Kehidupan “mahasiswa abadi” ini seperti aji mumpung. Setelah 7 tahun kuliah di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) lewat jalur “lotre”, ia akhirnya lulus sarjana. Usai wisuda dan mendapat ijazah, ia langsung mendaftar sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Sekali coba untuk tes, ia langsung diterima.
Lolos UNY lewat jalur “lotre”
Hendri (26) tak pernah punya motivasi yang muluk-muluk untuk kuliah, apalagi di kampus prestisius seperti Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Membayangkannya saja nyaris mustahil. Bagi pemuda asal Banyumas, Jawa Tengah tersebut, bisa lulus sampai bangku SMA saja sudah luar biasa.
“Dengan kondisi kedua orang tua yang bekerja sebagai buruh pabrik bata, bisa makan dan tetap bersekolah saja sudah bersyukur. Namun, ternyata Allah memiliki rencana lain yang jauh lebih baik untuk saya,” kata Hendri saat dihubungi Mojok, Senin (26/5/2025).
Tidak tahunya, Hendri lolos sebagai mahasiswa UNY lewat jalur SNMPTN. Kalau dibilang pintar sih juga tidak terlalu, tapi nyatanya ia bisa masuk kuota siswa jalur prestasi di sekolahnya. Bahkan ia sempat mendapat panggilan langsung dari universitas swasta yang ada di Jogja agar kuliah di sana, tapi ia sudah kadung memilih UNY.
“Padahal di masa itu, saya termasuk orang yang gagap teknologi (gaptek), nggak bisa mengoperasikan komputer. Bahkan saat pendaftaran mahasiswa lewat jalur SNMPTN itu, saya mempercayakan proses pengisian data ke seorang teman seangkatan,” tutur Hendri.
“Dan alhamdulillah dinyatakan lulus. Mangkanya teman saya sering guyoni kalau kuliah saya ini lewat ‘jalur lotre’ hehe,” lanjutnya.
Tiga hari luntang-lantung di Jogja
Ketika mendengar anaknya bisa kuliah di UNY, sebuah kampus di Jogja yang sering masuk dalam 15 perguruan tinggi negeri terbaik di Indonesia, orang tua Hendri langsung bersyukur. Apalagi, Hendri juga diterima sebagai mahasiswa penerima bantuan biaya pendidikan (bidikmisi). Dengan begitu, beban orang tuanya sedikit berkurang.
“Tapi mereka sempat khawatir, bagaimana saya bisa survive di lingkungan yang benar-benar baru,” ujar Hendri.
Ia pun mewajari kekhawatiran tersebut. Bagaimana tidak, selama ini Hendri dan keluarganya tidak punya kenalan sama sekali di Jogja. Mereka merantau dari Banyumas ke Pulau Bangka. Tak pernah tahu budaya di Kota Pelajar tersebut. Dan betul saja, ketakutan itu langsung hadir saat Hendri pertama kali menginjakkan kakiknya di Jogja.
“Saya masih ingat, pada masa awal kuliah, saya sempat menginap di Terminal Giwangan selama tiga hari sambil mencari tempat kos. Itu menjadi salah satu peristiwa yang memorial bagi saya,” ujar Hendri.
Baca Halaman Selanjutnya
Kesusahan menyelesaikan skripsi di UNY
Hari-hari menjalani perkuliahan di UNY dilalui Hendri seperti mahasiswa pada umumnya. Mengikuti kelas, aktif pembelajaran, mengerjakan tugas dari dosen, presentasi, aktif kegiatan di luar kampus, ikut Kuliah Kerja Nyata (KKN), hingga tibalah ia di semester 8.
“Saat itu, saya kesulitan mengerjakan tugas akhir atau skripsi,” ujar Hendri.
Semester 8 adalah masa-masa genting baginya, mengingat ia merupakan mahasiswa penerima bidikmisi. Bisa-bisa, beasiswa Hendri dicabut karena tidak memenuhi syarat lagi yakni melebihi batas masa studi yang sudah ditentukan.
Namun, apa mau dikata. Skripsi masih menjadi momok mematikan baginya. Alhasil, kuliahnya pun terhambat selama tiga tahun dan beasiswanya pun dicabut. Hendri baru bisa menyesalaikan skripsinya dan mendapat gelar sarjana setelah menempuh kuliah selama 14 semester.
“Setelah beasiswa bidikmisi saya dicabut, saya memutuskan untuk bekerja sembari menyelesaikan tugas akhir. Alhamdulillah saya lulus tahun 2024 kemarin,” tuturnya.
Lulus wisuda langsung keterima CPNS
Tak lama setelah diwisuda di UNY, Hendri mendaftar sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) tahun 2024. Beberapa berkas dan latihan soal sudah ia siapkan. Namun, Hendri harus menunggu ijazah keluar sebelum akhirnya mengikuti tes.
“Sehingga bisa dibilang pendaftaran CPNS saya dilakukan mendekati batas akhir penutupan,” kata Hendri.
Dengan kuota yang terbatas dan pesaing yang cukup tinggi, setidaknya Hendri masih bisa menganalisa, berapa kuota formasi yang dibutuhkan? Atau menghitung kemungkinan, berapa jumlah jurusan yang selinier dengan tugas pegawai, apakah masih tersedia, serta berapa jumlah universitas di sekitar instansi yang membuka jurusan tersebut?
Setelah itu, barulah Hendri bisa membandingkan analisanya untuk memantapkan pilihan. Di tahap seleksi administrasi, peserta juga wajib memeriksa data dengan teliti sembali belajar mandiri untuk persiapan ujian SKD-SKB.
“Alhamdulillah, berkat dukungan dari teman-teman juga saya lolos CPNS tahun 2024. Secara khusus, saya berterima kasih kepada Mas Joko yang telah meminjamkan kemeja putih, Mas Huda yang meminjamkan sepatu, serta teman-teman lain yang turut berkontribusi selama saya menjalani ujian,” ucap Hendri.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Mahasiswa UNY Sulit Menjelaskan ke Tetangga soal Kampusnya karena Kurang Populer, Mengaku Kuliah di UGM Biar Mudah Dipahami atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan
