Presiden dan Wakil Presiden RI terpilih akan segera diumumkan. Pemilu 2024 telah usai. Dan para petugas KPPS akan kembali ke rutinitas masing-masing seperti sediakala. Mojok menghubungi beberapa petugas KPPS untuk bertanya, apa yang akan mereka lakukan setelah mereka dibubarkan.
***
Sejak awal pelantikan, petugas KPPS memang langsung jadi objek bercandaan. Meme-meme seputar petugas KPPS yang baru saja dilantik pun bertebaran di media sosial.
Mulai dari menjadi meme soal abdi negara, calon menantu idaman, hingga bisa beli mobil segala karena gaji dari menjadi petugas KPPS. Bahkan, hingga jelang Pemilu 2024 berakhir pun, petugas KPPS masih tak luput dari candaan.
“Petugas KPPS itu kalau sudah selesai tugasnya, terus jadi apa ya? Lanjut Pilkada?,” tulis Kepala Suku Mojok, Puthut EA di akun X miliknya yang membuat saya tergelitik.
Ah, benar juga ya, setelah keramaian dan “popularitas” sesaat (di medsos) yang petugas KPPS dapat selama masa Pemilu 2024, setelah ini bagaimana?
Warganet memberi komentar-komentar lucu dalam cuitan Puthut EA tersebut. Ada yang—dengan bercanda tentu—menyebut bahwa petugas KPPS telah purna tugas, maka setelah ini ya pensiun, menikmati hasil jerih payah selama sebulan. Komentar yang ndlogok memamng.
KPPS sendiri PPS bentuk paling lambat 14 hari sebelum pelaksanaan pemungutan suara dalam Pemilu. Lalu mereka akan bubar paling lambat satu bulan setelah pemungutan suara.
Nah, berdasarkan Keputusan KPU Nomor 476 Tahun 2022, menurut jadwal pembentukan dan masa kerja badan adhoc Pemilu 2024 yang terlampir dalam Keputusan KPU Nomor 476 Tahun 2023, masa kerja KPPS mulai sejak 25 Januari 2024 dan akan berakhir pada 23 Februari 2024. Wah sebentar lagi.
Jadi petugas KPPS demi ngoyak duwit cilik
Tawa terpingkal-terpingkal adalah hal pertama yang saya dapat dari Roni (29) saat saya hubungi pagi ini, pukul 08.12 WIB.
“Habis Pemilu 2024 ngapain? Jingan, ngece (menghina) kamu ini,” ujarnya.
Suara Roni pagi itu terdengar segar, seolah ia tak begitu kelelahan setelah bekerja seharian dalam momen coblosan kemarin.
Kalau katanya, memang begitulah seharusnya kepala rumah tangga, badan dibanting-banting tak masalah, harus berani capek, wong demi menghidupi anak istri.
Roni menjadi petugas KPPS di salah satu desa di Rembang, Jawa Tengah. Sehari-hari, di luar menjadi petugas KPPS, ia bekerja di sebuah pabrik ikan di Rembang.
Rembang adalah kota kecil di pesisir Pantura dengan UMR yang bikin nelangsa. Oleh karena itu, selain bekerja di pabrik, setiap ada peluang yang menghasilkan cuan, maka Roni akan lekas-lekas mengambilnya.
“Ya walaupun istilahnya ngoyak duwit cilik (ngejar uang kecil), tapi yang penting ada tambahan,” ungkapnya.
“Mangkanya aku daftar KPPS. Rp1,1 juta itu lumayan lah buat tambah-tambah jajan anak dan belanja istri,” imbuhnya.
Kalau ada pertanyaan, “Habis Pemilu ngapain?”, ya jelas jadi kaum korea lagi, menjalani rutintas kerja di pabrik lagi. Berangkat pagi pulang bisa malam. Gaji nggak seberapa tapi beban kerja dan omelan mandor nggak kira-kira.
Roni adalah tipikal pekerja keras. Peluang apapun kalau ada cuannya, pasti akan ia ambil. Termasuk yang berhubungan dengan pemilihan-pemilihan. Bisa jadi, nanti di Pilkada 2024 kalau ada peluang lagi, maka Roni pun akan ngoyak lagi.
Balik mancing, mabar, dan slot
Saya lalu menghubungi Lutfi (24), petugas KPPS di salah satu desa di Tuban, Jawa Timur.
Saat beredar meme-meme seputar petugas KPPS, Lutfi di satu sisi merasa malu. Namun, sisi lain ia bisa sedikit membusungkan dada.
Sebab, sejak keluar dari tempat kerja lamanya di Surabaya pada akhir 2023 lalu, sampai saat ini Lutfi masih menganggur, belum dapat pekerjaan baru. Ya itulah kenapa ia sangat bersemangat untuk daftar sebagai anggota KPPS.
“Lumayan, biar nggak klumbrak-klumbruk nggak guna,” katanya.
Setidaknya, selain ada kegiatan yang tak membuatnya terlihat nganggur-nganggur banget, ada pemasukan lah walaupun tak terhitung besar.
Lantas, setelah masa kerjanya sebagai petugas KPPS berakhir, apa yang akan Lutfi lakukan?
“Mancing lah, ora resiko,” guyonnya. Sebuah kegiatan yang sangat menggambarkan kaum korea.
Tapi ya tentu tak cuma mancing. Lutfi masih harus berburu lowongan kerja (loker) untuk segera mengakhiri nganggurnya.
“Sambil nyari, selingannya ya mancing, mabar, terus sesekali nge-slot,” ucapnya sembari tertawa.
Namun, Lutfi mengaku bahwa baru Pemilu sekarang ia mendaftar sebagai petugas KPPS. Sebelumnya tak pernah. Sebab, Lutfi sendiri sudah menimbang, betapa capeknya menjadi petugas KPPS.
Tugasnya tak kalah banyak dari tugas-tugasnya sebagai karyawan sebuah perusahaan. Tapi soal gaji, oh tentu jauh. Itu pula yang membuat Lutfi tak berminat untuk jadi petugas KPPS lagi di Pemilu-Pemilu berikutnya.
“Kalau sudah ada kerjaan loh tapi. Kalau masih nganggur, ya mau gimana lagi, udud jalan, paketan jalan e,” tuturnya.
Petugas KPPS banyak yang kelelahan hingga meninggal dunia
Rasan-rasan seputar betapa capeknya menjadi petugas KPPS terbukti bukan omong kosong belaka.
Pasalnya, per pagi ini saja sudah bertebaran berita di media massa tentang banyaknya petugas KPPS di berbagai daerah yang kelelahan bahkan ada yang sampai meninggal dunia.
Melansir dari Kompas, puluhan petugas KPPS di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan dievakuasi ke rumah sakit lantaran jatuh pingsan saat sedang melakukan penghitungan suara Pemilu 2024.
Kabarnya, mereka pingsan usai melakukan penghitungan suara sejak Rabu (14/2/2024) pukul 21.00 WITA hingga Kamis, (15/2/2024) pukul 03.00 WITA. Sehingga, beberapa di antaranya sampai harus mendapat perawatan intensif.
Kemudian melansir dari CNN Indonesia, ada dua orang petugas KPPS yang kabarnya sampai meninggal. Yakni seorang petugas KPPS di Kabupaten Tangerang, Banten bernama Satriawan (44) dan seorang Ketua KPPS di Banyuwangi, Jawa Timur bernama Dul Hanan (50).
Satriawan jatuh pingsan saat proses pemungutan suara berlangsung pukul 16.00 WIB. Ia sempat dilarikan ke klinik terdekat, tapi tak lama kemudian justru mengembuskan napas terakhir.
Sementara Dul Hanan sempat mengluhkan napasnya sesak usai proses penghitungan suara. Ia sempat mendapat perawatan di rumah sakit, tapi akhirnya meninggal dunia.
Reporter: Muchamad Aly Reza
Editor: Agung Purwandono
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News