Di tengah kawasan prostitusi Sarkem Jogja, saat siang hidup berjalan seperti biasa. Bahkan ada sebuah TK yang berdiri sejak puluhan tahun silam. Orang tua murid dari jauh pun tak segan sekolahkan anaknya di situ.
***
Pintu masuk Sarkem Jogja, di Gang 3 Sosrowijayan Kulon seberang Stasiun Tugu, berbeda dengan malam hari saat saya mengunjunginya pada Selasa (7/5/2024) sekitar jam setengah 10 pagi. Gerbang itu tanpa penjaga, hanya ada lapak berjualan soto yang ramai pembeli.
Saya langsung masuk ke dalam. Cerah di luar segera berubah jadi gelap gang sempit yang bagian atasnya banyak tertutup seng dan bangunan yang berhimpitan. Seorang perempuan paruh baya di persimpangan pertama langsung menanyakan, “Cari cewek Mas?”
Sebuah ungkapan umum yang akan kalian dengar saat masuk ke gang tersebut. Namun, saya hanya tersenyum dan mengatakan sekadar ingin jalan-jalan. Saya datang dengan tujuan pasti, menggali cerita tentang sebuah TK di tengah kawasan ini, yang informasinya pernah saya dengar dari Sarjono, tokoh masyarakat Sosrowijayan Kulon saat liputan beberapa waktu silam.
Persimpangan demi persimpangan saya lewati. Suasana sepi, tidak ada musik karaoke lagi yang terdengar seperti saat malam hingga dini hari. Paling, masih ada beberapa perempuan dengan rias wajah yang mulai pudar, terduduk di depan kamar dan beberapa petugas kebersihan yang sedang memunguti tumpukan sampah sisa aktivitas semalam.
Saat tiba di sebuah titik, sisi barat Sarkem Jogja, barulah ada suara agak ramai samar-samar terdengar. Bukan musik, melainkan teriakan riang anak-anak. Perlahan, gedung TK yang menyatu dengan Balai RW Sosrowijayan Kulon terlihat.
Keriangan anak-anak TK di antara bilik-bilik Sarkem Jogja yang tertidur
Di halaman depan TK PKK Sosrowijayan Kulon, para ibu-ibu sedang ngerumpi sambil menunggu anaknya pulang. Kehadiran saya membuat perhatian mereka teralihkan.
“Bu, ada tamu,” kata seseorang di antara mereka.
Lalu, Ismi (39) yang ada di dekat pintu datang menghampiri saya. Baru perkenalan singkat, ia seperti sudah tahu maksud saya dan mempersilakan masuk ke dalam.
“Ya beberapa waktu lalu juga ada dosen dan mahasiswa ke sini. Seperti nggak percaya ada TK di tengah Sarkem,” kata dia tertawa.
Ismi adalah satu dari dua tenaga pengajar yang ada di TK PKK Sosrowijayan Kulon. Satunya lagi merupakan kepala sekolah yang kebetulan hari itu sedan gada acara di luar. Sehingga, Ismi seorang diri yang mendampingi 19 anak yang saat itu sedang bermain sambil belajar.
Bangunan TK ini sederhana. Bahkan, sebenarnya fungsinya tidak hanya sebagai ruang belajar lantaran menggunakan Balai RW. Namun, beruntungnya acara warga umumnya berlangsung ketika siang atau sore sehingga tak ganggu proses pendidikan.
“Di sini sebenarnya aman-aman saja Mas kalau siang, tidak ada aktivitas macam-macam,” kata Ismi.
Memang, Sarjono, pernah bilang bahwa ia mewanti-wanti agar pekerja malam di Sarkem tidak beraktivitas lagi kalau hari sudah cerah. Bahkan, bagi para perempuan malam itu, jika sudah cerah sekadar duduk-duduk di depan pun sebenarnya tidak dianjurkan.
Namun, sesekali memang masih ada para pekerja yang masih tampak di sudut-sudut gang. Walaupun sudah tidak sedang menjajakan jasa prostitusi maupun karaoke.
“Dulu pernah sih Mas, sekitar jam 6.45 itu masih ada karaoke yang musiknya masih jalan. Tapi beruntung baru saya yang sampai sini, pembelajaran belum mulai,” kelakar guru yang sudah sejak 2009 mengajar di TK ini.
Pemiliknya lantas menghampiri Ismi. Meminta izin, menuntaskan pelanggan yang masih kurang dua lagu lagi. Jam 7, akhirnya musik terhenti.
Peserta didik ada yang datang dari jauh
Satu hal di luar dugaan, ternyata banyak di antara peserta didik yang asalnya bukan dari Sosrowijayan Kulon. Untuk warga sekitar, saat ini malah jarang. Sebab, memang tidak banyak anak yang tinggal di Sosrowijayan Kulon.
“Ada sih satu anaknya mbak-mbak di Sarkem sini. Tapi sekarang juga jarang aktif berangkat,” kata dia.
Kebanyakan memang dari kampung sekitar Sosrowijayan Kulon. Ismi menyebut bahkan ada yang rumahnya di Jalan Godean. Jaraknya, sekitar delapan kilometer.
“Itu Mas, ibunya yang ada di luar,” kata Ismi seraya menunjuk salah seorang perempuan di teras.
Dewi (37), seorang ibu dari Godean mengaku awalnya tidak berencana menyekolahkan anaknya di TK ini. Semuanya berawal dari tetangganya.
“Ada anak tetangga yang TK di sini, lha anak saya jadi maunya ikut dia. Kalau nggak di sini nggak mau sekolah,” kata Dewi tertawa.
Ibu-ibu lain bernama Rubinah (59) lalu menyahut. “Saya dedengkot di sini,” kelakarnya.
Pasalnya, sudah dua generasi keturunan Rubinah yang menempuh pendidikan anak usia dini di tempat ini. Berawal dari anak sekarang menjadi cucu yang kerap ia temani. Rubinah tinggal di Kampung Gandekan, sisi utara Sarkem Jogja.
Katanya, selain dekat, memilih sekolahkan anak di TK ini karena gurunya baik. Pembelajarannya juga tak kalah dari TK lain di sekitarnya.
Anak-anak dilarang jajan, takut salah warung
Saya lalu kembali berbincang dengan Ismi. Sebagai guru yang lama mengajar di tempat ini, ia mengaku tidak merasakan hal-hal yang menyulitkan anak-anak untuk belajar.
“Paling-paling, anak-anak itu wajib bawa bekal. Dilarang beli jajan di luar selama jam belajar,” katanya.
Bukan apa-apa, Ismi hanya khawatir anak-anak berkeliaran di sekitar. Mengira bilik yang sebagian tampak seperti warung itu adalah tempat menjual jajanan. Demi menghindari hal tak diinginkan maka pihak sekolah membuat aturan itu.
TK PKK Sosrowijayan Kulon kini memang sudah tidak seramai dulu. Kata Ismi, pada masa jayanya, sesi pembelajaran bisa dibuat paralel dua sesi, pagi dan siang. Sekarang jadi sepi bukan karena lokasinya yang ada di “kawasan hitam”.
“Lebih karena memang sudah semakin banyak sekolah lain yang muncul. Kalau saya dan Bu Kepala Sekolah cuma berdoa yang terbaik saja, anak-anak bisa belajar dengan baik dan masih ada yang sekolah di sini,” pungkasnya.
Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA 5 Fakta Tentang Sarkem Jogja yang Tidak Banyak Orang Tahu
Ikuti berita an artikel Mojok lainnya Google News