Selain joki Strava, running date belakangan juga menjadi tren di kalangan banyak orang. Tren tersebut di satu sisi ternyata membuat beberapa orang yang biasa jogging merasa agak resah dan risih.
***
Dalam seminggu pertama bulan Juli 2024, media sosial sempat gaduh dengan munculnya fenomena joki Strava. Yakni ketika ada orang rela membayar orang lain untuk lari alias jogging. Lalu hasil dari jogging yang terekam di Strava akan dikirm ke orang yang order untuk kemudian ia unggah di media sosial.
Fenomena tersebut sontak membuat banyak warganet tak habis pikir. Kok sebegitunya ada orang yang haus validasi. Rela bayar orang buat lari demi terlihat sporty. Fenomena joki Strava pun akhirnya jadi obrolan di meja-meja tongkrongan.
Melalui X, saya sempat mencoba menyisir, barangkali ada orang yang sedang buka jasa joki Strava. Lalu ketemu lah Ragas (27) yang ternyata berasal dari Surabaya.
Dalam cuitannya di X, Ragas memberikan semacam price list terkait joki Strava. Kolom komentarnya pun cukup ramai oleh orang-orang yang hendak order. Entah mereka bercanda atau benar-benar serius pengin joki.
“Duh, saya sebenarnya cuma bercandaan itu,” ujar Ragas saat kemudian saya hubungi, Selasa, (9/7/2024) lalu.
Ragas memang aktif jogging di beberapa area di Surabaya. Paling sering misalnya di Lapangan Thor. Tapi ia memang tidak sedang membuka jasa joki Strava. Cuitannya tersebut sebenarnya malah bernada sinis. Ia tak habis pikir, kalau mau terlihat sehat, ya olahraga lah, bukan malah pakai joki.
“Tapi ada yang nggak kalah ngeselin dari joki Strava, yaitu tren running date atau lari bareng ayang yang belakangan lagi marak,” sambung Ragas.
Kesel dengan orang yang FOMO Running date
Lari bareng pasangan alias running date sebenarnya hal yang biasa dan sudah ada sejak lama. Tapi belakangan, aktivitas tersebut seolah menjadi sebuah tren baru. Sehingga banyak orang yang tak mau ketinggalan. Ragas tak segan-segan menyebutnya orang-orang FOMO.
Menurut Ragas, lagi-lagi sebenarnya persoalan validasi. Orang yang punya pasangan tak mau ketinggalan running date karena ingin mendapat cap sebagai pasangan yang sehat dan sporty.
Di penghujung Juni 2024 lalu, saat Ragas jogging di beberapa titik di Surabaya, running date menjadi pemandangan yang berseliweran.
“Agak risih karena larinya nggak seberapa, tapi selebihnya cuma foto-foto selfie berdua. Akhirnya kan kelihatan FOMO banget,” gerutu Ragas.
“Kalau yang anak-anak kuliahan mungkin cuma sebatas itu. Tapi ada juga bocil-bocil SMA yang ikut tren itu. Terus di jalan nggak sungkan alem-aleman (bermesraan). Itu kan jadi agak mengganggu ya,” sambung pemuda asli Surabaya tersebut.
Tapi ya sudahlah. Bagi Ragas, masih syukur kalau ada pasangan yang mulai bergerak hidup sehat. Meskipun larinya cuma sedikit, tapi paling tidak sudah sempat berlari.
Running date itu tren positif
Pendapat yang berlainan diberikan oleh Zea (22), perempuan asal Bekasi, Jawa Barat, yang kebetulan memiliki banyak teman yang cukup gandrung dengan olahraga lari. Bahkan beberapa temannya di Bekasi dan Jakarta sampai ada yang membuat klub lari. Hanya saja Zea tak tergabung di dalamnya.
Zea mengaku kerap main-main di kawasan Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK). Di sana memang makin ramai orang jogging. Termasuk juga ramai pemandangan running date yang kalau pakai bahasa Zae disebut paca-run.
“Sepenglihat aku, mereka sering kali lari di GBK pas weekdays biasanya timing-nya itu after office hours. Kalau weekend, sering kalinya mereka ikut trek car free day,” jelas Zea saat saya hubungi, Rabu (10/7/2024) siang WIB.
Berbeda dari Ragas, Zea justru menyambut positif tren tersebut. Menurutnta, running date adalah ide yang cukup kreatif dan produktif. Jauh lebih baik pula ketimbang joki Strava yang bayar orang buat lari (enggan lari sendiri).
“Beberapa orang mungkin awalnya ikut karena FOMO. Tapi semakin ke sini aku lihatnya mostly dari mereka, khususnya yang aku lihat dari temen-temen aku, lama-lama jadi nyaman dan ngerasa kalau lari ini olahraga yang simple, seru, tapi tetep menyehatkan,” ungkap Zea.
“Selain termotivasi karena efek positif dari olahraga lari itu sendiri, jadi banyak juga yang termotivasi soalnya kapan lagi bisa produktif sama doi hehehe,” sambung perempuan periang tersebut.
Jangan buang sampah sembarangan
Bagi Zea, tren lari bareng pasangan itu tren positif dan tidak mengganggu. Kalau toh ada yang terganggu, paling ya jomblo-jomblo ngenes lah.
Oleh karena itu, Zea berharap pasangan yang running date tetap menjaga ketertiban agar tren tersebut tidak mendapat cap negatif. Satu yang Zea soroti adalah masalah buang sampah.
“Beberapa runners ada yang belum melek soal pentingnya kebersihan. Jadinya sering kali buang sampah secara ngasal di jalanan. Atau habis minum botolnya digeletakin gitu aja di trotoar,” kata Zea.
Nah, Zea berharap para pasangan yang sedang lari bareng tidak melakukan hal-hal tak terpuji semacam itu. Malah kalau bisa, para pasangan ini harus memberi contoh kepada para runners yang tidak tertib perihal buang sampah.
Dengan begitu, olahraga lari ini tidak hanya berakhir sebagai olaharga yang menyehatkan untuk diri sendiri, tapi juga menyehatkan lingkungan.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Hammam Izzuddin
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.