Bantul daerahnya terisolasi
Kalau kata Atfi, salah satu kawan saya dari komunitas, vibes Bantul itu udah beda dari daerah lain di Jogja. Perjalanan ke sana pun rasanya “sudah seperti motoran ke Purworejo”, saking jauhnya, kata dia.
Hal ini juga diamini Fany, yang bahkan menyebut Bantul sebagai daerah terisolasi. “Terisolasi” yang dia maksud di sini adalah jauh dari modernitas, jauh dari pusat-pusat keramaian kota, dan lokasinya berada di pinggir banget.
“Ini guyon aja sih, Mas. Kata temen-temenku kalau ke Bantul itu rasanya udah masuk portal ke dunia lain,” candanya.
Pernyataan Fany itu mungkin ada benarnya juga. Sebab, Bantul memang jauh dari pusat-pusat komersial dan hiburan seperti mal. Di sana memang tak ada mal. Jadi, kalau warga Bantul ingin shopping atau nonton mereka harus ke Jogja atau Sleman terlebih dahulu.
Ya, karena enggak ada yang merekomendasikan tempat bukber di Selatan
Alasan ketiga dari Fany ini bisa jadi diskriminatif karena seolah tak mewakili suara orang-orang Bantul. Kata Fany, dalam setiap pengambilan keputusan soal lokasi bukber, nyaris tak ada yang merekomendasikan tempat makan di Bantul.
“Entah karena emang enggak ada yang asyik, atau emang di Sleman kebanyakan pilihan tempat yang enak. Jadi yaudah tiap bukber ke utara aja. Teman-temanku yang Bantul biasanya nurut-nurut aja,” kata Fany.
Namun, ini jelas berbeda dengan apa yang Annisa sampaikan. Menurut Nisa, sapaan akrabnya, dia sebagai “perwakilan” orang Bantul sudah kerapmenawarkan opsi yang lebih bijak. Misalnya, memilih tempat bukber yang lokasinya di tengah-tengah Kota Jogja. Jadi, teman-temannya yang dari utara maupun dirinya yang di selatan mendapat “keadilan”. Sayangnya, opsi ini selalu ditolak.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Agung Purwandono
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News.