Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Liputan Ragam

Kebebasan Bersuara Direnggut Gara-gara Cap Terlalu Feminis

Aisyah Amira Wakang oleh Aisyah Amira Wakang
11 Desember 2024
A A
Kebebasan Bersuara Direnggut Gara-gara Cap Terlalu Feminis. MOJOK.CO

ilustrasi - perempuan yang menyuarakan isu kesetaraan gender malah di cap terlalu feminis

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Memperjuangkan hak perempuan di salah satu organisasi kepemudaan bukan hal yang mudah bagi Laras (21). Dia dicap terlalu feminis dan menelan mentah-mentah ilmu dari barat. Karena tidak ingin terus terjerat dari lingkungan itu, dia sampai harus mengundurkan diri dari jabatannya.

***

Sabtu (30/11/2024), Laras menyatakan pengunduran dirinya dari posisi strategis di suatu organisasi kepemudaan. Dia tak tahan dengan budaya patriaki yang ada di dalam organisasi tersebut.

Di era yang sudah modern ini, Laras masih merasakan kekuasaan laki-laki lebih dominan dibandingkan perempuan. Di organisasi kepemudaan itu, kata Laras, perempuan seringkali diancam agar tidak berpendapat, direndehkan, dan dikucilkan dalam rapat pengambilan keputusan.

Meski begitu, perempuan asal Surabaya itu mengaku tak gentar karena dicap terlalu feminis. Dia akan terus menyuarakan hak-hak perempuan sampai anggota-anggotanya yang lain berani bersuara. Walaupun sekarang, Laras sudah keluar dari organisasi tersebut.

Laras berharap pengunduran dirinya tak dinilai sebagai tindakan yang tidak bertanggung jawab, karena dia sudah mengucapkan sumpah saat pelantikan. Dia hanya ingin anggota lainnya sadar bahwa ada kondisi internal dari organisasi yang harus dibenahi.

“Ini bukan sebuah kekalahan atau penyelesaian dakwah, melainkan adanya berbagai faktor yang sudah tidak rasional. Saya tidak ingin bertahan secara terus-menerus pada lingkaran ini, semoga kita semua menuju eudaimonia,” tulis Laras dikutip melalui Instagram pribadinya.

Sengaja membatasi akses perempuan

Laras tak habis pikir dengan berbagai kebijakan dari ketua organisasinya. Padahal, mereka belum lama ini menjabat di organisasi kepemudaan, tapi banyak kebijakan yang menurut Laras sudah menyimpang dari nilai-nilai universal. Bukan lagi berbicara soal feminis.

Misalnya begini, kata Laras, saat menghubungi saya melalui telepon. Pengadaan rapat di organisasi tersebut dimulai pada jam-jam yang tak ramah untuk perempuan.

“Setiap permasalahan itu diselesaikan di meja perkopian, dimulai dari jam 00.00 WIB bahkan 01.00 WIB,” kata Laras.

Meskipun itu hanya rapat internal, tapi Laras merasa tindakan itu sudah tidak profesional. Bahkan, Laras yang juga pengurus inti seringkali tidak dilibatkan.

“Jadi ada kelompok eksklusif yang anggotanya laki-laki semua. Mereka sering ngadain rapat dadakan, dan hasil rapat itu seringkali mengubah semua konsep yang sebelumnya kami buat,” ucap Laras.

Feminis tak boleh bersuara

Baru-baru ini, teman perempuan Laras yang seorang bendahara baru menyadari bahwa uang organisasi yang dipegang oleh ketua umum mereka tiba-tiba raib. Padahal, berdasarkan pencatatan bendahara, uang itu seharusnya tidak berkurang banyak.

“Kerugiannya di bendahara itu sampai Rp5 juta. Di teman-teman sampai Rp7 juta,” ujar Laras.

Iklan

Meski berada dalam kepengurusan inti, Laras maupun bendahara itu merasa pendapatnya sering kali tidak didengar. Sehingga, dia takut mengungkapkan kejadian yang sebenarnya.

Akhirnya, guna menalangi kebutuhan organisasi yang penting dan mendesak, bendahara kerap meminta iuran kepada para anggota. Lambat laun, anggota mulai curiga dan bertanya-tanya, kemana dana internal organisasi selama ini?

“Temanku ini merasa bersalah banget, karena yang disalahkan itu bendahara sama ketuanya, padahal yang ambil itu ketuanya loh,” ucap Laras.

Beberapa teman Laras sudah berulang kali mendesak ketua umum agar menjelaskan ke para anggota, tapi tanggung jawab seolah dilimpahkan semuanya ke bendahara. Laras juga meminta ketua umum agar uang yang dia pegang dikembalikan tapi tidak digubris. Dia malah dicap terlalu feminis.

“Dia sama sekali nggak merasa bersalah walaupun sudah ditekan,” ucapnya. 

Dicap terlalu feminis

Bagaimanapun, dalam suatu organisasi kebijakan dari pemimpin harus selalu ditaati baik itu laki-laki maupun perempuan. Namun, Laras merasa ketuanya saat ini sudah bias gender dalam menentukan keputusan, bahkan sampai mengancam anggota perempuan.

“Jadi kelompok pendukung ketua umum yang kebanyakan laki-laki ini ngancem ke anggota perempuan bilang gini: kalau kamu ngomong, ya nanti urusannya di belakang, jadi mereka takut terlibat,” kata Laras.

Laras pernah membuka diskusi soal keseteraan gender dalam rapat pleno organisasi. Misalnya, ketika organisasi kepemudaan mengadakan suatu acara. Perempuan selalu ditempatkan di divisi logistik seperti konsumsi atau kebersihan. 

“Malah ketua umumku jawabnya gini: aku loh nggak pernah nyuruh perempuan buat angkat-angkat galon di setiap kegiatan, padahal konsep kesetaraan kan bukan terkait hal fisik saja,” ucapnya.

Alih-alih didengarkan, beberapa anggota malah menudingnya terlalu feminis dan mengambil mentah-mentah ilmu barat. Padahal, Laras hanya ingin anggota perempuan dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Selain itu, mereka bisa mengutarakan ide dan pendapatnya dengan berani, tanpa merasa terancam.

“Padahal, konsep kesetaraan tuh nggak hanya dari barat, R.A Kartini pun juga mengajari konsep kesetaraan,” ujarnya.

Penulis: Aisyah Amira Wakang

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA: Feminis di Indonesia Itu Nggak Membenci Laki-laki. Netizen Budiman, Muhasabah Diri Anda, Hei!

Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News

Terakhir diperbarui pada 11 Desember 2024 oleh

Tags: dicap feminishari anti kekerasan perempuankesetaraan genderorganisasi kepemudaan
Aisyah Amira Wakang

Aisyah Amira Wakang

Artikel Terkait

Indonesia krisis fatherless. MOJOK.CO
Ragam

Apresiasi untuk Ayah yang Antar Anak ke Sekolah Hanyalah Perayaan Simbolis, Pemerintah Belum Selesaikan Masalah Utama

15 Juli 2025
rektor perempuan
Kotak Suara

Rektor Perempuan Mulai Banyak Bermunculan, Apakah ini Indikasi Kesetaraan Gender di Kampus Meningkat?

15 Februari 2023
puan maharani menangis
Kotak Suara

Curhat Puan Maharani: Berat Jadi Perempuan di Indonesia

19 Januari 2023
Fatimah az-Zahra, Putri Nabi Muhammad, Adalah Sejatinya Wonder Woman MOJOK
Esai

Fatimah az-Zahra, Putri Nabi Muhammad, Adalah Sejatinya Wonder Woman

26 Desember 2022
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

ugm.mojok.co

UGM Dorong Kewirausahaan dan Riset Kehalalan Produk, Jadikan Kemandirian sebagai Pilar

20 Desember 2025
Kuliah di universitas terbaik di Vietnam dan lulus sebagai sarjana cumlaude (IPK 4), tapi tetap susah kerja dan merasa jadi investasi gagal orang tua MOJOK.CO

Kuliah di Universitas Terbaik Vietnam: Biaya 1 Semester Setara Kerja 1 Tahun, Jadi Sarjana Susah Kerja dan Investasi Gagal Orang Tua

15 Desember 2025
Saat banyak teman langsungkan pernikahan, saya pilih tidak menikah demi fokus rawat orang tua MOJOK.CO

Pilih Tidak Menikah demi Fokus Bahagiakan Orang Tua, Justru Merasa Hidup Lebih Lega dan Tak Punya Beban

15 Desember 2025
Kegigihan bocah 11 tahun dalam kejuaraan panahan di Kudus MOJOK.CO

Kedewasaan Bocah 11 Tahun di Arena Panahan Kudus, Pelajaran di Balik Cedera dan Senar Busur Putus

16 Desember 2025
Atlet panahan asal Semarang bertanding di Kota Kudus saat hujan. MOJOK.CO

Memanah di Tengah Hujan, Ujian Atlet Panahan Menyiasati Alam dan Menaklukkan Gentar agar Anak Panah Terbidik di Sasaran

19 Desember 2025
Bagian terberat orang tua baru saat hadapi anak pertama (new born) bukan bergadang, tapi perasaan tak tega MOJOK.CO

Katanya Bagian Terberat bagi Bapak Baru saat Hadapi New Born adalah Jam Tidur Tak Teratur. Ternyata Sepele, Yang Berat Itu Rasa Tak Tega

18 Desember 2025

Video Terbaru

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025
Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025
Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

14 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.