Penjual siomay ini jadi “buronan” pelanggannya karena lebih dari tiga bulan menghilang. Sudah pada curiga kalau yang jual itu intel polisi, tapi kok siomay buatannya enak banget.
***
Tiap sore, kalau pulang kantor dan lewat tengah kota, saya selalu menyempatkan diri lewat Jalan Pakuningratan. Berharap Siomay Pian Yi buka, tapi selama tiga bulan ini harapan hanya tinggal harapan.
Meski hanya jualan dengan gerobak, Siomay ini menurut saya tergolong istimewa. Hanya waktu bukanya saja yang kadang kurang ajar. Kadang buka, kadang libur. Benar-benar hidden gems, karena waktu bukanya sering tersembunyi. Saya sampai curiga, jangan-jangan yang jual itu sebenarnya intel polisi.
Penjual siomay di Jalan Pakuningratan yang seperti nggak niat jualan
Senin (26/2/2024) sepulang dari kantor saya iseng lewat Jalan Pakuningratan. Kalau pun nggak buka, saya ingin makan brongkos di Dapur Pakuningratan. Dan tanpa dinyana, Siomay Pian Yi, buka! Penjualnya yang bernama Panggah (34) tengah selonjoran santai.
“Wo, niat dodolan ora koeee. Prei kok tiga bulan!,” itu adalah kalimat pertama yang saya ucapkan padanya.
Anak muda yang punya nama panggilan Angga ini cuma cengar-cengir. “Anak sama istriku sudah tak bawa ke sini, Mas, aman saiki,” katanya.
Ia asal Semanu, Gunungkidul. Saya punya beberapa kenalan apakah itu penjual bakso atau buruh bangunan di Kota Jogja. Kadang setiap tahun, teman saya ini libur beberapa minggu. Alasannya, karena di desanya sedang musim panen sehingga ia harus pulang kampung.
Awalnya saya mengira Angga pun demikian, pulang kampung karena urusan persawahan. Saya sebenarnya tahu, istrinya melahirkan tiga bulan lalu dari tukang parkir tak jauh dari tempatnya biasa jualan di Jalan Pakuningratan No 1A. Saya mengira ia ingin menemani istrinya usai melahirkan, tapi kok sampai tiga bulan.
Soalnya, saat istrinya melahirkan anak pertama di tahun 2021, atau saat masa pandemi Covid-19, ia libur tak lama, waktunya lebih banyak untuk jualan. Maka ketika tiga bulan ia menghilang banyak yang mencarinya. “Wah banyak yang menghubungi, Mas,” katanya kembali cengar cengir.
“Terus nggo nguripi anak bojomu seko endi, adol sapi mesti,” tanya saya bercanda.
“Ada lah, Mas, rezeki ono wae, meski ora kerjo,” katanya tertawa.
Bos paling keras kepada Angga
Saya mengenalnya di tahun 2021. Saat Covid-19 masih merajalela. Ketika banyak penjual makanan lainnya banyak yang tutup, siomay ini tetap buka. Soal rasa, siomay buatan Angga cocok dengan lidah saya. Selain kerasa ikannya, siomay-nya lembut, tekstur bumbu kacangnya cenderung kasar, tapi enak. Saya selalu menghabiskan bumbu kacangnya tandas di piring, tak menyisakan sedikitpun.
Angga bercerita, ia mulai mengenal siomay saat “kabur” dari Gunungkidul ke Bandung. Waktu itu ia baru 6 bulan merasaan bangku SMA. Ia kemudian terdampar di warung siomay legendaris asal Bandung, Baso Tahu Si Sien Hien.
Pekerjaannya jadi tukang bersih-bersih, nyuci, ngepel, dan belanja bahan baku. Di warung itu, ia jadi orang paling muda dan paling kecil sehingga panggilannya Cil, Ucil. Pemilik warung tersebut seorang wanita Tionghoa yang sangat disiplin dan keras, khususnya pada Angga.
“Kadang saya merasa, kenapa cuma saya saja yang teraniaya, dapat pekerjaan paling berat dari Ciciknya, sering dapat marah,” katanya. Meski berat, Angga bertahan di warung tersebut dan menuruti apa yang bosnya perintahkan.
Dapat resep rahasia setelah hidup “teraniaya” oleh majikan
Suatu hari, bosnya itu memanggilnya. Ia meminta Angga masuk ke dapur. “Ciciknya bilang, ‘suatu saat ilmu ini berguna bagi kamu, tapi jangan kami kasih ke orang, suatu saat kamu bisa buka usaha sendiri’,” kata Angga menirukan omongan bosnya.
Bosnya itu kemudian mengajarinya membuat adonan siomay maupun baso tahu resep warisan keluarga tersebut. “Saya itu kan sebenarnya mual kalau lihat adonan daging, tapi bos saya bilang, kalau saya harus terbiasa jika ingin menguasainya,” kata Angga.
Ia bukan hanya belajar membuat adonan yang pas, tapi juga memilih bahan baku yang tepat. Menurut Angga, membuat siomay terkesan sederhana, tapi langkah-langkahnya harus benar. Hal-hal detail, bosnya ajarkan.
Tak lama setelah memberikan ilmu membuat siomay, majikan Angga meninggal dunia. “Saya jadi mengerti kenapa Cicik keras ke saja, rupanya jadi semacam tes apakah saya orang yang bisa kerja keras dan jujur nggak. Selain saya, setahu saya yang Cicik ajari itu keponakannya, orang Tionghoa, tapi tidak tinggal di Bandung,” kata Angga.
Baca halaman selanjutnya
Dapat resep rahasia tak lantas buka usaha siomay