Jadi teknisi pesawat tiap hari bisa naik ke unit-unit milik maskapai besar dunia meski tidak ikut terbang. Di sisi lain, banyak juga tantangan yang dibagikan lulusan D3 PENS Surabaya yang bertugas sebagai teknisi dalam merawat item-item dalam pesawat di Bandara Soekarno Hatta seharga ratusan hingga ribuan dolar.
***
Di salah satu hanggar kompleks Bandara Soekarno Hatta, setiap hari kerja, Ahmad Faris (26), naik turun pesawat-pesawat bertubuh lebar dan besar untuk memperbaiki berbagai perangkat kelistrikan. Lelaki asal Sidoarjo ini mengaku senang, berkesempatan merasakan sensasi pesawat-pesawat milik berbagai maskapai besar.
“Walaupun cuma naik ya, tanpa lepas landas ke udara,” kelakarnya saat ngobrol dengan Mojok Senin (6/5/2024) malam.
Namun, di sisi lain sekaligus merasa khawatir. Setiap perangkat yang ia pegang dan perbaiki nilainya ratusan hingga ribuan dolar. Meski, perusahaan tidak menuntut ganti rugi, jika melakukan kesalahan sedikit saja pasti rasa bersalah menggelayuti seorang teknisi pesawat bagian kelistrikan ini.
Perjalanan kariernya menjadi teknisi pesawat di salah satu anak perusahaan Garuda Indonesia dimulai pada 2021 silam. Jauh sebelum itu, ia berkuliah di Politektik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) pada 2017.
Pilihannya untuk berkuliah di sana, sebenarnya tidak terencana. Mulanya, Faris memang suka dan penasaran dengan dunia permesinan. Saat SMA, ia merencakanan masuk Jurusan Teknik Mesin. Bahkan, selepas lulus sudah mendaftar di sebuah kampus swasta di Jogja.
“Tapi bapakku tiba-tiba kayak ngasih tantangan. Gimana kalau belajar mesin tapi bagian pesawat? Nggak lama kemudian, ternyata dia nemu program di PENS yang sudah ada ikatan dinasnya,” kenangnya.
Berkat rekomendasi dari bapaknya, ia kemudian mencoba ikut seleksi di PENS Surabaya. Hitung-hitung jika lolos, kuliah di Suarabaya bisa dekat dengan rumahnya. Dan, beruntungnya ia diterima di program D3 PENS tersebut.
Lulus D3 saat dunia penerbangan sedang tiarap karena pandemi
Semasa studi di PENS, selain mempelajari berbagai hal terkait teknik elektronika secara umum, programnya memang sudah mencakup materi spesifik soal elektronika pesawat. Sehingga, ketika lulus bisa langsung bekerja di Garuda Maintenance Facilities (GMF).
Ia merampungkan D3 pada 2020. Bertepatan dengan situasi pandemi Covid-19 yang benar-benar membuat dunia penerbangan tersungkur. Sehingga, Faris tak bisa langsung mendapat panggilan kerja.
“Sempat enam bulan nganggur. Tiga bulan pertama, rasanya masih tenang, setelah itu mulai khawatir sampai coba cari kerja seadanya,” kata dia.
Beruntung, di bulan keenam panggilan itu datang. Sekitar 23 lulusan PENS Surabaya di angkatannya yang ikut program ikatan kerja semuanya dapat panggilan. Namun, penempatannya berbeda-beda.
Ada yang ditempatkan di bandara-bandara. Namun, ada juga yang bertugas di hanggar utama GMF di Bandara Soekarno Hatta. Faris, sejak awal bertugas di hanggar.
Ia jadi satu dari lebih dari 100 orang yang mengurusi setiap unit pesawat yang menepi untuk melakukan perbaikan menyeluruh. Satu pesawat proses perawatannya bisa memakan waktu satu bulan. Bagian dalamnya seperti kursi duduk dilepas, kemudian dilakukan inspeksi menyeluruh.
Di hanggar Bandara Soekarno Hatta itu, Faris khusus bertugas memperbaiki pesawat-pesawat dengan kategori wide body. Pesawat berbadan besar dengan rute terbang antarbenua.
“Selain Garuda, banyak juga kayak Korean Air sampai Vietnam Air,” paparnya.
Baca halaman selanjutnya…
Mengurus pesawat haji dan pengalaman-pengalaman tak terlupakan lainnya