Menjadi lulusan terbaik (cumlaude) di Universitas Diponegoro (UNDIP), Semarang, Jawa Tengah tak serta merta membuat orang tua bangga. Bahkan, ibu merasa kecewa karena meskipun cumlaude, tapi nyatanya tak kerja-kerja alias nganggur lama.
Begitulah yang Ruli (24)—bukan nama sebenarnya—rasakan. Ia adalah alumnus dari Prodi Biologi Fakultas Sains dan Matematika (FSM) UNDIP.
Sama seperti saya, Ruli merupakan mahasiswa angkatan 17. Ia lulus dengan durasi 3,5 tahun, wisuda di masa pandemi Covid-19.
Ruli enggan menyebut jumlah IPK-nya. Hanya saja yang jelas, mahasiswa asal Pati, Jawa Tengah itu mendapat predikat cumlaude.
“Aku SMA-nya IPA. Aku ambil Biologi ya karena dari dulu suka Biologi. Kalau masuk mesin ya nggak paham permesinan og,” ujarnya.
Sebenarnya saat mendaftar SBMPTN (sekarang SNBT) UNDIP Semarang, Ruli memilih dua prodi. Pilihan utamanya adalah Prodi Agribisnis di Fakultas Pertanian dan Peternakan (FPP). Sementara Biologi jadi pilihan kedua. Namun, yang terpilih adalah Biologi.
“Ibu sempat mempertanyakan, kalau Biologi nanti apa mentok jadi guru? Tapi waktu itu aku meyakinkan ada banyak peluang kok untuk lulusan Biologi. Apalagi Biologi UNDIP,” ungkap Ruli.
Ibu yang perfeksionis
Ruli sendiri mengakui bahwa ibunya adalah sosok yang sangat perfeksionis. Tak boleh ada kegagalan. Satu sisi itu baik untuk memacu semangat Ruli, tapi satu sisi hal itu bisa membuat Ruli tekanan batin.
Saat momen penerimaan hasil ujian SMA pada 2017, Ruli ingat betul ibunya memarahinya saat melihat hasil ujian Ruli tak maksimal. Padahal saat itu suasana di sekolah ramai siswa dan orang tuanya masing-masing.
“Aku nggak lolos SNMPTN (sekarang SNBP) saja kena marah,” ungkap Ruli.
“Termasuk setiap penerimaan rapor, kalau aku nggak tembus lima besar kelas saja sudah dianggap kebanyakan main dan nggak belajar sungguh-sungguh,” sambungnya.
Sebab, menurut Ibu Ruli, lulus SBMPTN itu menunjukkan kalau seorang siswa masih kurang pintar. Karena masih harus ikut tes segala untuk masuk perguruan tinggi.
Sedangkan kalau SNMPTN kan tolok ukurnya adalah nilai rapor selama SMA. Jika lulus jalur ini, berarti sejak SMA memang si siswa sudah pintar dalam mata pelajaran.
Ibu Ruli sendiri berprofesi sebagai guru IPA di sebuah SMA di Pati dan berstatus sebagai PNS. Sementara ayahnya memiliki bisnis selep padi dan jagung.
“Ayah nggak pernah nekan. Justru ibu yang begitu, termasuk ketika aku lulus dan nganggur lama,” ucap Ruli.
Kebanggaan sesaat ketika lulus cumlaude UNDIP
Saat yudisium pada awal Januari 2021, Ruli percaya diri bahwa ibunya pasti akan sangat-sangat bangga padanya. Sebab, Ruli menyandang predikat cumlaude.
Dan memang benar, ibu Ruli terlihat sangat-sangat bangga sampai “pamer” di media sosial: membangga-banggakan sang anak yang lulus cumlaude dari Biologi UNDIP Semarang.
“Sebenarnya saat itu ibu ada kecewa sih sedikit, karena wisudanya offline,” kata Ruli.
“Mungkin kalau di kampus, ibu kan bisa merasa bangga banget gitu anaknya mendapat predikat cumlaude, diumumkan dan disaksikan banyak orang,” imbuhnya.
Akan tetapi, meski begitu, ibu Ruli masih tetap merasa bangga karena anaknya bisa lulus sebagai mahasiswa berprestasi.
Sayangnya, kebanggaan itu hanya berlangsung sesaat. Sebab, setelahnya, Ruli justru lebih sering mendengar kekecewaan-kekecewaan dari sang ibu.
Baca halaman selanjutnya…