Dapat resep rahasia tak lantas buka usaha siomay
Selepas bosnya meninggal dunia, Angga tidak lantas membuka usaha, ia merasa masih hijau dalam dunia per-siomay-an. Total baru 2,5 tahun ia bekerja di warung tersebut. Itu pun lebih banyak sebagai tukang bersih-bersih.
Ia kemudian keluar dari tempatnya bekerja dan sempat pulang kampung ke Gunungkidul selama setahun untuk bertani. Ia kemudian kembali ke Bandung untuk bekerja di warung siomay yang juga cukup terkenal. Selama tiga tahun ia bekerja di dapur tapi bukan yang membuat adonan. Ia bertugas mencetak siomay.
“Siomay-nya enak karena yang punya juga belajar dari Siomay Tulen yang terkenal juga di Bandung,” katanya.
Dua tahun setelah bekerja di dapur, ia kemudian jualan siomay dengan gerobak dorong. “Rute jualan saya itu daerah Pasir Koja sampai Lekong Besar, itu setahunan, terus saya keluar dan pulang ke Gunungkidul,” katanya.
Setahun di rumah, Angga mulai jenuh. Ia kembali ke Bandung untuk bekerja di warung yang sama. Kali ini bosnya menantang Angga untuk buka cabang sendiri. Lokasinya adalah tempat yang selama ini siomay tersebut tidak bisa tembus karena selalu diganggu preman.
“Ada kejadian, nggak perlu saya ceritakan, intinya saya diterima baik oleh preman-preman di sana. Tempatnya memang strategis,” kata Angga. Namun, setelah laris, ternyata pemilik tempat yang ia sewa tidak memperpanjang.
Kerja di warung siomay, tapi tetap sembunyikan resep rahasia
Ia kemudian balik lagi ke Gunungkidul. Kembali bosan di rumah, ia kembali ke Bandung. Bekerja di warung siomay lainnya yang juga cukup terkenal. Namun, kali ini tak lama bertahan, Angga hanya bekerja selama 6 bulan.
“Selama bekerja di warung siomay, resep dari Cicik, bos saya itu nggak pernah saya keluarkan. Saya cuma mengamati saja, dan rata-rata mereka punya cara sendiri, sebenarnya sama-sama enak,” kata Angga.
Angga akhirnya memutuskan kembali ke Jogja. Ia sempat kerja di warung siomay kemudian kerja di warung ayam goreng rempah di sekitaran kampus Universitas Sanata Dharma, Gejayan dan kemudian di tempat cucian mobil di daerah Jalan Palagan. Saat booming batu akik, ia juga jadi orang yang bertugas mengetes kualitas batu.
“Tahun 2017 itu aku nikah, saat itu masih kerja di cucian mobil. Kemudian sama istri mikir, ‘aku punya skill buat siomay, kenapa nggak coba jualan’, apalagi saat itu kakakku juga sudah jualan siomay dan resepnya aku yang memperbaiki,” kata Angga.
Angga bercerita, kakaknya jualan siomay di kawasan Glagahsari, ia membantu kakaknya untuk memperbaiki proses pembuatan siomay agar lebih enak. Namun, ia tidak menggunakan resep rahasia dari mantan bosnya.
Mulai buka usaha siomay sendiri
Angga dan istrinya kemudian mulai membuat siomay, tapi ia tidak langsung jualan. Ia justru membuat siomay dan langsung datang ke restoran Korea yang terkenal di Jogja. “Ini benar Mas, saya nemui manajernya yang orang Korea, saya minta dia nyicipi. Dia langsung ambil sumpit dan makan saat itu juga, dia bilang enak, unik,” kata Angga.
Manajer restoran itu kemudian memberinya kartu nama seseorang. Pikir Angga, ia memang tidak ingin langsung membuka warung, tapi menitipkan dulu produk siomay buatannya. Ia kembali membuat tester dan menemui beberapa pihak untuk mencicipi siomaynya.
Sayang kartu nama yang manajer restoran Korea tersebut berikan hilang. Mau kembali ke restoran tersebut, tentu ia malu.
Setelah beberapa bulan percaya diri dengan siomay buatannya, Angga mulai membuka siomay di Jalan Pakuningratan. Pembelinya langsung ramai. Siomay buatannya banyak yang suka, terutama orang-orang Tionghoa di kawasan pecinan tersebut.
Beberapa bahkan menantangnya untuk membuat dengan bahan premium, misalnya udang, masalah harga nggak masalah. “Saya buktikan saya bisa, tapi kalau saya jualan yang seperti itu sama saja, yang beli sedikit karena mahal, jadi saya buat yang harganya terjangkau saja. Pian Yi itu kan saya juga baru tahu kemudian kalau artinya murah,” kata Angga yang menjual satu biji siomay buatannya Rp2.500.
Siomay buatan Angga laris manis. Ia yang mulai jualan pukul 16.00 bisa habis dalam beberapa jam saja. Namun, kondisi tersebut tidak berlangsung lama karena badai pandemi menghantam. Ia tetap jualan, namun yang pasti pembeli sangat sedikit.
Ia kemudian bekerjasama dengan beberapa hotel untuk membuatkan siomay yang oleh hotel tersebut dijual kembali. “Sama-sama kondisi sulit, saat itu kan hotel pada jualan menu yang dibungkus, nah ada sekitar dua atau tiga hotel yang ambil dari saja. Lumayan kalau masing-masing itu ambil sampai 70 pax,” katanya.
Ada yang menawar resepnya Rp40 juta
Selepas pandemi, ia kembali berjualan. Pelanggan-pelanggannya makin banyak. Banyak yang suka dengan cita rasa siomay maupun bumbunya. Beberapa waktu yang lalu bahkan ada seseorang yang menawar resep siomaynya Rp40 juta.
Namun, Angga ingat mantan bosnya yang mengatakan jika itu adalah resep untuk dirinya, bukan untuk orang lain. Ia menolak dengan halus permintaan itu.
Angga sendiri sudah bersyukur dengan apa yang ia dapatkan dari jualan siomay ini. Setidaknya itu bisa menopang kehidupannya bersama istri dan dua orang anaknya yang masih balita.
Namun yang masih membuat saya penasaran, dengan tidak bekerja selama tiga bulan bagaimana dia bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Saya kembali menanyakan hal itu kepadanya.
“Ya ada, Mas. Nggak jualan siomay juga sebenarnya juga bisa,” katanya makin membuat penasaran.
“Kamu jadi makelar tanah di Gunungkidul, ya? Jual tanah ke Raffi Ahmad?” kata saya tertawa.
“Ora mas, nggak lah jualan tanah,” katanya tertawa. Ia kemudian meminta saya untuk mematikan rekaman. Ia lantas bercerita tentang masa kecilnya yang penuh keprihatinan. Banyak obrolannya yang minta ia off the record, tapi intinya ia ingin banyak membantu orang dengan apa yang ia miliki. Termasuk memberikan siomay secara cuma-cuma ke orang-orang yang membutuhkan.
Saya melihat sendiri, Angga memberikan siomay ke orang yang terlihat awut-awutan rambutnya dan pakaiannya. Saya pikir orang itu ODGJ.
“Ngawur, Mas, kui wong lagi kuliah S3, aku sering ngobrol. Rumahnya ya di jalan ini, perawakannya memang begitu,” katanya tertawa.
Penulis: Agung Purwandono
Editor: Hammam Izzuddin
BACA JUGA Warung Sate Buntel Kesukaan Presiden Soeharto dan Presiden Jokowi
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.