Kabar penutupan sementara startup edukasi Zenius membuat banyak cerita sedih dari penggunanya muncul di media sosial. Mereka bercerita bagaimana platform ini berperan penting mendukung masuk UGM, UI, ITB, UNS, UPN Jogja, dan banyak kampus impian lain lewat beragam jalur seperti SBMPTN.
***
Pikiran saya tiba-tiba kembali ke beberapa tahun silam saat membuat keputusan krusial untuk pindah jurusan kuliah. Di tengah dilema saya mencoba membeli paket pembelajaran untuk SBMPTN di Zenius. Harganya terjangkau, kalau tidak salah ingat saat itu hanya berkisar Rp200 ribuan.
Keputusan pindah itu belum berani saya bicarakan ke orang tua. Alhasil, semua persiapan saya lakukan seorang diri dengan sisa uang saku bulanan di perantauan. Selain terjangkau, di Twitter saat itu, saya menemukan beberapa ulasan menarik tentang platform yang didirikan Sabda PS ini.
Hanya sekitar 2-3 bulan saya mengikuti pembelajaran di Zenius. Jujur, detailnya sudah sedikit lupa namun saya ingat betul bahwa pembelajarannya mudah dipahami.
Beruntung, saya lolos di UPN Jogja. Bukan kampus yang terlalu mentereng, namun selektivitas jurusan saya saat itu terbilang ketat.
Belakangan saya baru tahu, teman sekelas di semester awal di UPN Jogja dahulu, Laura Sandra ternyata juga lolos berkat bantuan Zenius. Selain menggunakan platform yang sama, kami juga sama-sama mahasiswa yang lulus SMA di tahun sebelumnya. Dia gap year sementara saya sudah sempat kuliah sebelum di UPN.
Sandra bercerita bahwa ia mendapat rekomendasi dari teman dekatnya untuk memakai platform yang berdiri sejak 2004 ini. Teman yang merekomendasikan itu juga lolos SBMPTN di Fakultas Hukum UGM.
“Bisa dibilang kelolosan kami ya berkat 80% berkat Zenius. Sisanya 10% dari bahan belajar lain, 10% dari doa,” kelakarnya.
Zenius menyelamatkan mimpi masuk UGM dan kampus impian lain
Saat SMA, ia sempat mengikuti bimbingan belajar konvensional. Namun, ia tampaknya belum mujur sehingga gagal masuk ke UGM yang jadi kampus impiannya. Sehingga ia membulatkan keputusan untuk gap year.
“Di saat gap year, masa aku mau minta uang mama papaku 5-7 juta buat bimbel konvensional lagi. Jadi, melihat Zenius yang terjangkau dan dapat rekomendasi dari teman, aku ambil,” kenangnya.
Buat Sandra, platform yang ia gunakan enam bulan itu benar-benar menyelamatkan di masa paling krusial. Sekitar tiga bulan menjelang SBMPTN, ia memutuskan untuk menyeberang dari rumpun saintek ke soshum.
“Sempat pakai Zenius 3 bulan untuk belajar saintek, tapi tiba-tiba aku pindah keyakinan untuk coba masuk Ilmu Komunikasi. Akhirnya 3 bulan aku menyeberang,” tuturnya alumnus UPN Jogja ini.
Senada, Alifnisla, mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia UGM yang baru lulus 2023 lalu juga mengaku terbantu banyak dengan Zenius. Seperti Sandra, ia juga mahasiswa yang menyeberang, SMA mengambil jurusan IPA namun berakhir kuliah di sastra. Ia tidak mengikuti bimbel konvensional sama sekali.
“Benar-benar cuma Zenius yang aku pakai,” katanya.
Apa yang membuatnya spesial
Buat Alif, Zenius jadi menarik karena pendekatan cara mengajarnya. Sejak awal, pembelajaran yang banyak lewat video tutorial untuk menjelaskan soal pola pikir, konsep belajar yang efektif, sampai motivasi untuk mencapai tujuan.
Bimbel online tidak bisa tanya-tanya dan berinteraksi? Alumnus UGM itu merasakan bahwa artikel di blog Zenius memberikan ruang untuk berdiskusi secara mendalam. Setiap unggahan penuh komentar dan tentor atau penulisnya aktif merespons.
“Jadi paling menariknya aku dapet konsep dasar belajar atau konsep dasar pendidikan yang nggak diajarin di sekolah,” paparnya.
Selain itu, gaya pengajarannya terbilang unik. Seperti di kelas, tentor di video akan menjelaskan konsep lewat coret-coretan. Di mata pelajaran sejarah misalnya, ada format lini masa dan mind mapping yang membuat anak jurusan IPA ini jadi langsung nyantol.
Sementara itu, Sandra punya kesan agak berbeda. Ia terkesan dengan gaya komunikasi tentor di video yang pakai kata tunjuk “elo” dan “gue” yang bikin terasa akrab.
“Selain itu selalu ada analogi yang mudah untuk setiap konsep yang agak rumit,” katanya.
Setiap pembahasan juga terbagi dalam beberapa video. Penggalan-penggalan ini membuatnya mudah untuk memahami detail-detail konsep ajar.
Lagi-lagi soal biaya, banyak yang memilih Zenius karena paketnya yang terjangkau. Rozi, seorang mahasiswa UNS juga berhasil lolos pada pilihan pertama SBMPTN bermodalkan platform ini.
Apalagi saat itu ia bisa mengaksesnya dengan kuota gratis dari salah satu provider seluler. Sebulan menjelang SBMPTN di UNS, ia benar-benar belajar penuh lewat aplikasi tersebut.
“Ya akhirnya lolos di pilihan pertama di UNS,” ujarnya.
Penutupan operasional Zenius
Sebagai bisnis, Zenius tidak sempurna. Tahun lalu perusahaan ini sempat melakukan PHK terhadap ratusan karyawannya. Namun, bagi anak-anak SMA jasanya cukup besar untuk membantu belajar.
Tidak heran, saat kabar kegagalan perusahaan mencuat, banyak yang berbagi kisah. Sandra misalnya, mengaku platform ini membantunya dan banyak anak SMA lain yang ingin belajar intensif untuk masuk kuliah namun terbatas aksesnya.
“Bahkan adikku sekarang juga pakai aplikasi ini. Untungnya, masih bisa diakses walaupun operasional perusahaan berhenti,” ujarnya.
Alif juga berharap agar penutupan ini hanya sementara. Sebab, masih banyak anak SMA yang hendak masuk kampus impian dan berharap bisa menggunakan Zenius sebagai sarana bantu belajar.
Selama hampir 20 tahun, Zenius juga telah menjadi platform edukasi online terdepan di Indonesia, yang menawarkan materi pelajaran SD, SMP, SMA, persiapan UTBK, ujian mandiri, hingga upskilling/reskilling profesional.
“Kami mengambil langkah strategis untuk menghentikan operasi secara sementara, tetapi kami menjamin bahwa kami tidak akan berhenti berusaha untuk menjalankan dan mewujudkan visi untuk merangkai Indonesia yang cerdas, cerah, asik,” demikian keterangan tertulis Zenius, Kamis.
“Kami sangat menyesal atas ketidaknyamanan yang akan ditimbulkan bagi para pengguna kami,” lanjut keterangan Zenius.
Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Kisah Mahasiswa UNY Bertahan Hidup di Jogja Bermodalkan Rp250 Ribu per Bulan
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News