Lulusan SMA Dihina: Masih Muda tapi Cuman Jadi Pedagang Pasar. Tak Peduli yang Penting Bukan Beban Keluarga

Lulus SMA dirundung karena jualan toge di pasar tradisional Tuban. Dianggap kurang usaha padahal masih muda alias gen Z. MOJOK.CO

ilustrasi - gen z dihina karena jualan taoge. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Perempuan asal Tuban ini tak peduli dengan omongan orang yang meremehkannya. Sebagai Gen Z yang hanya lulusan SMA, ia tak malu berdagang di pasar. Asal tidak nganggur dan tak gabut.

***

Belakangan ini, media sosial saya ramai dengan Gen Z yang memamerkan pekerjaannya di bidang informal. Seolah ingin menepis standar kesuksesan di lingkungan sosial saat ini. Namun ternyata alasan utamanya bukan hanya itu.

Nyatanya, anak muda berusia 15-27 tahun alias Gen Z semakin sulit mencari kerja. Begitu pula yang dirasakan Immroatul Azizah (24) asal Tuban. Sebagai lulusan SMA yang tak punya kesempatan untuk kuliah, Azizah mengaku sulit melamar ke perusahaan.

“Setelah lulus SMA, saya memutuskan mondok untuk menambah ilmu agama. Dari sana saya dapat tawaran kerja untuk mengajar sebagai guru taman pendidikan Al-Qur’an (TPQ) di Sidoarjo,” ucap Azizah kepada Mojok, Senin (3/11/2025).

Azizah yang tak ingin menyia-nyiakan kesempatan tersebut akhirnya menerima tawaran itu. Ketimbang menganggur dan tidak melakukan apa-apa, kata dia, lebih baik ia bekerja.

Namun, setelah mengajar selama dua tahun, ia merasa gaji dan biaya hidupnya di Sidoarjo tak seimbang sehingga ia memutuskan pulang ke Tuban. Sejujurnya, ia tak tahu bakal bekerja sebagai apa, sampai kemudian dapat ide dari Youtube.

Dapat ide usaha dari melihat tutoriol di Youtube

Usai kembali ke kampung halamannya, Tuban, Azizah malah sering rebahan. Sehari-hari, ia meng-scroll media sosial sampai kemudian menemukan ide usaha yang menarik dari tutorial di Youtube. Entah bagaimana, algoritma di media sosialnya itu menunjukkan cara membuat taoge.

“Nah dari situ, menurutku usaha jualan taoge ini lumayan gampang. Untungnya pun lumayan karena bisa dua kali lipat dari modal,” ucap Azizah.

Tidak tahunya, usaha taoge ini susah-susah gampang apalagi di awal-awal. Ia pernah rugi selama dua minggu berturut-turut karena puluhan kilo taoge yang ia buat sempat busuk. Azizah pernah sedih dan nyaris menyerah atas kejadian itu tapi ia memilih belajar dari kesalahan.

Sampai akhrinya ia mampu menghasilkan taoge sebanyak 27 kilogram per hari. Namun, sebagai lulusan SMA, Azizah mengaku kebingungan karena tak tahu cara berdagang.

“Setelah taogenya jadi aku bingung harus pasarin ke mana, gimana ngemasinnya, kasih harga berapa? Aku nggak kepikiran sama sekali,” ucap Azizah.

Beruntung, perempuan lulusan SMA itu tak malu bertanya langsung ke bulek-nya yang punya pengalaman dagang di pasar tradisional. Berkat saran dari bulek-nya, Azizah akhirnya tahu cara berdagang.

Baca Halaman Selanjutnya

Mampu beli motor pribadi dari gaji harian

Mampu beli motor pribadi dari gaji harian

Masalahnya tak berhenti sampai di situ. Ia juga pernah difitnah oleh pembeli di pasar yang mengaku pernah membeli taoge Azizah. Ia berujar taoge yang Azizah jual sudah busuk. Padahal seingat Azizah, orang itu tak pernah beli di lapaknya. Azizah mengaku hampir menghafal semua pelanggannya dan ia jamin taogenya selalu bagus.

“Belum lagi kalau pembelinya itu komplain inilah, itulah dan kalau nawar harga itu di luar nurul (nalar),” kata Azizah, “tapi dengan komplain itu aku jadi tau kurangnya apa sih dan bisa memperbaikinya,” lanjutnya.

Satu plastik taoge Azizah yang berisi 250 gram dijual dengan harga seribu. Dari penjualan taogenya itu, Azizah mampu meraup untung sekitar Rp5 juta dalam sebulan. Bahkan dari gajinya itu, ia mampu membeli sepeda motor pribadi.

“Aku juga pernah kehilangan uang Rp10 juta pertamaku yang susah payah aku kumpulkan selama 2 tahun, padahal uang itu aku ingin aku gunakan untuk nanti tabungan menikah biar nggak terlalu memberatkan orang tua,” tuturnya.

Terbiasa dirundung hingga tak malu sebagai lulusan SMA

Selama membuka lapak di pasar, tak jarang ada pelanggan yang nyinyir dan memandangnya sebelah mata, karena masih muda (Gen Z) dan hanya lulusan SMA. Meski menjual taoge tidak termasuk daftar cita-citanya dulu, tapi justru pekerjaan itulah yang bikin Azizah bisa bertahan hingga sekarang.

“Selagi halal dan ngehasilin cuan ngapain gengsi. Aku pikir bisa sekuat sekarang karena dari kecil aku udah biasa dihina, di-bully, dikucilkan, hanya karena aku punya penyakit darah manis (prurigo),” kata Azizah.

“Walaupun sembuhnya sulit tapi akan ku buktikan ke orang-orang yang dulu menghina aku, bahwa aku nggak sejelek seperti yang dulu mereka katakan,” lanjutnya.

Azizah meyakini jika dia tidak berani mengambil risiko lebih jauh, maka dia tidak akan mendapatkan apapun dan hanya jalan di tempat. 

“Hiduplah dengan penuh keberanian, sebab dari keberanian itu mana tahu ada nasib baik untuk kehidupanmu di masa yang akan datang,” kata Azizah.

Penulis: Aisyah Amira Wakang

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA: Menepis Gengsi Jadi Pedagang Keliling usai Lulus SMK, meski Selalu Dihina yang Penting Bisa Bantu Ekonomi Keluarga atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.

Exit mobile version