Dusun Butuh, Desa Sidowarno, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah dikenal sebagai dusun wayang sejak tahun 1950-an. Pandemi Covid-19 sempat menggulung aktivitas perajin wayang di kampung ini.
Namun, kekompakan warganya membuat Dusun Butuh bisa pulih lebih cepat dari krisis yang mereka alami. Bahkan, dusun ini membuat lompatan-lompatan prestasi dalam upaya melestarikan wayang yang menjadi warisan tiga generasi.
***
Awal April 2020, sebagian besar warga Dusun Butuh, Desa Sidowarno, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten tengah berbunga-bunga. Untuk pertama kalinya, kampung mereka akan didatangi wisatawan dalam jumlah besar, 150 orang.
Bukan hanya datang, pelajar SMP dari Jakarta itu akan tinggal selama dua hari satu malam untuk belajar seluk-beluk wayang. Bahkan mereka akan praktik membuat wayang, mulai mengolah bahan baku sampai jadi wayang kulit. Semua sudah dipersiapkan dengan matang oleh warga.
“Kami sudah menyiapkan sekitar 70 rumah warga untuk menjadi homestay. Kami juga sudah siap dengan susunan acara untuk mereka belajar tentang wayang dari A-Z, dari mengolah kulit, sampai jadi wayang,” kata Sunardi Baron (55), Ketua Pilar Wirausaha sekaligus local champion Kampung Berseri Astra (KBA) Solo.
Namun, hati yang semula berbunga-bunga berganti was-was saat mulai ditemukannya kasus pertama Covid-19 di Indonesia. Hingga akhirnya pemerintah secara resmi mengumumkan keberadaan virus itu sebagai bencana nasional pada 13 April 2020.
Efek selanjutnya bukan hanya batalnya rombongan wisatawan tersebut datang ke Dusun Butuh, tapi juga membuat rencana indah kampung di pinggir Bengawan Solo ini berantakan. Sunardi Baron (49) atau akrab disapa Nardi Baron menceritakan itu kepada Mojok, Sabtu 9 November 2024.
Pandemi yang efeknya lebih dahsyat dari krisis ekonomi 1998
Pemilik Baron Wayang ini menggambarkan, datangnya pandemi Covid-19 empat tahun silam lebih parah dari krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada 1998. Di tahun itu, meski ekonomi sulit, warga masih bisa beraktivitas normal. Aktivitas perekonomian juga tetap berjalan meski terseok.
Namun, saat terjadi pandemi segala aktivitas warga dilarang. Segala bentuk kerumunan tidak diperkenankan, apalagi pertunjukkan yang pastinya mengumpulkan massa.
“Kami hidup dari seni pertunjukkan. Dalang-dalang tidak lagi pentas, padahal pesanan kami sebagian besar dari dalang seluruh Nusantara,” kata Nardi Baron.
Kondisi pandemi benar-benar memukul para perajin wayang di Dusun Butuh. Dusun yang saat itu tengah berusaha bangkit dari hantaman krisis ekonomi pada 1998. Sebelum krisis moneter 1998, ada sekitar 200-300 perajin wayang di Dusun Butuh. Saat ini jumlah perajin wayangnya sekitar 80 orang dari sekitar 500 kepala keluarga (KK).
Saat pandemi Covid-19, mereka sampai mengirim orang untuk kucing-kucingan dengan berjualan suvenir wayang di Kota Solo, tepatnya di Jalan Slamet Riyadi. “Wah itu kita bawa tas, isinya suvenir wayang, kita jual door to door. Laku berapa, itu yang kita bagi dengan perajin yang lain,” kata Nardi Baron tertawa mengingat pengalaman waktu itu.
Kube Bima muncul karena cita-cita maju bersama
Kini empat tahun berlalu sejak badai pandemi muncul. Meski awalnya sempat terseok-seok, Dusun Butuh, Desa Sidowarno akhirnya mampu melewati krisis pandemi. Bahkan membuat lompatan-lompatan luar biasa dalam perjalanannya.
Kondisi pandemi yang sulit, membawa ingatan Nardi Baron dan rekan-rekannya pada masa-masa terbentuknya Kelompok Usaha Bersama (Kube) Bima pada tahun 2009. Saat itu Kube Bima terbentuk dari 10 orang perajin wayang yang memiliki pemikiran untuk saling mendukung satu sama lain. Tokoh pewayangan Bima dipilih jadi ikon kelompok tersebut.
Ketua Kube Bima, Mamik Raharjo di lain kesempatan membenarkan apa yang Nardi Baron sampaikan. “Adanya Kube Bima, awalnya karena kita punya cita-cita untuk maju bersama, saling kompak, saling mendukung,” kata Mamik Raharjo.
Mamik mengatakan, awal terbentuk Kube Bima beranggotakan 10 orang perajin yang percaya bahwa kerjasama dan kolaborasi itu akan membuat mereka bisa mengatasi persoalan bersama-sama.
Itu terbukti, 9 tahun kemudian, saat sekitar 20-an perajin wayang sudah bergabung, mereka dilirik oleh Astra International sebagai Kampung Berseri Astra (KBA). Tepatnya pada 11 Agustus 2018, mereka dinobatkan sebagai KBA Solo.
Mereka kemudian mendapatkan berbagai pelatihan, mulai dari sisi manajemen hingga pemasaran. “Kami terbantu karena kami ini kan golongan gaptek, bingung menggunakan teknologi untuk memasarkan produk,” kata Nardi Baron tertawa.
Para perajin mendapat bekal berupa pelatihan-pelatihan dari sistem manajemen, strategi pemasaran hingga bagaimana memperkuat kebersamaan yang sudah terbentuk. Perajin yang tergabung di Kube Bima juga diperkenalkan pada empat pilar KBA yakni pilar pendidikan, kesehatan, lingkungan, dan kewirausahaan.
Menurut Nardi Baron, setiap pilar-pilar itu dengan sendirinya membawa perajin untuk melakukan sesuatu bersama-sama. Para perajin jadi lebih memahami bahwa urusan bisnis tidak bisa berdiri sendiri, tapi saling terkait dengan bidang-bidang yang lain. Secara khusus, salah satu persoalan di Dusun Butuh adalah regenerasi perajin wayang.
Sosok wayang Bima yang mengingatkan “mantra” untuk melewati krisis
Kube Bima yang sebelumnya hanya menjual produk wayang kulit, juga makin tahu potensi-potensi yang ada di desa mereka. Salah satu yang dikembangkan adalah desa wisata. Maka, begitu ada kabar 150 wisatawan akan datang ke dusun mereka, ibarat angin segar di padang gersang. Usaha mereka membuahkan hasil.
Sampai kemudian pandemi Covid-19 membuyarkan semuanya. Pandemi membuat sebagian besar perajin omsetnya nol persen. Tidak ada pendapatan.
Kondisi sulit saat pandemi kemudian disikapi Kube Bima dengan mengingatkan kembali pada sosok ikon mereka. Bima atau Werkudara. “Kenapa namanya Bima, Bima itu tokoh wayang yang karakternya tegas, kuat, tidak goyah oleh apa pun. Jadi kami ingat bahwa kami ini Bima, yang bisa juga dimaknai Bisa Maju. Apa pun masalahnya kami siap menghadapi,” kata Mamik. Frasa itu ibarat menjadi ‘mantra’ untuk melewati krisis apapun yang akan mereka hadapi di masa depan.
Mamik Raharjo dan Nardi Baron juga ingat, saat pertama kali terbentuk, Kube Bima punya motto, “tidak akan bubar oleh apa pun, sampai kapan pun”. Maka ketika pandemi Covid-19 datang, gelora semangat itu justru makin membara. Berbagai upaya mereka lakukan untuk tetap bisa bertahan hidup.
KBA Solo punya kebiasaan berkumpul di tanggal 28 setiap bulannya. Kegiatan rutin tersebut hingga kini jadi ajang untuk semua anggota mengeluarkan uneg-uneg, sekaligus memberikan usulan program. Selanjutnya program yang sudah disepakati dijalankan bersama-sama.
Kube Bima yang lahir karena ingin ada kerjasama antar-perajin
Kube Bima awal berdiri adalah ingin menghilangkan sekat kompetisi antar-perajin. Mereka ingin ada kolaborasi. Maka jika ada satu perajin mengerjakan pesanan wayang, perajin wayang lainnya akan kebagian.
Nardi Baron mengatakan, kolaborasi sangat memungkinkan dikerjakan keroyokan karena proses membuat wayang memungkinkan untuk itu. Mulai dari pengolahan bahan, natah, mulas, ngeluk, sampai wayang jadi bisa dikerjakan oleh orang-orang yang berbeda. Sehingga dengan kolaborasi, semua perajin akan kebagian rezeki.
Motto lain yang dipakai oleh para perajin ini adalah, “kita tidak akan mencari pekerjaan, tapi akan menciptakan pekerjaan.” Maksudnya, apa yang mereka punya dan bisa, itu yang mereka kerjakan, kalau bisa pekerjaan itu juga dirasakan oleh teman-teman lainnya.
“Dari situ kemudian banyak teman perajin yang bergabung, sekarang anggota Kube Bima sekitar 47 perajin wayang, dari sekitar 80 perajin wayang di Dusun Butuh,” kata Nardi Baron. Nardi Baron menambahkan, setelah memiliki predikat sebagai Desa Wisata Wayang, bukan hanya perajin wayang yang bergabung, tapi juga UMKM di Dusun Butuh seperti perajin kayu, perajin payet, kaligrafi, dan kuliner juga ikut bergabung. “Pokoknya segala potensi yang ada di kampung kami data,” kata Nardi Baron.
Prinsip gotong royong benar-benar dilakukan warga. Mamik Rahajo misalnya, sudah memiliki pelanggan tetap yang memesan wayang meski pandemi. Maka, meski wayang itu bisa digarap semua olehnya dan keluarga, pekerjaan itu ia juga bagikan ke perajin wayang lain.
Apa yang mereka lakukan untuk bertahan di masa-masa pandemi mulai menemukan sisi terang di akhir 2021. Secara berturut-turut mereka memenangkan lomba yang diadakan oleh Astra International.
Joglo Omah Wayang untuk seluruh warga Dusun Butuh
Lomba yang menurut mereka paling bergengsi berhasil dimenangkan adalah Juara I Lomba Landmark Tingkat KBA se-Indonesia. Mereka menjadi yang terbaik dari 170 KBA se-Indonesia. “Kami saat itu mengusulkan pembangunan Joglo Omah Wayang. Bukan untuk kami, tapi persembahan untuk warga dusun,” kata Mamik Raharjo.
Menurut Nardi Baron, sebenarnya untuk hadiah dari Astra sebesar Rp250 juta. Saat itu, beberapa perajin mendapat hadiah khusus untuk mengembangkan workshopnya. Perajin-perajin tersebut, termasuk dirinya dan Mamik memutuskan uang tersebut dijadikan satu untuk tambahan biaya pembangunan Joglo Omah Wayang.
“Siapa pun warga yang ingin memakainya, kami persilakan. Joglo ini bukan milik KBA Solo atau Kube Bima, tapi milik warga Dusun Butuh,” katanya.
Menurut Mamik, mengapa KBA Solo memilih membangun joglo, itu disebabkan Dusun Butuh belum punya ruang komunitas. Sebelumnya, kegiatan-kegiatan diselenggarakan di rumah warga. Maka kemenangan itu sangat berarti karena impian mereka untuk membuat ruang publik yang bisa diakses masyarakat bisa terwujud.
Tanggal 13 Juni 2022, jadi hari yang bersejarah bagi warga Dusun Butuh, Desa Sidowarno karena saat itu pihak Astra Internasional meresmikan Joglo Omah Wayang yang sudah lama diidam-idamkan warga Dusun Butuh.
Lomba lain yang dimenangkan adalah sebagai menjadi juara untuk kategori KBA Inovasi. Kemenangan ini diraih karena, KBA Solo berhasil mengembangkan inovasi bukan hanya membuat wayang, tapi berhasil mengembangkan produknya mulai dari suvenir wayang, wayang hias, payet, kaligrafi, kuliner, dan oleh-oleh.
Lompatan prestasi Dusun Butuh usai melewati krisis pandemi
Tahun 2023, lompatan-lompatan prestasi kembali terjadi. Oleh Disporapar Jawa Tengah, Desa Wisata Wayang Sidowarno diikutsertakan dalam Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI). Pada akhirnya Desa Wisata Wayang Sidowarno mendapatkan Juara IV ADWI 2023 Tingkat Nasional dari 7.000 desa wisata di Indonesia yang mengikuti penilaian.
Di tahun yang sama, Desa Wisata Wayang menjadi Juara 3 tingkat Nasional untuk KBA Inovasi untuk kategori Kriya dan Budaya. Di tahun 2023 pula, Desa Wisata Wayang Sidowarno menjadi Juara Desa Terkreatif di Kabupaten Klaten. “Kami jadi yang terkreatif dalam kategori digital kreatif yang dinilai berdasarkan pengelolaan media sosial dan fitur QR Code,” kata Nardi.
Ia menambahkan, bahkan di gapura dusun, pengunjung bisa scan barcode untuk melihat denah para perajin wayang di Dusun Butuh.
Menurut Nardi Baron, banyak lomba lain yang mereka ikuti antara tahun 2023-2024. Baik di tingkat daerah maupun nasional. Hampir semuanya mendapatkan prestasi. Beberapa prestasi tingkat nasional di antaranya, Desa Wisata Wayang Sidowarno menjadi Juara I Lomba Gapura Tingkat Nasional 2024 yang diselenggarakan KBA. “Bahkan di tahun 2024, kami oleh Kemenparekraf terpilih sebagai satu dari enam desa yang berhak mendapatkan program Senandung Dewi Indonesia atau Senandung Desa Wisata Indonesia,” ujar Nardi Baron.
Program Senandung Dewi tersebut diwujudkan dalam sebuah festival yang diberi nama Senandung Dewi Butuh Sidowarno Shadow Puppet Festival yang berlangsung 10-11 Agustus 2024. Berbagai acara digelar dalam acara tersebut seperti pentas wayang kulit, lomba mewarnai wayang, digital wayang animation competition, bazaar UMKM dan lainnya.
“Kami tidak menyangka, animo masyarakat sangat tinggi. Orang-orang banyak yang datang ke kampung kami. Kalau seperti ini, kami optimis bahwa Dusun Butuh, sebagai Desa Wisata Wayang akan tetap lestari,” kata Nardi Baron.
Anak-anak muda yang jadi tulang punggung regenerasi di Desa Wisata Wayang
Harnanda Mita Anggar Sari (22) adalah salah satu generasi muda di Dusun Butuh yang terlibat dalam perkembangan Desa Wisata Wayang Sidowarno. Ia mulai terlibat saat menjadi admin di Kampung Berseri Astra (KBA) Solo atau Dusun Butuh, terutama di divisi kewirausahaan.
Sekitar tahun 2021, mulai dibentuk Desa Wisata Wayang Sidowarno dimana ia bersama dengan 6 anak muda lain yang berusia 20-23 tahun terlibat sebagai admin, konten kreator untuk terlibat aktif dalam promosi Desa Wisata Wayang Sidowarno.
“Saya sendiri bukan berasal dari keluarga perajin wayang, tapi saya dan teman-teman di Dusun Butuh tergerak karena saat pandemi melihat kesulitan yang dihadapi perajin wayang di kampung kami,” kata Mita.
Ia melihat perlu ada inovasi agar perajin wayang tidak hanya mengandalkan dalang sebagai pembeli, karena tidak selalu ada pertunjukkan. Salah satunya adalah dengan membangun desa wisata. Kini, perajin wayang di Dusun Butuh, tidak lagi hanya mengandalkan dalang-dalang saya yang akan membeli wayang mereka. Ada banyak program untuk wisatawan yang sudah disiapkan.
Wisatawan yang berkunjung mendapat tawaran paket seperti Paket Amerta yang hanya dengan Rp40 ribu, pengunjung bisa ikut workshop ngerok (kulit untuk bahan wayang), workshop menatah wayang, workshop sungging sampai praktik melukis wayang kertas. Ada juga Paket Ganesha dan Paket Bathara Wisnu yang menawarkan workshop lebih lengkap terkait wayang.
“Satu lagi motivasi saya terlibat, wayang itu kan sudah ditetapkan UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda dari Indonesia, jadi harus dilestarikan, dan kalau bukan kita yang anak muda ini, siapa lagi,” kata anak muda yang baru menyelesaikan pendidikannya di Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS).
Penulis: Agung Purwandono
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA Wayang Khalifah, Cara Seorang Guru SMA di Bantul Kenalkan Superhero Muslim
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News