Ia tak bisa bohong, ada “beban lahir” yang harus ia pikul. Termasuk memastikan segala kebutuhan anaknya, seperti bayar uang kos, biaya kuliah, uang saku, dan printilan lainnya.
“Wah, yang namanya orang tua ya harus siap kalau urusan keluar duit, Mas,” tawa Safiq, sedikit melepas rasa galaunya.
Namun, di luar “beban lahir” yang disebut tadi, ia juga memiliki “beban batin”. Menurutnya, beban batin inilah yang terus menghantuinya, sampai beberapa kali bikin dia susah tidur.
“Anak saya ini kan perempuan, Mas. Siapa coba bapak yang tega melepas anaknya ke perantauan yang hidupnya serba bebas, jauh dari pengawasan. Jujur, saya takut banget ketika memikirkannya,” ujar dia.
Anak kuliah di PTN, ortu khawatir anaknya “terjerumus” pergaulan bebas
Safiq mengaku bukannya dia tak percaya dengan putrinya. Ia seratus persen yakin anaknya bisa menjaga diri dari hal-hal yang negatif.
Namun, kalau berkaca dari apa yang dia lihat di Jogja, kehidupan mahasiswa begitu bebas. Bahkan bebas yang sudah di luar batas.
Misalnya, main sampai larut malam, bahkan ada yang membawa pacar ke kosnya. Jujur saja, pemandangan itu selalu membuatnya khawatir, meskipun kini ia harus menghadapi kenyataan bahwa anaknya akan segera berada di kota yang jauh darinya.
“Khawatir, Mas. Kalau Jogja yang katanya kota pelajar saja sebebas itu, bagaimana Bandung. Takut anak saya terjerumus,” katanya.
Dirinya bahkan kerap memikirkan berbagai hal agar tetap bisa memantau anaknya di perantauan. Seperti menitipkan ke saudara, atau bahkan menyuruh sepupunya untuk ikut ke Bandung menemani anaknya.
Sayangnya karena satu dan lain hal, rencananya itu tak bisa ia jalankan.
“Bilang aku orang tua yang keras, Mas. Nggak apa-apa. Tapi nggak ada orang tua yang nggak khawatir sama anaknya di luar sana. Apalagi makin ke sini pergaluan anak muda semakin bebas,” pungkasnya.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Kisah Dua Wajah Mahasiswa di Kota Pelajar Jogja: Alim di Desa, Kumpul Kebo di Kota Demi Hemat atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.












