Belum lagi, ada data dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) BPS 2023 yang cukup mencengangkan: 29 persen lulusan politeknik telah bekerja sebelum mereka lulus.
Contoh paling nyata Politeknik Pekerjaan Umum, yang pada 2024 lalu melaporkan 85,29 persen lulusannya sudah bekerja dalam waktu kurang dari 6 bulan setelah lulus—dan 99 persen di antaranya bekerja di sektor yang relevan.

Ijazah dianggap “kelas dua” di persaingan kerja yang makin ketat
Di atas kertas, data tersebut memang ngasih unjuk kalau ijazah diploma memang kebal pengangguran. Namun, tak dimungkiri juga kalau di luar sana ada orang lain seperti Iko dan Arkan yang struggle dengan ijazah yang didapatkannya.
Iko sendiri menilai kalau hal-hal seperti ini terjadi lantaran ada persepsi yang menganggap kalau ijazah diploma itu “kelas dua”, alias selevel lebih rendah ketimbang sarjana.
Kondisi makin buruk ketika dihadapkan pada realitas di mana lapangan kerja makin sedikit, dan tenaga kerja yang tersedia terlalu besar.
“Bayangin aja, nyari kerja lagi susah-susahnya, kudu sikut-sikutan, sementara itu ijazah kita ini dianggap kroco. Ya, wassalam aja, siap-siap jadi pengangguran,” ungkapnya, dongkol.
Ia pun berharap pemerintah dan lembaga pendidikan vokasi bisa berbenah. Setidaknya untuk memastikan relevansi kurikulum dengan kebutuhan pasar yang terus berubah. Serta membantu lulusan sepertinya untuk menemukan jalur yang tepat di tengah ketatnya persaingan kerja.
“Karena kalau dibiarin hukum rimba, jelas kita kalah karena dari ‘senjata’-nya aja udah ditumpulin dulu sama sistem,” kata dia. “Rezeki memang sudah ada yang mengatur, tapi bukan berarti kita nggak boleh menuntut kan?,” pungkasnya.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Lulus Kuliah IPK 3,7 tapi Susah Dapat Kerja Gara-gara Tidak Mendengarkan Nasihat Orang Tua atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.









