Predikat Jogja sebagai Kota Pelajar jadi dinilai perlahan memudar. Alasannya beragam, mulai dari faktor keamanan, biaya hidup mahal, sampai perkembangan kota-kota lain yang menjelma jadi destinasi studi yang menjanjikan.
Penasihat Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Wilayah V DIY, Prof Dr Edy Suandi Hamid, menilai dengan laju penduduk Indonesia saat ini, secara proporsional seharusnya jumlah mahasiswa di Jogja bisa lebih tinggi. Berdasarkan data BAPPEDA DIY 2022, jumlah mahasiswa di DIY ada 278.202 orang.
“Misalnya, saya dulu keluarga ada 15 orang, 9 di antaranya memilih kuliah di Jogja. Kalau sekarang belum tentu ingin ke sini. Padahal kita secara mutu tergolong baik, mengapa memudar?” papar Edy kepada Mojok, Selasa (9/1/2024).
Kondisi minat studi ke Jogja, menurutnya saat ini jadi sorotan sejumlah perguruan tinggi. Terutama di kalangan perguruan tinggi swasta (PTS) Jogja yang jumlahnya lebih dari 100.
Lebih lanjut, saat ini ia melihat kota-kota lain seperti Jakarta, Bandung, Surabaya punya perguruan tinggi yang mutunya semakin baik. Perguruan tinggi di daerah tersebut perlahan menjadikannya destinasi studi yang menarik bagi calon mahasiswa selain ke Jogja.
Sebagai informasi, saat ini ada 126 PTN dan PTS di DIY. Sebarannya, 51 ada di Kota Yogyakarta, 41 di Sleman, 31 di Bantul, 2 di Gunungkidul, dan 1 di Kulonprogo.
Sosok yang juga menjabat sebagai Rektor Universitas Widya Mataram ini berpendapat, munculnya predikat Kota Pelajar sebenarnya bukan sesuatu yang terdesain secara matang. Statusnya sebagai Kota Pelajar, hadir lantaran pada masa awal kemerdekaan terdapat dua kampus besar yakni UGM dan UII.
“Relatif tidak ada desain untuk menjadikan Kota Pelajar tetap bertahan. Sehingga pemerintah dan masyarakat relatif biasa saja karena dulu tidak ada pesaing,” jelasnya.
“Berbeda dengan sekarang, kota lain sudah berbenah, sudah banyak pesaing. Sehingga Jogja harus melakukan sesuatu, mendesain supaya orang sekolah dan kuliah lagi di Jogja,” sambungnya.
Masalah keamanan dan biaya hidup di Jogja jadi sorotan
Selain pertumbuhan kota selain Jogja, Edy juga menyoroti beberapa persoalan yang membuat predikat Kota Pelajar perlahan pudar. Salah satunya adalah faktor keamanan yang jadi pertimbangan penting calon pelajar hingga orang tua dalam menentukan tujuan studi.
“Itu harus jadi perhatian. Klitih dan geng anak sekolah harus benar-benar disoroti Pemda,” tegasnya.
Hal itu menjadi penting lantaran mahasiswa merupakan salah satu penyangga roda ekonomi Jogja selain sektor pariwisata. Salah satu hal yang menurutnya perlu diperhatikan adalah pajak untuk kos yang menyebabkan biaya sewa mahal. Baginya itu akan memberatkan bagi calon pelajar yang hendak tinggal.
“Keamanan harus lebih baik, mutu sekolah dan kampus dijaga, terakhir, sisi kemurahan Jogja harus kita jaga,” lanjutnya.
Melansir data Susenas BPS 2021 untuk survei biaya pendidikan, mahasiswa di DIY all in menghabiskan dana rata-rata Rp21 juta pertahun atau Rp1,7 juta per bulan. Hal ini mendorong perputaran ekonomi cukup tinggi di wilayah ini.
Sebelumnya, Edy juga menyampaikan perhatian agar Jogja tetap menjadi Kota Pelajar pada agenda Musyawarah Aptisi Wilayah V pada Senin (8/1/2023). Agenda itu mengusung tema “Perguruan Tinggi Swasta Daerah Istimewa Maju Bersama”.
Agenda tersebut, Rektor UII sekaligus Ketua Aptisi Wilayah V DIY, Prof Fathul Wahid, mengatakan PTS perlu saling bantu untuk menghadapi beragam tantangan. Pada kesempatan lain, Rektor UII pernah menyoroti persoalan ketimpangan distribusi mahasiswa di PTS. Pada 2022, hanya ada enam dari 100-an PTS di Jogja yang punya mahasiswa lebih dari 10 ribu
Kendati begitu, ada banyak kesamaan dan irisan untuk saling bekerja sama dan memajukan PTS. Sebagai salah satu jalan mempertahankan daya tarik Jogja sebagai destinasi utama untuk studi lanjut.
Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Nestapa Mahasiswa Bidikmisi: Dianggap Foya-foya, Padahal Buat Makan Saja Susah
Ikuti berita terbaru dari Mojok di Google News