Mudik lebaran sudah menjadi tradisi di Indonesia. Bertemu keluarga setelah lama tinggal di perantauan, selalu jadi momen yang ditunggu. Namun, bagi sebagian mahasiswa di Jogja, ada banyak alasan untuk tidak pulang kampung. Bukan karena tak rindu, tapi mereka hanya merasa malu karena gagal dalam perkuliahan. Di antara mereka ada yang enggak lulus-lulus, DO, bahkan bikin kecewa keluarga karena terlilit pinjol.
***
Hari pertama Bulan Puasa baru saja dimulai. Namun, obrolan soal mudik lebaran sudah ramai terdengar. Di grup Facebook Keluh Kesah Ngampus (KKN), misalnya, banyak mahasiswa yang mengaku tak siap pulang mudik karena takut dengan pertanyaan macam-macam dari orang tua.
Ilham Adi (20), salah satu mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (UNJ) asal Medan yang Mojok hubungi, mengaku masih fifty-fifty apakah harus mudik lebaran tahun ini apa tidak. “Soalnya takut ditanya-tanya soal skripsi. Belum siap aja,” akunya, Senin (11/3/2024) malam.
Namun, selain alasan klise “belum siap dapat pertanyaan macem-macem”, ada problem ekstrem lain yang bikin mahasiswa di perantauan enggan buat mudik. Mojok mewawancarai Fuad (26), salah satu mahasiswa PTN Jogja asal Bengkulu yang sudah empat kali lebaran tidak mudik. Ia bahkan melebihi Bang Toyib yang baru tiga kali puasa, tiga kali lebaran enggak pulang-pulang.
Enggan mudik karena malu beasiswa dicabut dan “kuliahnya terlupakan”
Jika Ilham malu buat mudik lebaran karena belum punya progres skripsian, lain halnya dengan Fuad. Eks mahasiswa PTN Jogja ini tak punya muka bertemu orang tua karena telah dinyatakan DO dari kampusnya. Parahnya lagi, ia sempat menutupi hal tersebut dari orang tuanya.
Pada 2022 lalu, Fuad mengundurkan diri dari kampusnya. Tentu, itu bukan kemauannya, tapi atas bujukan kampus. Eks mahasiswa Fakultas Ekonomi ini DO setelah dua tahun lebih tak masuk kuliah. “Gara-gara stres, Pandemi enggak ngapa-ngapain, kuliah pun juga enggak bisa,” ungkapnya kepada Mojok, Senin (11/3/2024) malam, mengenai alasannya tak masuk kuliah lagi.
Fuad adalah mahasiswa angkatan 2015. Ia merupakan peserta beasiswa Bidikmisi, yang mana selama delapan semester uang kuliah dan biaya hidupnya sudah ditanggung pemerintah. Sayangnya, Fuad yang harusnya bisa lulus maksimal 2019 justru molor karena ada beberapa mata kuliah yang mengulang. Dia pun baru mulai skripsian pada awal 2020.
Celakanya, ia mengalami banyak masalah. Salah satunya, Fuad tak bisa jujur ke orang tua kalau beasiswanya sudah dicabut. Dengan demikian, mau tak mau ia harus minta uang buat membayar uang kuliah. “Tapi enggak mungkin aku lakuin karena orang tuaku dua-duanya hanya pedagang di pasar. Apalagi pandemi bikin pemasukan seret,” akunya.
Alhasil, semester itu Fuad memutuskan cuti untuk bekerja. Dengan rencana kalau uang sudah terkumpul dia akan memakainya buat membiayai kuliahnya sendiri semester berikutnya. Bayang-bayang tak bisa mudik lebaran, saat itu, juga masih jauh dari angan-angannya.
Pandemi malah bikin Fuad ketagihan pinjol
Sialnya, istilah “cuti” yang Fuad ambil, sekadar tak kuliah saja tanpa memasukan surat cuti ke dekanat. Alhasil, beban uang kuliahnya semester tersebut masuk ke tanggungan kuliahnya. Ini menjadi masalah baru.
Selain itu, masalah lain juga muncul. Nyatanya, cari kerja saat pandemi tak segampang yang ia kira. “Bodoh juga sih aku. Pas orang-orang pada kehilangan pekerjaan gara-gara Covid aku malah nyari kerja,” ujar mahasiswa asal Bengkulu ini.
Selama berbulan-bulan, Fuad akhirnya cuma bisa terkatung-katung. Kuliah enggak, kerja pun juga belum. Hari-harinya hanya ia isi dengan rebahan di kosan, main HP, sambil kelaparan karena tak ada pemasukan.
Buat bertahan hidup, Fuad pun terpaksa pinjol. Jalan ini adalah satu-satunya opsi yang bisa dia ambil lantaran butuh uang buat makan dan bayar kos. Mau jujur ke orang tua kalau lagi susah, malunya sampai ke ubun-ubun.
“Celakanya, sih, karena enggak kerja jadi pinjol lagi. Jadi aku pinjol di aplikasi lain buat lunasin di aplikasi sebelumnya. Gitu aja terus,” terangnya.
Nominal rupiah yang jadi tanggungan Fuad sudah tak terhitung lagi. Jumlah aplikasi tempatnya meminjam duit juga sudah belasan. Kalau dia perkirakan, mungkin total utang yang dia terus “gali lubang tutup lubang” sampai belasan juta.
Pada lebaran tahun tersebut, Fuad memutuskan tak mudik dengan dalih Covid-19 yang lagi mengganas. Alasan itu bisa jadi benar. Namun, alasan utamanya tak mudik sebenarnya lebih karena belum siap ditanya orang tua soal kelulusannya.
Untuk pertama kali sepanjang hidupnya, Fuad tak mudik. Ia sendirian, seorang diri merayakan lebaran di perantauan.
Kerja demi lunasi pinjol hingga melupakan kuliahnya
Pada awal 2021, Fuad mendapatkan sedikit angin segar. Salah satu kenalannya mengajaknya kerja di sebuah foodcourt Mal di Jogja. Bayarannya memang tak seberapa, karena kedai tersebut juga memang lagi sepi akibat PPKM. Namun, sekadar buat bertahan hidup, masih cukup. Fuad juga bertekad menyisihkan sebagian upahnya buat melunasi pinjol.
Sayangnya, karena terlalu sibuk bekerja–bahkan ia mengaku pernah sampai 12 jam sehari–Fuad melupakan kuliahnya. Di kepala mahasiswa yang sudah setahun tak mudik ini, yang ada saat itu hanya tentang bertahan hidup dan melunasi tagihan. Prinsipnya, jangan sampai pinjol menghubungi orang tuanya yang saat itu dengan bodohnya ia jadikan kontak darurat. Kalau sampai debt collector menghubungi orang tuanya, kelar nasibnya.
“Urusan skripsian waktu itu sama sekali udah hilang aja,” ujarnya.
Perhitungan Fuad ternyata salah. Gajinya cuma cukup buat makan sehari-hari saja. Tagihan pinjolnya beberapa sudah ada yang jatuh tempo. Alhasil, debt collector hampir tiap hari menghubunginya, yang hanya bisa dia jawab dengan perasaan waswas.
Hal yang tak pernah ia inginkan akhirnya kejadian juga. Orang tuanya menelpon sambil menangis. Katanya “ada pihak bank yang menagih utang sebesar Rp12 juta” ke orang tuanya. Dengkul Fuad lemas. Ia tak bisa berkata-kata lagi. Jangankan kepikiran buat mudik, pulang saat itu juga sama sekali tak pernah masuk dalam rencananya meski di perantauan nasibnya mobat-mabit.
Orang tua melunasi utang dan meminta mudik, tapi rasa malunya nempel seumur hidup
Hal yang bikin Fuad menangis adalah, dalam situasi genting itu orang tuanya masih menunjukkan perasaan sayang kepadanya. Mereka sama sekali tak menghakimi tindakan bodoh Fuad. Bahkan, mereka juga bakal mengupayakan buat melunasi utang-utang tersebut.
“Ibu cuma bilang, ‘pulang, kalau ada masalah besar di kota, mending pulang. Jangan dipaksain berjuang sendirian. Usahain lebaran nanti mudik, kami yang belikan tiket’,” kata Fuad menirukan ibunya. “Kata-kata itu bikin aku lemes. Aku ngiranya ibu bakal marah, ternyata malah mengasihani aku.”
Gara-gara kejadian tersebut, Fuad jadi tak punya muka lagi. Meski dia juga tahu kalau pun ia pulang orang tuanya bakal tetap menerimanya lagi. “Tapi karena udah sangat malu, mending aku bertahan di sini aja.”
Hari-hari pun Fuad jalani dengan penuh kekosongan. Utang pinjol memang lunas, tapi beban rasa malu tujuh turunan ada di pundaknya. Terlebih, pada awal 2022 kampus memanggilnya untuk merekomendasikan pengunduran dirinya. Ia pun makin ada alasan untuk tidak pulang.
“Makin bingung menjelaskan ke orang tua kalau aku udah DO. Makin mantep alasanku buat enggak mudik,” tegasnya.
Kini, tercatat sudah empat kali lebaran Fuad tidak mudik. Lebaran 2020 tidak mudik karena alasan pandemi, dan 2021, 2022, 2023 karena malu menghadap orang tuanya.
Sehari sebelum memasuki bulan puasa 2024 kemarin, saya bertanya kepada Fuad, apakah tahun ini dia akan pulang buat mudik lebaran? Sebab, orang tuanya pasti sangat merindukannya setelah lima tahun tak berjumpa. Toh, meskipun masih kerja di tempat lama, gajinya kini sudah lumayan. Tentu uang bukan masalah bagi dia sekarang.
“Tergantung harga tiket pesawat, hahaha,” jawabnya, guyon. “Semoga saja batinku kuat buat bertemu mereka. Aku ngumpulin niat dulu sebulan ke depan buat berani mudik,” pungkasnya.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Kesedihan Mahasiswa Jogja yang Pernah Makan Sampah Gara-gara Bidikmisi Telat Cair
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.