Sejak bergulirnya Kurikulum Merdeka, banyak kritikan tertuju padanya. Namun, di sisi lain ada banyak implementasi menarik dari kurikulum ini. Salah satunya soal murid bisa keluar kelas saat merasa ngantuk.
Salah satu penekanan dalam Kurikulum Merdeka adalah kehadiran siswa yang dipandang sebagai subjek utama dalam pembelajaran. Tidak sekadar mendengar penjelasakan dari para guru. Sementara guru, punya peran lebih sebagai fasilitator pendamping proses pembelajaran.
Seperti kata Mendikbudristek Nadiem Makarim bahwa keunggulan Kurikulum Merdeka punya keunggulan karena lebih relevan dan interaktif. Murid bisa mendapat kesempatan lebih luas untuk aktif mengeksplorasi isu-isu aktual, misalnya isu lingkungan, kesehatan, dan lainnya untuk mendukung pengembangan karakter dan kompetensi Profil Pelajar Pancasila.
Selain itu, Nadiem berkeyakinan Kurikulum Merdeka akan lebih sederhana dan mendalam lantaran fokus pada materi esensial dan pengembangan kompetensi murid pada fasenya.
Salah satu keunikan di Kurikulum Merdeka adalah implementasi pembelajaran matematika. Dosen Prodi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Reni Dwi Susanti, memaparkan bahwa matematika di Kurikulum Merdeka mendorong siswa menemukan pola sampai menyusun strategi penyelesaian masalah mereka sendiri.
“Mereka diajarkan untuk berpikir kreatif dan logis serta melihat matematika sebagai sebuah proses eksplorasi dan eksperimen. Bukan hanya sebagai kumpulan rumus yang harus dihafalkan,” jelas Reni melansir laman resmi UMM.
Kurikulum Merdeka bebaskan siswa, ngantuk boleh keluar kelas
Menurutnya, agar konsep dalam Kurikulum Merdeka dapat berjalan efektif guru harus punya pola pikir lebih inovatif dalam mengajar. Guru bisa merancang dan melaksanakan sistem evaluasi sesuai kurikulum untuk mengukur pencapaian siswa.
Salah satu contoh kelenturan dalam menerapkan sistem terlihat di SMAN 2 Playen Gunungkidul. Di sana, siswa dapat keleluasaan untuk membuat peraturan kelas sendiri demi bisa menciptakan pembelajaran yang lebih efektif.
Guru dengan siswa bersama-sama menyepakati aturan yang sudah mereka buat. Kepala Kesiswaan SMAN Duplay Imam Mushodo mengatakan, Kurikulum Merdeka membuka ruang bagi pelajar untuk lebih optimal mendalami konsep dan menguatkan kompetensi.
“Misalnya usulan dari anak bahwa selama proses pembelajaran HP (handphone) tidak boleh dinyalakan,” ujarnya melansir Radar Jogja.
Uniknya, ada juga kesepakatan yang mengizinkan siswa boleh keluar kelas jika mengantuk. Imam percaya, hal ini justru akan membuat peserta didik lebih fokus dalam pembelajaran.
Kesepakatan antara guru dengan siswa ini diperkuat dengan pakta integritas yang ditandatangani kedua belah pihak. Kendati begitu, tidak ada hukuman yang memberatkan bagi siswa jika melanggar.
“Kalau ternyata ada yang lupa (melanggar) tidak ada sanksi, cukup dengan saling mengingatkan,” ucapnya.
Kritik terhadap kurikulum ini
Dalam proses pembelajaran, banyak inovasi menarik yang muncul dalam penerapan Kurikulum Merdeka. Namun, di sisi lain ada juga kritikan, terutama dari para guru yang merasa terbebani berbagai persoalan administrasi.
Beberapa beban tambahan yang guru rasakan di antaranya kewajiban mendapatkan sertifikat pengembangan diri di Platform Merdeka Mengajar (PMM). Juni*, bukan nama sebenarnya, persoalan mengisi e-Kinerja di PMM sebenarnya persoalan sederhana saja. Namun, tindak lanjut yang menuntut guru mendapat 32 poin pengembangan diri lah yang ia nilai memberatkan.
“Misalnya satu agenda diklat itu dapat 8 poin. Padahal diklat itu prosesnya panjang dan memakan waktu,” keluhnya kepada Mojok, Senin (29/1/2024).
Menurutnya, keluhan semacam ini banyak keluar dari para guru di sekitarnya. Impelementasi Kurikulum Merdeka di 2024 ini mendorong mereka untuk terus mengejar perolehan sertifikat pengembangan diri padahal tugas utamanya adalah mendidik siswa di kelas.
“Target-target baru ini yang bikin guru pada pusing. Bahkan, tugas utamanya mengajar itu terpinggirkan,” katanya.
Selain Juni, di media sosial beredar juga berbagai keluhan guru seputar Implementasi Kurikulum Merdeka. Kebanyakan, persoalannya memang mengenai beban administrasi guru yang mengakibatkan mereka kewalahan mengajar.
Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News