Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Liputan Ragam

Salah Paham terhadap Banyuwangi, Selalu Dicap Daerah Angker dan Kota Santet padahal Nyaman Banget Ditinggali

Muchamad Aly Reza oleh Muchamad Aly Reza
15 Agustus 2024
A A
Banyuwangi dengan Alas Purwo Dicap Daerah Angker dan Kota Santet, padahal Nyaman buat Pensiun MOJOK.CO

Ilustrasi - Banyuwangi dengan Alas Purwo dicap daerah angker dan kota santet, padahal nyaman buat pensiun. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Banyuwangi dengan alas Purwo-nya selama ini mendapat label sebagai kota santet dan daerah angker di Jawa Timur. Padahal, kota berjuluk The Sunrise of Java itu menjadi tempat nyaman untuk tinggal hingga menua.

***

Ketika mendengar nama “Banyuwangi”, beberapa orang lantas memvisualisasikan sebagai daerah yang kelam dan mencekam. Seperti gambaran desa dalam film-film horor.

Hal tersebut tidak lepas dari label yang sudah kadung melekat pada kota di ujung Jawa Timur tersebut: kota santet hingga daerah angker. Apalagi di sana ada Alas Purwo yang konon merupakan kerajaan jin dan tempat pembuangan demit-demit dari seantero Jawa.

Ketagihan ke Banyuwangi

“Kamu kok seneng banget bolak-balik Banyuwangi?” Begitu tanya seorang teman.

Dulu ketika masih di Surabaya, kalau ada sisa uang cukup, saya biasanya menggunakannya untuk menuju Banyuwangi. Awalnya memang untuk wisata ke beberapa destinasi. Setelahnya, saya ke Banyuwangi ya hanya sekadar ingin menikmati kotanya saja. Menginap di rumah singgah (gratis), ngobrol dengan banyak traveller, lalu muter-muter untuk kulineran.

Pertanyaan tersebut kemudian berkembang menjadi pandangan aneh kenapa saya memasukkan Banyuwangi ke dalam daftar daerah impian saya untuk menua selain Pacet, Mojokerto.

Pilihan saya tak umum dari teman-teman saya. Sebab, kebanyakan mereka menyebut Wonosobo, Jogja, hingga Purwokerto sebagai tempat pensiun ideal. Pilihan menua di Banyuwangi terkesan aneh karena dalam benak mereka sudah tergambar suasana penuh hal mistis di kota tersebut.

Saat di Banyuwangi, saya memang beberapa kali bersinggungan dengan kejadian mistis. Tapi bukankah hal semacam itu lumrah juga terjadi di daerah-daerah lain? Jadi saya tak begitu menganggapnya sebagai masalah.

Saya ketagihan main—hingga bercita-cita menua—di sana karena saya menemukan rasa tenang dan hening yang sulit ditemukan di daerah lain karena terus bergerak menjadi kota urban. Ritme hidup yang pelan, kondisi daerah yang masih asri, banyak spot juga untuk menenangkan diri: pantai, gunung, bukit, dan lain-lain.

Banyuwangi tak ingkar janji

Delia (24), alumnus kampus Surabaya, dengan puitis menyebut kota yang terkenal dengan Alas Purwo itu dengan adagium “Banyuwangi tak ingkar janji”.  Sama seperti saya, Delia jatuh hati pada kunjungan pertamanya ke Banyuwangi saat menjalani KKN dulu.

Ia pun tak pernah punya pikiran buruk soal Banyuwangi. Melihat postingan di Instagram betapa indahnya kota tersebut, asosiasi sebagai daerah angker langsung lenyap di kepalanya.

“Selama di sana aku juga nggak pernah merasakan hal horor. Aku menikmati suasananya. Bener-bener hening. Sangat cocok buat slow living,” tuturnya, Rabu (14/8/2024) petang WIB.

“Bener-bener tak ingkar janji. Kupikir keindahan yang dijanjikan di Instagram hanya hasil editan. Tapi memang bener-bener indah,” sambungnya.

Iklan

Usai KKN itu, ia lalu menjadi lebih sering ke Banyuwangi. Bedanya dengan saya, ia sudah membuat list tempat-tempat wisata di sana yang hendak ia kunjungi.

Cerita betapa nyamannya KKN di Banyuwangi membuat beberapa adik tingkatnya di kampus juga berharap bisa mendapat tempat KKN di sana. Untuk mengonfirmasi, apakah Banyuwangi memang tak ingkar janji?

“Satu tahun lalu, adik tingkatku ada yang sampai nangis gara-gara KKN-nya nggak dapat di Banyuwangi,” tutur perempuan asal Sidoarjo tersebut.

Alas Purwo dan keangkeran yang mengganggu

Sebagai orang asli Banyuwangi, Farhan (27) merasa sangat terganggu setiap kali kenalan dengan orang luar daerah. Sebab, ketika ia mengaku berasal dari kota berjuluk “Kota Gandrung” tersebut, respons orang-orang pasti terkejut.

“Wuh, jangan disantet loh, Mas.” Begitu jawaban yang umum Farhan dengar. Ia hanya bisa tersenyum kecut. Ia tahu maksud mereka hanya bercanda. Tapi, dasar dari mana mereka mengasosiasikan bahwa semua orang Banyuwangi pasti ahli santet?

“Sering juga diminta cerita yang serem-serem. Ditanya Alas Purwo itu seangker apa? Lama-lama keganggu juga,” tutur pemuda yang kini sedang studi S2 di Jogja tersebut.

Tak ada yang menyeramkan

Lahir dan tumbuh di Banyuwangi, ia menyaksikan bahwa aktivitas masyarakat sebenarnya ya normal-normal saja seperti di daerah lain. Tidak kok berhubungan dengan hal-hal mistis.

Jika membicarakan aspek budaya, di Banyuwangi memang masih kental dengan tradisi atau budaya berbau Kejawen. Misalnya menaruh sesajen di bawah pohon keramat dan sejenisnya (banyak terlihat di area Alas Purwo Banyuwangi). Namun, tidak serta merta bisa disimpulkan kalau di sana jadi sarang demit. Karena sesajen bisa juga bermakna mensyukuri pemberian alam oleh Tuhan YME.

“Dan nggak setiap orang Banyuwangi itu tukang santet, itu yang perlu dicamkan,” tegas Farhan. Selebihnya, ia sendiri menilai bahwa sejauh ini Banyuwangi adalah tempat pulang terbaik.

Ia pernah kuliah S1 di Surabaya. Kota yang padat dan penuh ketergesa-gesaan. Sehingga pulang ke kampung halamannya menjadi semacam relaksasi, kembali dalam hening dan roda hidup yang melamban.

Lalu kini, saat ia studi di Jogja sebagai daerah yang konon ideal untuk pensiun, bagi Farhan ternyata tak seideal Banyuwangi. Ia begitu mencintai kota kelahirannya tersebut dan sangat tak keberatan jika kelak harus menua di sana.

Hal senada juga diungkapkan oleh kontributor Terminal Mojok Rino Andreanto. Banyuwangi mungkin saja berlabel daerah angker. Tapi menurutnya, kota kelahirannya tersebut sangat layak masuk daftar tempat pensiun ideal. Ia membeber alasannya dalam artikel berjudul “Banyuwangi Seharusnya Masuk dalam Daftar Tempat Pensiun Paling Enak“.

Riwayat pembantaian dukun santet

Melansir dari berbagai sumber pemberitaan, Banyuwangi kemudian lekat dengan santet bermula dari pembantaian dukun sentet pada medio 1998. Saat itu tanpa motif yang jelas, tiba-tiba terjadi pembantaian oleh sosok tak dikenal—berjubah hitam bak ninja—menyasar nama-nama yang diduga memiliki kekuatan magis (mereka lalu disebut dukun santet).

Waktu itu, Bupati Banyuwangi Purnomo Sidik mengirim radiogram kepada seluruh jajaran aparat pemerintah dari camat hingga kepala desa untuk mendata orang-orang yang dianggap dukun santet.

Radiogram itu dikeluarkan oleh bupati pada 6 Februari 1998. Sejatinya, pendataan itu dilakukan untuk memberi perlindungan kepada orang-orang yang diduga merupakan dukun santet di Banyuwangi. Namun yang terjadi justru sebaliknya.

Radiogram bocor. Lalu tiba-tiba muncul kelompok yang memburu dan membantai daftar nama-nama berlabel dukun santet tersebut. Sepanjang Februari-September 1998, ada ratusan orang yang terbantai. Karena kemudian tidak hanya menyasar nama-nama yang terdaftar, tapi semakin luas dan membabi buta.

Sialnya, salah satu pelanggaran HAM berat Indonesia itu tak kunjung terusut tuntas hingga saat ini. Yang tersisa justru label “kota santet” yang terus melekat hingga sekarang. Padahal, belum jelas juga bagaimana label “dukun santet” tersebut tersemat dan apa alasan menghalalkan darah mereka.

Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Hammam Izzuddin

BACA JUGA: Bertahun-tahun Tinggal di Desa Sarang Tuyul, Cuma Bisa Waswas Uang Hilang Setiap Saat karena Tak Punya Banyak Pilihan

Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

 

 

 

 

Terakhir diperbarui pada 15 Agustus 2024 oleh

Tags: Alas Purwobanyuwangidaerah angkerdukun santetkota santetninjapembantaian dukun santet banyuwangitempat pensiun
Muchamad Aly Reza

Muchamad Aly Reza

Reporter Mojok.co

Artikel Terkait

Pengalaman 22 Jam Naik Kereta Api Membelah Pulau Jawa MOJOK.CO
Otomojok

Pengalaman Dianggap Nekat dan Gila ketika Menempuh Nyaris 22 Jam Naik Kereta Api dari Ujung Barat Pulau Jawa Sampai ke Ujung Paling Timur

24 November 2025
Hal-hal baik di Stasiun Banyuwangi Kota MOJOK.CO
Catatan

Kesan Tak Terlupakan di Stasiun Banyuwangi Kota, Nginep Gratis Berhari-hari hingga Barang Hilang yang Lekas Kembali

16 Januari 2025
Penambang Kawah Ijen Tak Puasa Demi Baju Lebaran Anak MOJOK.CO
Catatan

Perjuangan Penambang Belerang Kawah Ijen Banyuwangi Demi Baju Lebaran Anak Istri, Puasa-puasa Tetap Naik Turun Gunung Memikul Ratusan Kg Hasil Tambang

11 Maret 2024
Menggiurkannya Jadi LC di Banyuwangi, Pendapatannya Lebihi UMP Jawa Timur MOJOK.CO
Liputan

Di Balik Dunia LC di Banyuwangi, Pendapatannya Lebihi UMP Jawa Timur

3 Oktober 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
Gowes Ke-Bike-An Maybank Indonesia Mojok.co

Maybank Indonesia Perkuat Komitmen Keberlanjutan Lewat Program Gowes Ke-BIKE-an

29 November 2025
Judi Online, judol.MOJOK.CO

Pengalaman Saya 5 Tahun Kecanduan Judol: Delusi, bahkan Setelah Salat pun Doa Minta Jackpot

2 Desember 2025
Menanti kabar dari keluarga, korban bencana banjir dan longsor di Sumatera. MOJOK.CO

‘Kami Sedih dan Waswas, Mereka seperti Tinggal di Kota Mati’ – Kata Keluarga Korban Bencana di Sumatera

1 Desember 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Relawan di Sumatera Utara. MOJOK.CO

Cerita Relawan WVI Kesulitan Menembus Jalanan Sumatera Utara demi Beri Bantuan kepada Anak-anak yang Terdampak Banjir dan Longsor

3 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.