Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Liputan Mendalam

Mangrove, Garda Terdepan Ketahanan Pangan Pesisir Semarang yang Masih Diabaikan

Ahmad Effendi oleh Ahmad Effendi
16 Oktober 2025
A A
Mangrove, Garda Terdepan Ketahanan Pangan Pesisir Utara Jawa.MOJOK.CO

Ilustrasi - Mangrove, Garda Terdepan Ketahanan Pangan Pesisir Utara Jawa (Mojok.co/Ega Fansuri)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Pada 2012, presenter Jejak Petualang Medina Kamil pernah terdampar di tengah hutan mangrove saat syuting di sebuah pulau terpencil di Maluku. Kamera berhenti merekam, kru terpisah, dan hari mulai gelap. Di tengah rasa lapar dan panik, ia menemukan “buah-buah aneh” bergelantungan di dahan pohon yang akarnya mencengkeram lumpur.

Buah itu gemuk, mirip pisang batu, dengan kulit tebal berwarna hijau kehitaman. Saat digigit, rasanya sepat dan sedikit asam. Getirnya menempel di lidah, tapi tak menimbulkan mual. Dalam kondisi terdesak, ia memakannya perlahan, berharap tubuhnya tak bereaksi buruk.

Medina tak tahu buah apa yang baru saja ia makan. Baru setelah dievakuasi dan selamat, ia mengetahui dari warga setempat bahwa buah misterius itu adalah lindur, salah satu jenis mangrove Bruguiera gymnorhiza yang sejak lama dikenal masyarakat pesisir sebagai sumber pangan darurat.

Namun, jauh sebelum kisah itu ia sampaikan dalam sebuah seminar nasional di Jepara pada 2012, lidah masyarakat pesisir utara Jawa sudah tak asing dengan rasa buah tersebut. 

“Lho, lindur itu makanan masa kecil saya,” kata Mufidah (56), warga Desa Mangunharjo, Kecamatan Tugu, Semarang, saat ditemui Mojok, Sabtu (26/9/2025).

mangrove.MOJOK.CO
Bruguiera gymnorrhiza, kerap disebut lindur atau putut, adalah jenis mangrove yang sudah sejak lama dikonsumsi warga pesisir sebagai pengganti karbohidrat. (Mojok.co/Ahmad Effendi)

Di belakang rumahnya, Mufidah menjemur adonan tepung berwarna cokelat muda. Tepung itu bukan dari singkong atau sagu, melainkan dari mangrove. Di sana juga terdapat beberapa jenis mangrove lain yang menunggu buat diolah.

“Dulu, waktu saya kecil, ibu saya sering merebus buah mangrove buat dimakan. Kalau putut (lindur), itu jadi tepung,” kenangnya. “Tapi jenis paling sering kami makan itu brayo api-api (Avicennia marina). Kadang dikrawu, dimakan pakai parutan kelapa, kadang juga dijadikan kolak pas Ramadan.”

Sejak kecil, Mufidah tahu, tak semua mangrove bisa langsung dimakan. Secara turun temurun, lewat mulut ke mulut, masyarakat sudah aware dengan kandungan racun di dalamnya. Namun, para orang tua kala itu juga sudah paham caranya mengolahnya agar aman.

Biasanya, buah mangrove (baik lindur maupun brayo api-api) yang telah dikupas akan direbus berkali-kali, kemudian direndam beberapa hari, lalu dijemur hingga kering. Persis dengan cara pembuatan gaplek di Gunungkidul. Proses itu bisa memakan waktu lima hingga tujuh hari. Hasilnya, buah yang tadinya getir berubah menjadi lunak dan aman disantap.

Pada 1970-an, ketika Mufidah masih belia, Semarang bagian utara pernah mengalami kelangkaan pangan. Di masa-masa genting itu, warga berbondong-bondong masuk ke hutan mangrove mencari buah lindur dan brayo api-api. 

Ibu-ibu menumbuk lindur menjadi adonan, menjemurnya di tikar pandan, lalu mengolahnya menjadi bubur atau kue sederhana. Sementara brayo api-api, diolah lebih sederhana menjadi krawu, mirip gatot singkong yang umum dijumpai di Gunungkidul dan Wonogiri.

 “Kalau tidak ada mangrove, entah apa yang harus kami makan waktu itu,” kenang Mufidah, pelan.

Dari Penahan Ombak Jadi Penyangga Pangan

Mangrove kerap disebut “benteng laut” karena fungsinya melindungi daratan dari abrasi. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, fungsi itu perlahan bergeser. Mangrove tak hanya “menjaga pantai”, tapi juga pemasok pangan bagi masyarakat sekitar.

Flourish chart oleh: Ahmad Effendi

Iklan

Perubahan itu tak terjadi tiba-tiba. Menurut Direktur IT Ikatan Konservasi Alam Mangrove Tugu (IKAMaT), Aris Priyono, kesadaran baru muncul seiring dengan program konservasi berbasis komunitas di pesisir Semarang. 

“Awalnya, masyarakat menanam mangrove hanya karena proyek rehabilitasi. Tapi setelah pohonnya tumbuh, mereka mulai sadar: ini bukan sekadar pelindung pantai, tapi sumber pangan dan ekonomi,” ujar Aris saat ditemui di kantornya, Jumat (25/9/2025).

Ia menjelaskan, ada puluhan jenis mangrove tumbuh di sepanjang pesisir Jawa. Ia membaginya menjadi tiga kluster, yakni mayor (dominan), minor (kurang dominan), dan asosiasi (bukan jenis mangrove, tapi tumbuh di ekosistem mangrove).

Namun, Aris mencatat, jenis mangrove yang paling banyak dijumpai di Semarang atau tipe mayor, adalah Rhizophora mucronata (bakau hitam), Avicennia marina (brayo api-api), Sonneratia caseolaris (pidada), dan Bruguiera gymnorrhiza (lindur).

“Semua ini bisa diolah. Masyarakat memanfaatkannya menjadi berbagai jenis makanan, dari sirup hingga tepung untuk membuat kue,” jelas Aris.

Sebagai misal, buah lindur yang kaya karbohidrat dan serat diolah menjadi tepung. Sementara buah bakau hitam yang buahnya lonjong memanjang seperti cerutu, dapat diambil bijinya untuk diolah menjadi kopi.

Selain itu, masyarakat juga mengolah mangrove jenis pidada menjadi sirup. IKAMaT secara intensif juga mendampingi warga dalam pengolahan mangrove ke dalam bentuk lain, seperti keripik hingga batik yang punya nilai jual.

“Pengolahan produk jajanan mangrove ini bertujuan untuk melakukan diversifikasi pangan, karena sebagian besar penduduk Indonesia, khususnya di pesisir Jawa, masih bergantung pada nasi beras sebagai makanan pokok,” kata Aris.

Aris sering menyebut mangrove sebagai “investasi bagi masyarakat pesisir”, baik secara ekonomis maupun ekologis. Sebab, ia tak hanya menjaga garis pantai, tapi juga membuka jalan bagi ketahanan pangan lokal. 

“Olahan-olahan ini membuktikan, kalau diolah benar, mangrove bukan cuma bisa jadi bahan pangan alternatif, tapi juga bernilai ekonomi.”

mangrove di pesisir semarang.MOJOK.CO
Infografik kluster dan jenis mangrove yang paling banyak dijumapi di pesisir Semarang. (Infografik oleh: Ahmad Effendi)

Jenis dan Kandungan Gizi Mangrove

Pengolahan mangrove sebagai bahan pangan alternatif bukan tanpa dasar. Meski awalnya masyarakat mengonsumsi dan mengolah mangrove berbekal pengetahuan lokal, sejumlah peneliti mengonfirmasi bahwa buah ini memang kaya nutrisi. 

Guru Besar Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (UNDIP), Diana Nur Afifah, merupakan salah satu akademisi yang sejak 2018 meneliti kandungan nutrisi berbagai jenis mangrove. Dalam risetnya yang dipublikasi di Frontiers in Nutrition (2022), secara detail, ia mencatat kandungan nutrisi jenis mangrove yang paling banyak diolah masyarakat pesisir Semarang, seperti lindur, brayo api-api, bakau, hingga pidada.

“Saya terinspirasi dari cerita warga. Ternyata, di beberapa desa di Semarang, mereka sudah lama mengonsumsi mangrove. Oleh karena itu, penting untuk melihat kandungan nutrisinya,” jelasnya kepada Mojok, Minggu (27/9/2025).

Dari hasil uji laboratorium, mangrove jenis lindur menonjol sebagai sumber energi tinggi. Setiap 100 gram tepung lindur mengandung sekitar 250 kilokalori, 30-35 persen karbohidrat, 4-5 persen protein, 6 persen lemak, dan 15 persen serat pangan. 

Kombinasi ini membuatnya cocok sebagai bahan dasar sagon darurat, makanan tinggi energi yang bisa bertahan hingga 37 hari. Kandungan tanin dan senyawa fenoliknya memberi daya antioksidan kuat, meski butuh proses perebusan agar rasa sepatnya hilang.

Flourish chart oleh: Ahmad Effendi

“Makanya saya katakan, lindur ini ideal untuk mengsubtitusi beras karena kandungan nutrisinya memadai,” kata Diana. “Tapi memang ada tantangan di senyawa tanin yang bersifat toksik. Itu sebabnya pengolahan tradisional mereka, direbus dengan abu, air kapur, dan perendaman lama, sebenarnya sangat ilmiah,” imbuhnya.

Adapun jenis lain, brayo api-api yang sejak dulu dijadikan krawu oleh masyarakat, juga kaya karbohidrat (sekitar 55-60 persen) serta mineral seperti kalsium serta magnesium. Tepungnya lebih ringan, tapi memberi energi cepat. Sedangkan bakau dengan kandungan 45-50 persen karbohidrat dan antioksidan tinggi, cocok menjadi bahan utama kopi mangrove, minuman tanpa kafein dengan “aroma tanah laut” yang khas.

mangrove.MOJOK.CO
Avicennia marina atau lazim disebut Brayo api-api dapat diolah menjadi tepung. Sejak lama masyarakat memanfaatkannya menjadi krawu: direbus dan dicampur parutan kelapa. (Mojok.co/Ahmad Effendi)

Sementara itu, buah pidada menghadirkan cita rasa tropis: tinggi vitamin C (40-60 mg per 100 gram), rendah lemak, dan cocok untuk sirup segar. Tak ketinggalan, daun jeruju (Acanthus ilicifolius) menyimpan flavonoid dan saponin yang menurunkan kadar gula darah, cocok dijadikan teh herbal alami antidiabetes.

“Hutan mangrove bukan sekadar penahan abrasi, melainkan sudah semacam ‘lemari pangan’ di pesisir.”

Pangan dari Ekosistem yang Hidup

Potensi mangrove sebagai pangan tak berhenti pada buahnya. Hutan mangrove, sebagai sebuah ekosistem, juga menjadi lumbung protein alami bagi masyarakat sekitar. Pada tanaman bakau, misalnya, di sela-sela akarnya yang rimbun, hidup ikan, kepiting, udang, dan kerang. Semua merupakan sumber gizi penting bagi masyarakat pesisir.

Menurut studi kolaboratif antara IKAMaT dan Center for International Forestry Research (CIFOR) pada 2021, kawasan mangrove yang sehat bisa meningkatkan ketersediaan protein hewani hingga 40 persen dibanding wilayah pesisir yang gundul. Studi itu secara progresif juga menemukan korelasi menarik: ekosistem mangrove berpengaruh pada prevalensi stunting anak-anak yang tinggal di sana.

“Hubungannya langsung, kalau mangrove rusak, populasi kepiting turun, ikan turun, ketersediaan protein pun juga menipis. Begitu juga sebaliknya, kalau mangrove bagus, semua normal, bahkan bisa menjadi solusi atas stunting,” kata Aris.

mangrove.MOJOK.CO
Penelitian kolaborasi IKAMat dengan CIFOR menunjukkan bahwa ekosistem mangrove yang baik dapat menjadi solusi untuk mengatasi stunting. (Mojok.co/Ahmad Effendi)

Temuan itu memperkuat pandangan bahwa mangrove berperan penting dalam ketahanan pangan. Tidak hanya sebagai bahan pangan langsung, tetapi juga sebagai ekosistem penopang sumber protein dan penghidupan.

“Dalam konteks krisis pangan global, penting bagi Indonesia untuk melihat sumber pangan nonkonvensional seperti mangrove ini,” ungkap Diana. Ia menambahkan bahwa mangrove bukan hanya bahan alternatif, tapi simbol dari resilience lokal.

“Ketahanan pangan itu bukan cuma soal beras,” ujarnya. “Tapi soal keberagaman dan kemampuan masyarakat untuk bertahan dengan apa yang tersedia di lingkungannya.”

Sayang, meski potensinya besar, upaya mengangkat mangrove sebagai pangan alternatif belum banyak mendapat dukungan kebijakan. Menurut Diana, selama ini kebijakan pemerintah terhadap mangrove lebih menekankan aspek konservasi dan mitigasi iklim, bukan pengembangan pangan. 

Dalam dokumen Strategi Nasional Mangrove 2021-2024 dan Perpres No. 120 Tahun 2020 tentang Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), misalnya, fokus utamanya adalah rehabilitasi lahan, pengendalian abrasi, serta penyerapan karbon biru. Pandangan ini membuat mangrove lebih sering dilihat sebagai penjaga garis pantai, bukan sumber penghidupan dan pangan lokal. 

“Akibatnya, potensi buah dan biota mangrove belum banyak disentuh dalam program diversifikasi pangan nasional,” jelas Diana.

mangrove.MOJOK.CO
Warga didampingi IKAMaT dalam beberapa tahun terakhir melakukan aksi konservasi mangrove di sepanjang pesisir Semarang. (Mojok.co/Ahmad Effendi)

Kepala Seksi Konservasi Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Tengah, Benovita Dwi Saraswati mengakui bahwa sampai saat ini, kebijakan pemerintah masih sebatas fokus pada ekosistem mangrove. Baginya, ekosistem mangrove sangat penting untuk pencegahan abrasi, tempat pemijahan ikan, dan penyerap karbon. Sehingga, pengambilan biji mangrove secara berlebihan untuk pangan, menurut Vita, cuma akan mengganggu regenerasi alami dari hutan mangrove itu sendiri. 

“Jika biji mangrove habis dipanen, makan tidak akan ada lagi pohon mangrove yang baru,” jelasnya, saat dihubungi Mojok, Kamis (16/2025).

“Hutan mangrove adalah ekosistem alami yang fungsi utamanya adalah pelindung lingkungan. Mengubahnya menjadi ‘kebun pangan’ dapat merusak keseimbangan ekologi,” imbuh Vita, menebalkan pandangannya tersebut.

Tak sampai di situ, kerangka regulasi pangan juga belum memberi ruang bagi produk olahan mangrove. Hingga kini, tepung lindur, sirup pidada, maupun olahan lainnya belum tercantum dalam daftar bahan pangan resmi Badan Pangan Nasional, dan belum memiliki standar mutu (SNI) maupun kode bahan baku.

Ketiadaan standar ini membuat produk pangan mangrove sulit memperoleh izin edar BPOM atau diikutkan dalam program bantuan dan pengadaan pemerintah. Alhasil, meski inovasi olahan mangrove terus muncul di tingkat komunitas, ia masih berjalan di luar radar kebijakan formal. 

“Dengan adanya beberapa permasalahan dan tantangan yang saya sebut tadi, sehingga sampai saat ini belum ada wacana terkait kebijakan untuk menyusun regulasi dalam pemanfaatan mangrove sebagai bahan pangan pengganti,” tegasnya. Kendati demikian, Benovita tak menutup kemungkinan jika suatu saat mangrove dipertimbangkan menjadi sumber pangan alternatif dalam situasi darurat, seperti bencana alam atau krisis.

Di tengah kesulitan tersebut, IKAMaT dan sejumlah peneliti UNDIP terus mendorong kolaborasi lebih luas. Salah satunya dengan mengembangkan desa pangan mangrove, di mana konservasi dan pengolahan berjalan beriringan. Harapan ke depannya, persepsi masyarakat dan pemangku kebijakan dalam melihat mangrove bisa berubah, bahwa “sang benteng pesisir” juga bisa menjadi solusi atas ketahanan pangan masyarakatnya.

Penulis: Ahmad Effendi

Editor: Muchamad Aly Reza

Liputan ini merupakan bagian dari Beasiswa “Journalist Fellowship and Mentorship Program for Sustainable Food System 2025” yang didukung oleh Koalisi Sistem Pangan Lestari (KSPL) bekerja sama dengan AJI Jakarta

BACA JUGA: Pohon Beringin, Si Angker yang Menyelamatkan Sumber Mata Air di Lereng Muria atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan

Terakhir diperbarui pada 19 Oktober 2025 oleh

Tags: bicara pangan bicara masa depanfellowshipHari Pangan Seduniahutan mangrovejawa tengahksplmangroveSemarang
Ahmad Effendi

Ahmad Effendi

Reporter Mojok.co

Artikel Terkait

Kafe Gethe di Kampung Sekayu Semarang. MOJOK.CO
Ragam

Rogoh Kantong Pribadi Sampai Ratusan Juta demi Bikin Kafe Bergaya Retro di Tengah Permukiman Padat Kota Semarang

14 November 2025
Pemkot Semarang kuatkan usulan gelar pahlawan nasional ke KH. Sholeh Darat MOJOK.CO
Kilas

KH. Sholeh Darat Semarang Harusnya Semat Gelar “Pahlawan”: Penyusun Tafisr Al-Qur’an Jawa Pegon-Guru bagi RA. Kartini hingga KH. Hasyim Asy’ari

12 November 2025
Pemkot dan Warga Kota Semarang Berduka atas Wafatnya V. Djoko Riyanto, Suami Wali Kota Semarang MOJOK.CO
Kilas

Pemkot dan Warga Kota Semarang Berduka atas Wafatnya V. Djoko Riyanto, Suami Wali Kota Semarang

10 November 2025
Seorang bapak di Semarang tak tega lihat anak stunting, hindari isu fatherless. MOJOK.CO
Ragam

Awalnya Tak Tega Lihat Anak Sakit hingga Dampingi Istri ke Puskesmas, Lalu Sadar Pentingnya Peran Seorang Bapak

7 November 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Relawan di Sumatera Utara. MOJOK.CO

Cerita Relawan WVI Kesulitan Menembus Jalanan Sumatera Utara demi Beri Bantuan kepada Anak-anak yang Terdampak Banjir dan Longsor

3 Desember 2025
Gowes Ke-Bike-An Maybank Indonesia Mojok.co

Maybank Indonesia Perkuat Komitmen Keberlanjutan Lewat Program Gowes Ke-BIKE-an

29 November 2025
Kuliah Jurusan Pendidikan Bahasa Mandarin di Unesa. MOJOK.CO

Sulitnya Masuk Jurusan Bahasa Mandarin Unesa, Terbayar usai Lulus dan Kerja di Perusahaan Tiongkok

3 Desember 2025
S3 di Bandung, Istri PNS Makassar- Derita Jungkir Balik Rumah Tangga MOJOK.CO

Jungkir Balik Kehidupan: Bapak S3 di Bandung, Istri PNS di Makassar, Sambil Merawat Bayi 18 Bulan Memaksa Kami Hidup dalam Mode Bertahan, Bukan Berkembang

1 Desember 2025
UGM MBG Mojok.co

Gadjah Mada Intellectual Club Kritisi Program MBG yang Menyedot Anggaran Pendidikan

28 November 2025
Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.