Saya Menyesal Lolos Seleksi Mandiri UNY, Biaya Kuliah Selangit Bikin Keluarga Tersiksa!

Penderitaan Lolos Seleksi Mandiri UNY, Mimpi Berubah Petaka Karena Tingginya Biaya Kuliah.MOJOK.CO

Ilustrasi Penderitaan Lolos Seleksi Mandiri UNY, Mimpi Berubah Petaka Karena Tingginya Biaya Kuliah (Mojok.co/Ega Fansuri)

Percayalah, lolos Seleksi Mandiri UNY adalah seburuk-buruknya nasib. Sudah pasti dapat biaya kuliah sangat tinggi, masa depan yang ditawarkan pun tak cerah-cerah amat. Bagi mahasiswa UNY, pada akhirnya tak ada kata lain selain “rugi” dan “menyesal” yang bisa mewakili keadaan tersebut.

Seperti itulah kira-kira perasaan yang diungkap Basri* (22), mahasiswa UNY angkatan 2021 yang mengaku sangat menyesal masuk kampus keguruan itu via jalur Seleksi Mandiri.

Pada Minggu (7/7/2024), Basri bercerita kepada Mojok betapa malang nasib yang ia jalani gara-gara kondisi tersebut. Kata dia, mau berhenti tidak mungkin, tapi kalau lanjut, justru sangat membebani dia dan keluarganya.

“Pokoknya, situasi sangat serba salah. Ibaratnya itu mau berhenti, tapi kok sudah telanjur basah. Maju susah, mundur nggak mungkin. Ya sekarang gimana semesta aja lah,” ujar mahasiswa asal Jogja ini tatkala berbincang dengan Mojok, Minggu (7/7/2024) kemarin.

Dua kali ditolak, sekalinya lolos via Seleksi Mandiri UNY “dihadiahi” biaya kuliah selangit

Pada 2021 lalu, Basri memang sangat ngebet buat kuliah di UNY. Apalagi latar belakang orang tuanya sebagai pengajar, bikin motivasi lolos ke kampus keguruan itu amat menggebu-gebu.

“Almarhum Bapak itu dulunya PNS guru SD. Sementara ibu, sudah pensiun nggak kerja lagi. Dulunya juga guru tapi belum jadi pegawai [PNS],” jelasnya.

Di kepala Basri, tak ada kampus ideal selain UNY buat mengejar cita-citanya mengikuti jalan orang tua. Memang, ada PTS yang terkenal punya prodi keguruan bagus di Jogja, tapi menurutnya, “kalau bisa PTN, kenapa nggak?”.

Pada tahun tersebut, Basri mendaftar UNY via dua jalur dan semuanya gagal. Baik pada SNBP 2021 (dulu SNMPTN) dan SNBT 2021 (SBMPTN), dua pilihan teratasnya adalah UNY. Sayang, dua jalur ini memang belum jadi rezekinya.

Alhasil, opsi ketiga ia ambil, yakni Seleksi Mandiri UNY. Awalnya, ia ragu buat mendaftar karena punya feeling bakal dapat biaya kuliah lebih mahal. Sempat terlintas di pikirannya buat daftar PTS.

“Tapi Ibu meyakinkan buat UNY aja. Toh, kata beliau semahal-mahalnya di UNY, masih lebih murah ketimbang PTS, kan,” ujarnya.

Benar saja, rezeki Basri memang di jalur tersebut. Ia berhasil lolos UNY dan resmi menjadi mahasiswa baru Fakultas Ilmu Sosial (FIS) angkatan 2021.

Sayang sekali, hal yang awalnya ia anggap sebagai rezeki ini berubah seketika. Pasalnya, sebagai mahasiswa jalur Seleksi Mandiri UNY, ia wajib membayar uang pangkal Rp10 juta.

“Sewaktu ngisi, ya secara psikis calon maba kayak kita bakal ngisi nominal gede dong karena mikir probabilitas lolosnya lebih besar. Teman-temanku juga mikir gitu semua yang seleksi mandiri.”

UKT-nya pun juga sangat tinggi. Buat ukuran jurusan kependidikan, ia mendapat UKT golongan VI sebesar Rp4,2 per semester. Untuk keluarganya yang cuma mengandalkan hidup dari pensiunan sang ayah dan bantuan kakaknya, jelas ini nominal yang tak sedikit.

Baca halaman selanjutnya…

Empat kali mengajukan penuruan UKT, selalu gagal! Kini pasrah dan memutuskan cuti kuliah.

Selalu gagal menurunkan UKT tanpa diberikan alasan logis

Jujur, sejak awal masuk sebagai mahasiswa jalur Seleksi Mandiri UNY, Basri kuliah dengan setengah hati. Perasaan untuk berhenti selalu terlintas. Namun, ia tak berani jujur karena ibunya pasti akan sangat sedih.

Sadar akan tingginya biaya, Basri pun melakukan banyak upaya buat meringankan beban ibunya. Salah satunya, dan yang juga dilakukan ribuan mahasiswa UNY lainnya, adalah pengajuan penurunan UKT.

Sayangnya, upaya dia selalu menemui kegagalan. Total empat kali percobaan, hasilnya selalu sama: tidak turun sepeser pun.

“Ada temanku yang UKT-nya turun. Ya meski cuma berapa ratus setidaknya ada hasil kan ya. Sementara aku, 100 perak aja enggak,” jelas mahasiswa jebolan Seleksi Mandiri UNY ini.

Dan, yang selalu Basri pertanyakan, tak pernah ada penjelasan soal mengapa pengajuannya selalu ditolak. Padahal, kalau merujuk syarat dan ketentuan, harusnya dia bisa lolos.

“Ada temanku sekelas yang nasibnya sama kayak aku, dia yatim juga dan ngandalin uang pensiunan buat hidup. Bedanya, UKT dia turun aku enggak,” jelasnya.

“Aku tanya ke dosen, ke jurusan, tak sekalipun ada jawaban memuaskan.”

Enam semester kuliah di UNY, Basri sama sekali tak merasakan kebahagian. Apalagi jika melihat fakta kalau lulusan UNY, terlebih jurusan keguruan berakhir tragis. Kalau nggak jadi guru honorer, ya menjadi buruh upah murah.

Memutuskan cuti kuliah

Di tengah ketidakpastiannya tersebut, Basri memutuskan cuti untuk semester 7 nanti. Baginya, bekerja dan mengumpulkan uang buat membayar biaya kuliah adalah keputusan paling logis yang bisa ia ambil hari ini.

“Sekarang kalau aku gantian tanya, apa sih opsi terbaik selain cuti dan kerja ngumpulin duit bagi aku sekarang? Kalau lanjut kuliah, yang ada ibuku makin tersiksa,” ujar Basri.

Apalagi, adiknya tahun depan juga akan masuk kuliah. Tentunya, beban sang ibu yang cuma mengandalkan uang pensiuan almarhum ayahnya akan semakin berat. Kalau harus melimpahkan sebagian besar beban itu ke kakaknya yang sudah bekerja pun, rasanya sangat tidak adil. Sebab, ia tahu betul penghasilan kakaknya juga sangat pas-pasan.

“Aku udah bersumpah, ngomong ke adikku, nggak usah daftar UNY kalau lewatnya jalur mandiri. Biar aku aja yang hidup sama penyesalan ini.”

Penulis: Ahmad Effendi

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA Cerita Mahasiswa Jogja Pindah dari UGM ke UNY Berharap Cepat Lulus, Malah DO di Semester 10 Gara-Gara Perkuliahannya Bikin Mumet

Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version