Lepas subuh, suasana di bawah jembatan Lempuyangan—tidak jauh dari Stasiun Lempuyangan Jogja—sudah ramai orang-orang berjaket hijau: driver ojek online (ojol). Beberapa duduk di atas motor sembari memantau ponselnya. Beberapa yang lain duduk-duduk di bawah.
Itu pemandangan yang saya jumpai kala mengantar istri ke Stasiun Lempuyangan, Jogja, pada Selasa (25/3/2025). Setelah keretanya berangkat pada pukul 07.00 WIB, saya putuskan tak langsung mengambil motor untuk kembali ke Ngaglik, Sleman. Saya berjalan kaki menuju Jembatan Lempuyangan.
Ojol makin berkerumun di Jembatan Lempuyangan pada jam-jam tersebut. Seiring dengan kehidupan pagi di Jogja yang mulai bergeliat.
Harapan dari Stasiun Lempuyangan Jogja
Selambat-lambatnya pukul 06.00 WIB, Edi (33) akan keluar dari rumah dengan jaket hijau khas driver ojol. Dia kerap kali memulai hari dari Stasiun Lempuyangan Jogja.
Sebagaimana ojol lainnya, dia akan mangkal di bawah jembatan Lempuyangan. Menyalakan aplikasi. Lalu menunggu penumpang nyantol sambil menyeruput kopi dalam botol yang dia bawa dari rumah.
“Stasiun Lempuyangan itu ibarat pembuka dan penutup,” tutur Edi.

Pembuka, karena seperti yang saya singgung di atas: mobilitas di daerah tersebut terbilang padat. Tidak hanya dari orang-orang yang baru tiba di Jogja melalui Stasiun Lempuyangan. Tapi juga geliat warga sekitar: pekerja, anak sekolah, maupun mahasiswa yang mobilitasnya mengandalkan jasa ojol.
Penutup, sebab biasanya saat kereta tiba malam, para penumpang yang tiba masih akan tetap ramai. Stasiun Lempuyangan, Jogja, bagi Edi, memberi harapan untuk mendapat pundi-pundi rezeki.
“Saya keliling. Beberapa teman ojol ada yang full mangkal di Jembatan Lempuyangan ini. Karena stasiun kan nggak pernah sepi. Kalau habis ngantar ke titik mana, langsung balik ke sini buat nunggu penumpang lain.” Bahkan, kata Edi, ada juga ojol yang dari pagi sampai pagi lagi mangkal di jembatan tersebut.
Yang tiba di Stasiun Lempuyangan Jogja, pasti mencari ojol
Minggu (2/3/2025) kemudian, saya mencoba merekam situasi khusus di pintu kedatangan Stasiun Lempuyangan, Jogja. Tidak ada ojol di sana. Melainkan para ojek pangkalan dan taksi konvensional.
Berjam-jam mereka berdiri. Setiap ada penumpang tiba, bergegas menawari jasa mereka. Sayang, tak satu pun peduli. Orang-orang melalui mereka begitu saja.
Kebanyakan orang-orang yang tiba itu kalau tidak menanti jemputan ya berjalan menuju arah Jembatan Lempuyangan: tempat para driver ojol mangkal. Jadi wajar saja jika akhirnya bawah jembatan Lempuyangan menjadi titik kumpul para driver ojol.
Artinya, pundi-pundi rezeki secara kasat mata mengalir pada para ojol tersebut. Sementara para ojek pangkalan lebih tidak jelas penghasilannya.
Baca halaman selanjutnya…
Saling pengertian dengan tukang ojek pangkalan