Seorang mahasiswa Jogja awalnya tak mengira kalau kos berlabel khusus pria yang ia tempati selama kuliah ternyata kos campuran yang bebas. Kos yang terletak di Sewon Bantul itu membawa pemuda kabupaten kepada pengalaman-pengalaman tak terduga.
***
Bagas (25) awalnya hanya berencana untuk mencari kos pria biasa saja seusai registrasi sebagai mahasiswa baru ISI Jogja. Setelah menyelesaikan urusan administrasi di kampus, ia langsung berkeliling ke daerah sekitar di Sewon Bantul.
Bahkan, saat itu ia mencari berkeliling ditemani ibunya. Sehingga, tidak mungkin mereka hendak mencari kos campur antara laki-laki dan perempuan.
“Gila aja kali. Kami coba keliling ya cari kos yang bangunannya kelihatan bersih, aman, dan nyaman,” kenangnya saat Mojok ajak berbincang pada Rabu (19/6/2024).
Setelah berkeliling sesaat, setelah masuk ke dalam area perkampungan Sewon Bantul mereka menemukan sebuah bangunan yang tampak meyakinkan. Bangunannya masih tampak baru pada 2016 silam. Lokasinya juga terasa tenang. Di depannya terhampar persawahan.
“Nggak terpikir sama sekali bahwa itu kos campur, apalagi yang benar-benar bebas. Soalnya memang pemiliknya punya dua kos, satu dilabeli kos putra dan satunya dilabeli kos putri. Keduanya masih di daerah Sewon,” kata dia.
Ibunya pun yakin dengan fasad kos tersebut. Saat mereka melakukan survei ke dalam dan bertemu dengan penjaganya, tidak ada kejanggalan atau hal yang menunjukkan bahwa tempat itu merupakan kos campur yang dihuni laki-laki dan perempuan sekaligus.
Kos campur murah di Jogja yang menyimpan banyak teka-teki
Selain tempatnya yang nyaman, harga kos tersebut juga relatif terjangkau. Hanya Rp450 ribu per bulan. Ada potongan jika bayar langsung tiga bulan hingga setahun.
Berhubung waktu mulai kegiatan pembelajaran semakin dekat, Bagas pun segera memantapkan hati untuk menetap. Uang muka dibayarkan dan tinggal menunggu waktu sampai ia memboyong barang-barangnya ke kamar.
Setelah benar-benar pindah, barulah ia menyadari fakta bahwa itu bukan kos khusus laki-laki. Melainkan kos campur, ada laki-laki, perempuan, bahkan pasangan suami istri.
“Pas aku survei sama ibuku memang nggak terlihat. Mungkin karena itu masih masa liburan panjang. Terlebih, aku berkunjungnya juga siang-siang jadi sepi,” kelakarnya.
Bagas menempati sebuah kamar di lantai dua. Kebetulan, seorang kenalannya di ISI Jogja ternyata juga tinggal di lantai yang sama. Mereka berdua, berjarak satu kamar, lantaran di lantai dua hanya ada tiga kamar.
Beberapa malam setelah tinggal di sana, ia mulai sering melihat perempuan berseliweran. Ada yang hanya datang saat malam hari tapi ada juga yag sehari-hari berkegiatan di situ. Awalnya, ia masih belum menyangka bahwa tempat itu memang kos campur.
“Awalnya aku masih berpikir positif, mungkin memang saudaranya penghuni. Tapi lama-lama aneh juga,” terangnya.
Pemilik kos tersebut memang tidak tinggal di bangunan yang sama. Hanya ada seorang penjaga, yang sesekali datang untuk mengecek kondisi bangunan dan kebersihan. Urusan aturan dan ketertiban, tidak pernah mengurusi.
Baca halaman selanjutnya…
Suara rintih, tangis, hingga benturan di tembok dari kamar pasutri yang jadi pertanyaan