yang ikut bertahan lewat keberanianku resign. Ada orang yang hanya butuh sedikit kesempatan untuk kembali merasa berharga.” Kata Risma.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan












