Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Liputan Ragam

Guru Tak Pernah Benar-benar Merasa Pulang, Raga di Rumah tapi Pikiran dan Hati Tertinggal di Sekolah

Muchamad Aly Reza oleh Muchamad Aly Reza
8 November 2025
A A
Guru tak pernah benar-benar pulang. Raga di rumah tapi pikiran dan hati tertinggal di sekolah MOJOK.CO

Ilustrasi - Guru tak pernah benar-benar pulang. Raga di rumah tapi pikiran dan hati tertinggal di sekolah. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Menjadi seorang guru ibarat bekerja tanpa jam pulang. Guru tak pernah benar-benar bisa merasa pulang. Meski raga sudah berada di rumah, tapi pikiran dan hati kerap kali masih tertinggal di sekolah. Sebab, ada hal-hal yang tak bisa lepas kendati bel tanda jam pelajaran berakhir sudah lama berbunyi.

 

Lihat postingan ini di Instagram

 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Cerita Di Balik Seragam Merah Putih (@guru_esdeh)

Beban moral terhadap anak sendiri

Jam sekolah sebenarnya sudah berakhir sejak pukul 14.30 WIB. Namun, ibu Qolila (16)—seorang guru MA di Sidoarjo, Jawa Timur—baru akan pulang pada pukul 15.00 WIB.

Sore memang menjadi waktu jeda bagi ibu Qolila. Sekadar untuk menonton televisi atau melipat-lipat baju. Pemandangan itu sudah Qolila lihat sejak ia masih SD hingga kini duduk di bangku SMA.

Sepengakuan Qolila, sepanjang hidup ibunya menjadi seorang guru, ia merasa ibunya tak pernah benar-benar bisa menikmati rumah.

Ibu Qolila akan bangun pukul 04.00 WIB untuk masak, mencuci, dan lain-lain. Pukul 06.20-an WIB, ia akan berangkat ke sekolah sampai pukul 15.00. Malam harinya, Qolila merasa amat jarang mendapati ibunya dalam situasi yang benar-benar santai kecuali di malam Minggu.

“Kadang kan ya ngecek tugas siswanya. Tapi kalau malam ibu pasti mencoba mendampingiku belajar, karena kan aku memang nggak satu sekolah sama ibu,” ujar Qolila. “Beban moral kali ya, masa seharian sibuk mendidik anak orang, anak sendiri sampai kelewatan.”

Qolila menyadari itu karena ia melihat, ada kasus saking sibuknya orang tua di sekolah, sampai tak cukup waktu untuk mendampingi anaknya sendiri untuk sekadar belajar. Alhasil, si anak malah nggak karuan.

Guru tak pernah benar-benar di rumah: kepikiran “anak-anak bermasalah”

Kini, ketika Qolila sudah tumbuh remaja, tak jarang ia mendengar kegelisahan dari sang ibu. Di sekolahnya, ibu Qolila memang dikenal sebagai salah satu guru “favorit siswa”. Karena asyik, taletan, dan bisa berbaur dengan siswa model apa pun.

“Kadang ibu itu kepikiran kan, ada anak yang, mohon maaf, nggak pinter. Nilainya jelek terus. Itu ibu juga kepikiran, ini anak harus diapakan ya biar nilainya naik,” tutur Qolila.

Ada juga siswa yang bolak-balik jadi langganan BK. Sering telat lah, bikin onar lah, bolos lah. Kata Qolila, hal-hal semacam itu turut dipikirkan ibunya saat pulang ke rumah.

Iklan

Sebagai seorang guru, ibu Qolila merasa perlu membantu anak-anak itu belajar disiplin dan lebih tertata hidupnya. Karena bagaimana pun ia tidak akan melulu hidap sebagai remaja puber. Tapi kelak akan menghadapi kehidupan orang dewasa.

“Tapi asli, kuakui ibu itu disayang sama siswanya. Karena kalau lebaran rumahku pasti paling ramai. Alumni-alumni juga nggak pada lupa. Katanya kalau ke sekolah, pasti ada alumni yang cari ibu, dan ibu masih hafal wajah dan nama-nama mereka,” kata Qolila.

Bawa pekerjaan ke rumah

Fauzana (26), seorang guru muda di sebuah MI di Tuban, Jawa Timur, juga mengungkapkan hal serupa. Guru itu seperti tak punya jam pulang. Raga di rumah tapi pikiran tetap di sekolah.

Penyebabnya, fauzana secara eksplisit menyebut, ada pekerjaan-pekerjaan sekolah yang mau tidak mau harus dibawa ke rumah. Misalnya, mengecek tugas-tugas atau PR siswa, membuat soal-soal ketika ujian, dan beban-beban administratif lain.

“Apalagi kalau mau kasih rapor. Itu bisa lembur-lembur bikin nilai,” kata Fauzana.

Guru saat di rumah: mikir kondisi siswa

Belum lagi, untuk guru MI seperti dirinya, Fauzana harus benar-benar kreatif. Oleh karena itu, momen di rumah sering ia gunakan untuk riset perihal metode ajar yang efektif dan menyenangkan bagi anak-anak.

“Bebannya itu apalagi kalau tahu ada anak yang hitung-hitungan alot, baca juga masih terbata-bata. Nah, itu harus mikir gimana biar anak-anak bisa nangkep,” jelas Fauzana.

Fauzana juga kerap kepikiran, misalnya ketika ia mengajar lalu melihat anak-anak di kelas malah tampak nglentruk tak bergairah. Kan percuma Fauzana berbusa-busa kalau materi ajarnya tidak masuk di siswa karena mereka tidak antusias belajar.

“Jadi, harus selalu cepet nemu metode baru. Kalau satu metode dipakai terus-menerus, anak-anak nanti bakal bosen-bosen sendiri,” sambungnya.

Nasib guru harus diperhatikan

Cerita yang dibagikan Qolila dan Fauzana bukan dalam rangka sambat dan adu nasib. Bagi Fauzana, setiap profesi pasti memiliki konsekuensi tertentu. Dan memang sudah seharusnya dijalani.

Bahwa misalnya dengan menjadi guru membuat Fauzana dalam situasi “raga di rumah tapi pikiran di sekolah”, sungguh itu bukan masalah.

Fauzana dan Qolila hanya ingin menunjukkan, betapa guru seharusnya mendapat perhatian serius. Nasib mereka harusnya diupayakan layak oleh pemerintah. Karena mereka serius dalam mendidik.

Rumah yang seharusnya menjadi tempat rehat, justru jadi ruang paling intim bagi para guru untuk memikirkan anak-anak didiknya yang mungkin di luar sana tengah sibuk bermain bersama teman atau kumpul-kumpul keluarga.

“Apalagi untuk honorer seperti saya,” kata Fauzana. Kalimatnya terhenti di situ. Hanya nafas panjang yang sudah cukup bisa menjelaskan kondisi yang ia alami sebagai seorang guru honorer.

Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi

BACA JUGA: Berambisi Jadi Dosen biar Terpandang dan Gaji Sejahtera, Pas Keturutan Malah Hidup Nelangsa atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan

Terakhir diperbarui pada 8 November 2025 oleh

Tags: gaji gurugaji guru honorerguruguru honorerpulangrumahsekolahtugas guru di luar sekolah
Muchamad Aly Reza

Muchamad Aly Reza

Reporter Mojok.co

Artikel Terkait

Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO
Ragam

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
Sesal dulu bersikap kasar hingga menghina bapak. Kini ditampar realitas di perantauan dan mewak tiap pulang ke rumah MOJOK.CO
Ragam

Sesal Dulu Sering Kasar dan Hina Bapak, Kini Sadar Cari Duit di Perantauan dan Berkorban untuk Keluarga Tak Gampang!

28 Oktober 2025
Duka bertahun-tahun merantau di perantauan: Rumah tak seperti rumah, pulang bukan sebagai penghuni tapi tamu MOJOK.CO
Catatan

Duka Merantau Lama: Rumah Jadi Tak Seperti Rumah Sendiri, Tiap Pulang Terasa Hanya Sebagai “Tamu” Bukan Penghuni Asli

23 Oktober 2025
PPPK Paruh Waktu, honorer.MOJOK.CO
Ragam

Beban Kerja PPPK Paruh Waktu Mirip ASN, tapi Standard Gaji Honorer: Nasib Guru Muda Makin Tak Jelas

13 Oktober 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
ump diy.MOJOK.CO

Working Poor dalam Bayang-Bayang UMP DIY 2026 dan Biaya Hidup yang Semakin Tinggi

28 November 2025
Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Kuliah Jurusan Pendidikan Bahasa Mandarin di Unesa. MOJOK.CO

Sulitnya Masuk Jurusan Bahasa Mandarin Unesa, Terbayar usai Lulus dan Kerja di Perusahaan Tiongkok

3 Desember 2025
Maybank Cycling Mojok.co

750 Pesepeda Ramaikan Maybank Cycling Series Il Festino 2025 Yogyakarta, Ini Para Juaranya

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.