Kualitas akademik malah lebih buruk
Selain masalah biaya, kualitas kuliah di PTN juga mengecewakan. Dosen-dosen tidak jauh berbeda dengan yang ia temui di PTS, bahkan beberapa mata kuliah terasa lebih membosankan karena tidak sesuai ekspektasinya. Lingkungan akademik yang kompetitif juga membuatnya merasa terisolasi.
Teman-teman yang seharusnya bisa menjadi motivasi, justru membuatnya merasa kurang.
“Di PTS aku bisa berdiskusi santai dengan teman-teman, tapi di sini semuanya harus kompetitif. Kadang aku merasa sendirian aja,” ujar Rizal.
Aktivitas kampus yang mewah dan fasilitas modern tidak mampu menutupi kenyataan bahwa ia kehilangan kenyamanan dan keakraban yang dulu ada di PTS.
Ia sering merasa cemas dan minder, membandingkan dirinya dengan teman-teman sekelas yang terlihat lebih unggul. Tekanan ini semakin membebani mentalnya, bahkan membuat ia sesekali merindukan hari-hari santai di PTS.
Lulus PTN cumlaude, tapi nasibnya tetap nggak jelas
Kuliahnya memang berjalan lancar. Saat wisuda tiba pada awal 2024 lalu, Rizal berhasil lulus dengan IPK cumlaude, 3,6. Secara akademik, ini prestasi yang membanggakan.
Namun, kenyataan dunia kerja kembali menamparnya. Mencari pekerjaan setelah lulus ternyata lebih sulit daripada yang ia bayangkan. Banyak perusahaan menekankan pengalaman praktis dan keterampilan yang sesuai, bukan sekadar angka IPK.
Beberapa lamaran yang ia kirim ditolak dengan alasan pengalaman tidak sesuai atau terlalu banyak pesaing.
“Aku lulusan cumlaude, di PTN top, tapi ternyata itu tidak menjamin pekerjaan yang aku inginkan,” ujar Rizal.
Penyesalan Rizal semakin mendalam ketika ia merenungkan keputusan pindah ke PTN. Dua semester di PTS impian sebenarnya sudah cukup memberinya bekal akademik dan jaringan yang memadai.
Namun, tekanan teman-teman dan gengsi membuatnya memilih jalur lain, yang ternyata malah terasa seperti jebakan. Sekarang, ia harus menghadapi kenyataan bahwa biaya kuliah tinggi, lingkungan sosial kompetitif, dan kerja yang tidak mudah didapat, membuat pengalamannya terasa kurang memuaskan dibanding PTS sebelumnya.
“Ya memang lulus di PTS pun nggak menjamin apakah karierku bakal bagus,” ujarnya. “Tapi seenggaknya, aku nggak perlu belok, aku nggak perlu menyetop perjalananku yang sudah seperempat. Ini sih, menyesalnya dobel.”
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Lulus Kuliah IPK 3,7 tapi Susah Dapat Kerja Gara-gara Tidak Mendengarkan Nasihat Orang Tua atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan












