Pasien perlu tahu ada 21 kategori penyakit yang tidak ditanggung BPJS Kesehatan. Terkadang, pasien salah mengira dan baru mengetahui setelah sampai di fasilitas kesehatan atau rumah sakit.
BPJS Kesehatan merupakan program asuransi kesehatan dari pemerintah yang jadi andalan masyarakat. Sampai sekarang, ada lebih dari 260 juta peserta layanan ini di seluruh Indonesia.
Namun, perlu dipahami bahwa tidak semua keluhan kesehatan dan penyakit mendapat perlindungan dari layanan tersebut. Seringkali, ada pasien yang salah mengira dan baru mengetahui bahwa keluhannya tidak bisa mendapat pelayanan secara gratis di fasilitas kesehatan.
Beberapa permasalahan gigi dan mulut termasuk kategori yang tak dapat tanggungan biaya dari BPJS. Namun, dokter gigi mengakui pada praktiknya memang masih banyak yang tidak mengetahuinya.
“Seperti pembersihan karang gigi atau scalling, banyak pasien yang mengira itu mendapat cover dari BPJS, dulu memang iya tapi sekarang sudah nggak,” ujar drg Ravi Haiban Hajid.
Ravi mengungkapkan, persoalan gigi yang tidak mendapat talangan biaya dari BPJS merupakan aspek perawatan nonpenyakit medis. Penyakit gigi yang ditanggung di antaranya menambal, mencabut, perawatan saraf gigi, hingga kasus gawat darurat.
“Setiap penyakit walaupun sama kasusnya bisa beda perawatan. Jadi coverage BPJS Kesehatan tergantung perawatan,” ungkapnya kepada Mojok Kamis (15/2/2024).
Mengenai itu, contoh yang sering terjadi adalah persoalan cabut gigi. Pencabutan karena terdapat keluhan sakit bisa mendapat penanggungan biaya.
“Tapi untuk kasus ortho atau cabut karena mau pasang kawat gigi itu tidak tertanggung BPJS,” terangnya.
Daftar 21 penyakit yang tidak ditanggung BPJS Kesehatan
Perlu kalian ketahui, ada beberapa kategori penyakit yang tidak mendapat tanggungan BPJS. Hal itu tertuang dalam Peraturan Presiden nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
- Perawatan yang berhubungan dengan kecantikan dan estetika, seperti operasi plastik.
- Perataan gigi seperti behel.
- Penyakit yang berupa wabah atau kejadian luar biasa.
- Penyakit akibat tindak pidana, seperti penganiayaan atau kekerasan seksual.
- Penyakit atau cedera akibat sengaja menyakiti diri sendiri atau usaha bunuh diri.
- Pengobatan mandul atau infertilitas.
- Penyakit atau cedera akibat kejadian yang tidak bisa dicegah, seperti tawuran.
- Penyakit akibat konsumsi alkohol atau ketergantungan obat.
- Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri.
- Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan atau eksperimen.
- Pengobatan komplementer, alternatif, dan tradisional yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian teknologi kesehatan.
- Alat kontrasepsi.
- Perbekalan kesehatan rumah tangga.
- Pelayanan kesehatan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang terdiri dari rujukan atas permintaan sendiri dan pelayanan kesehatan lain yang tidak sesuai peraturan perundang-undangan.
- Pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, kecuali dalam keadaan darurat.
- Pelayanan kesehatan terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja atau menjadi tanggungan pemberi kerja.
- Pelayanan kesehatan yang dijamin oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas yang bersifat wajib sampai nilai yang ditanggung oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas sesuai hak kelas rawat peserta.
- Pelayanan kesehatan tertentu yang berkaitan dengan Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan Polri.
- Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dalam rangka bakti sosial.
- Pelayanan yang sudah ditanggung dalam program lain.
- Pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan manfaat jaminan kesehatan yang diberikan.
Terkadang pilih bayar karena persoalan administrasi
Selain kondisi tersebut, terkadang ada pasien yang memutuskan untuk tidak menggunakan layanan BPJS Kesehatan meski terdaftar sebagai pengguna. Muti (46) misalnya, mengaku pernah rela membayar meski terdaftar sebagai pengguna layanan karena harus menyertakan surat dari kepolisian.
“Saat itu habis kecelakaan, ada retak di tulang rusuk, agar dapat cover dari BPJS harus minta surat dari kepolisian. Jadi ya saya putuskan untuk tidak menggunakannya karena terlalu ribet,” ungkapnya.
Selain kondisi tersebut, menurut Muti, hampir semua keluhan kesehatan keluarga selalu bisa ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Layanan ini memang hadir untuk menjaga keberlanjutan Program JKN-KIS dengan menyeimbangkan antara dana jaminan sosial dan biaya manfaat yang terkendali.
Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Nestapa Perantau di Jogja Rela Bertahan dengan Kos Nyaris Ambruk karena Bapak Kosnya Baik
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News