Kelurahan Keputih Surabaya merupakan tempat bersemainya berbagai perguruan tinggi. Kos di tengah permukiman padat kampung tersebut jadi saksi derita mahasiswa ITS yang terlunta-lunta mengejar kelulusan.
Keputih jadi kampung di Surabaya yang cukup spesial. Pasalnya, di wilayahnya ada sekitar lima perguruan tinggi. Selain ITS, ada Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS), Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, Universitas Hang Tuah, dan Universitas W.R Supratman.
Tak heran jika di sana, kawasannya cukup padat. Mahasiswa dari kampus-kampus tersebut banyak yang ngekos di Keputih Surabaya.
Sehingga, kawasan itu jadi saksi, segelintir mahasiswa yang mengalami kisah getir selama kuliah. Mojok mendengar kisah dari dua mahasiswa ITS yang kuliahnya jauh lebih lama dari harapan. Sampai tujuh tahun. Di saat hampir semua teman jurusan seangkatan lain sudah lulus, di kos daerah Keputih Surabaya mereka kerap menyendiri.
Fian (25) adalah mahasiswa ITS yang sejak 2017 hingga menuju batas waktu akhir masa kuliah pada 2024 ini setia tinggal di daerah Keputih Surabaya. Menjelang masuk semester 14, skripsinya masih jauh dari kata rampung.
“Dari dulu aku ngekosnya di daerah Keputih. Ya dekat kampus dan teman-teman, walaupun sekarang teman seangkatanku sudah lulus semua,” katanya. Kini Fian sedang berjuang menyelesaikan studinya. Menjalani hari-hari sepi di kos.
Selain Fian, ada Mabrur (25) yang agak beruntung sudah lulus awal tahun 2024 ini. Keduanya, teman seangkatan beda jurusan.
Berbagai jenis manusia ada di Keputih Surabaya
Mabrur, selama hampir tujuh tahun di ITS sempat pindah tempat tinggal tiga kali. Pertama di asrama mahasiswa, kedua ngontrak bersama teman, dan pada masa akhir studi ia memilih menyendiri dengan menyewa kos.
“Semua tempat tinggalku ya di daerah Keputih Surabaya,” tuturnya.
Seperti kebanyakan kawasan di sekitar kampus, Keputih juga penuh deretan tempat makan, warung kopi, hingga kios-kios usaha penunjang kebutuhan mahasiswa. Satu sisi hal itu memudahkan mahasiswa mencari kebutuhan.
“Tapi karena banyak warung dan toko, pelanggan pada parkir di pinggir jalan, jadi terasa macet banget kalau jam-jam tertentu,” kelakarnya.
Selain itu, menurutnya keunikan di Keputih adalah keberagaman penduduknya. Ada kalangan Tionghoa, pedagang Madura, dan tentunya orang Jawa.
“Belum lagi ditambah keberagaman perantau yang dari berbagai pulai di Indonesia,” tuturnya.
Dari Keputih, Mabrur sekaligus bisa menyaksikan kesenjangan. Pakuwon Mall Surabaya dan tempat tinggal elite Pakuwon City ada di sisi utara kawasan padat dan tidak beraturan.
“Pokoknya yang kaya ya kaya banget dan yang memprihatinkan juga nggak tanggung-tanggung,” kelakarnya.
Di balik ingar bingar dan dinamika kehidupan di sana, pada masa akhir studi Mabrur merasakan betul rasanya kesepian. Ia merupakan satu di antara empat orang yang lulus terakhir di angkatannya.
Pada akhir 2023 silam saat mengejar ketertinggal skripsi, Mabrur dua pekan nyaris tak keluar kos kecuali untuk makan dan beli kebutuhan. Hari-hari ia lewati dalam kesendirian. Teman sejatinya hanya hp dan laptop. Teman kuliahnya dulu, sudah berpencar menjalani karir dan kehidupan pascakuliah.
Baca halaman selanjutnya…
Kesepian sampai halusinasi di tengah ramainya Keputih