Ketika kuliah di dua tempat berbeda mulai bersamaan
Zidna mungkin menjalani double degree, namun ada sedikit perbedaan lini masa saat masuk UGM dan UAD. Narasumber saya lainnya, Sheila (23), benar-benar masuk di dua kampus yang berbeda pada waktu bersamaan.
Pada 2018 silam, ia diterima di Manajemen Internasional UII sekaligus Sastra Prancis UGM. Dua-duanya ia ambil karena beberapa pertimbangan tertentu.
Bagi Sheila, Sastra Prancis adalah bidang yang ia sukai dan mewakili minatnya. Sementara manajemen, menurutnya cocok dengan kemampuannya.
“Jadi saat SMA aku terhitung bagus di ekonomi dan matematika,” katanya.
Jadi, mulanya ia terlebih dahulu diterima di Manajemen Internasional UII. Sebelum akhirnya, muncul pengumuman SBMPTN di UGM.
“Kakakku memberi syarat. Aku boleh ambil dua-duanya asal IPK konsisten di atas 3,5,” katanya.
Sheila pun tertantang untuk menjalaninya. Jalan yang sebenarnya tidak mudah karena pasti banyak jadwal kuliah yang bertabrakan di masa-masa awal.
“Apalagi, baik di UII maupun UGM itu aku masuk di jurusan dengan mahasiswa sedikit. Cuma satu kelas. Artinya tidak banyak pilihan jadwal lain,” terangnya.
Sejak awal, Sheila mengaku langsung menyampaikan ke dosen-dosen tentang statusnya sebagai mahasiswa di dua kampus pada masa yang sama. Beruntung, dosennya memahami. Jadi, sesekali ia meminta izin telat masuk di salah satu kelas yang jadwalnya bertabrakan.
“Misal di UGM kelas jam 10.00-12.30 sedangkan di UII kelas mulai jam 12.00. Kebetulan karena aku sudah komunikasi dengan para dosen sejak awal, mereka memberi izin untuk telat,” katanya.
Pada semester awal saat sistem masih paket SKS, ia mengaku bisa bolak-balik UGM ke FE UII sampai tiga kali. Hampir menyerah, tapi ia mencoba untuk terus bertahan sesuai komitmen awal pada keluarganya.
Memang, salah satu konsekuensi terberat menjalani double degree adalah tersitanya waktu untuk melakukan kegiatan lain di luar perkuliahan. Salah satunya adalah waktu untuk mencari hiburan.
“Capek itu sudah pasti,” katanya.
Kunci menjalani kuliah double degree
Bagi Sheila, menjalani double degree memang perlu niat dan mental yang kuat. Belum lama ini, ia baru saja menamatkan studinya di UII dengan IPK 3,54. Sementara di UGM, ia masih proses menyelesaikan studi karena sempat mengambil cuti dua semester.
“Dulu aku sempat ada program belajar di luar negeri dari UII. Jadi saat itu yang UGM cuti dulu,” paparnya.
Selain urusan mental, biaya juga perlu persiapan matang. Double degree pada S1 hanya bisa antara PTN dan PTS. Sehingga, pasti perlu biaya lebih.
Zidna juga punya pendapat serupa. Double degree perlu punya tujuan yang jelas dan tidak sekadar ingin coba-coba atau gaya-gayaan semata.
“Kuliah di dua tempat sekaligus tujuannya apa nanti? Itu yang harus dipikirkan,” pungkasnya.
Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Kisah Mahasiswa UNY Bertahan Hidup di Jogja Bermodalkan Rp250 Ribu per Bulan
Cek berita dan artikel lainnya di Google News