Kompleks kos Karangmalang Jogja didominasi mahasiswa UNY dan UGM. Dahulu, tempat ini menjadi pelarian para aktivis mahasiswa yang dikejar aparat selama aksi demonstrasi menuntut Reformasi 1998. Namun, kini ia jadi saksi mahasiswa “kampus pencetak calon guru” menangisi tingginya biaya kuliah.
Karangmalang sendiri menjelma sebagai kompleks kos-kosan sejak tahun 1970-an. Menurut Kepala Dukuh Karangmalang, Sudarman (59), awalnya hanya beberapa rumah saja yang diperuntukkan sebagai indekos.
Akan tetapi, seiring berjalannnya waktu, nyaris semua pemilik rumah di dukuh tersebut menyewakan kediaman mereka kepada para mahasiswa. Muasalnya, memasuki 1990-an UNY mulai seramai UGM.
“Jadi yang awalnya banyak mahasiswa UGM pada 70-an kos sini, pas 90-an jumlahnya sama banyak dengan UNY. Malahan sekarang lebih banyak anak UNY,” jelas Sudarman saat ditemui Mojok, Rabu (8/11/2023) lalu.
Sebagai kompleks kos-kosan, lokasi Karangmalang memang sangat strategis. Kampung yang terbagi menjadi 5 blok ini hanya berjarak beberapa menit jalan kaki ke UGM maupun UNY. Biaya sewanya pun cenderung masih terjangkau, rata-rata Rp4-6 juta setahun.
Alhasil, buat sebagian mahasiswa UNY dengan ekonomi kurang mampu, Karangmalang adalah sebaik-baiknya tempat kos.
Kos Karangmalang, penyelamat para aktivis yang diburu aparat
Mengutip sejumlah laporan, Jogja memang menjadi “titik koordinat” gerakan menuntut lengsernya Suharto. Nyaris semua mahasiswa di berbagai kampus turun ke jalan.
Di beberapa titik aksi, situasi memanas. Salah satunya di pertigaan Jalan Gejayan-Colombo, di mana menjadi titik pertemuan para mahasiswa dari UGM, IKIP Jogja (UNY), dan Sanata Dharma.
Menurut penuturan Sudarman, saat bentrokan tak terhindarkan, banyak aktivis mahasiswa berhamburan ke arah Karangmalang. Saking banyaknya, ia bersama pemuda desa sampai membuat ronda malam untuk memastikan anak-anak kos mereka aman.
“Kita berjaga tiap malam. Pokoknya jangan sampai ada aparat masuk ke Karangmalang, nanti malah menangkap mahasiswa sembarangan kan malah jadi repot,” ujarnya.
Darman mengaku sangat simpatik dengan aksi mahasiswa kala itu. Apalagi kalau yang datang ke arah Karangmalang kondisinya terluka. Tanpa pikir panjang ia akan mengizinkannya masuk.
“Aparat itu cuma mengejar, bukan mau menertibkan,” kata Darman.
Biasanya, para aktivis mahasiswa itu akan diinapkan di salah satu kosan teman atau kenalannya yang memang tinggal di Karangmalang. Saat kondisi di jalanan mulai tertib, mereka baru diperbolehkan pulang.
Kendati demikian, memang tak semua pemilik kos seperti Sudarman. Nyatanya tetap saja ada yang tak mengizinkan para aktivis mahasiswa masuk karena takut itu hanya intel yang menyamar.
Dua dekade berselang, jadi tempat mahasiswa UNY menangisi UKT mahal
Romantisme Karangmalang sebagai lokasi penyelamat aktivis memang akan selalu terkenang. Namun, di masa mendatang, narasinya bisa jadi akan berubah. Karangmalang, bisa saja lebih terkenal sebagai tempat mahasiswa UNY menderita, alih-alih dicatat sebagai bagian dari Reformasi.
Sebelumnya, Mojok pernah membuat liputan berjudul “Kompleks Kos Karangmalang, Saksi Bisu Mahasiswa KIP Kuliah UGM-UNY Kelaparan dan Makan Sampah Gara-Gara Beasiswa Cairnya Molor“. Di dalamnya, terdapat kisah Maria, alumnus UNY, yang pernah mengais nasi sisa seminar demi bisa makan karena KIP Kuliah (bidikmisi) telat cair.
Baru-baru ini, kisah datang dari Dona (19), mahasiswa UNY angkatan 2023 yang nasib perkuliahannya tak menentu. Dona sendiri merupakan mahasiswa dari prodi kependidikan di Fishipol UNY.
Ia lolos UNY via jalur SNBT tahun lalu. UKT-nya menyentuh angka Rp4 juta, yang jelas-jelas itu sangat memberatkan.
“Kedua orang tua tani. Pas mengisi data penghasilan sudah benar-benar kecil, tapi tetap dapat UKT golongan IV. Jelas nggak adil,” ungkapnya kepada Mojok, Kamis (31/5/2024).
Saat memasuki “musim bayar UKT” awal tahun 2024 ini, Dona tak henti-hentinya menangis di kos-kosan. Ia takut tak bisa membayar UKT, meski di satu sisi tak tega melihat orang tua jumpalitan untuk mencari uang.
UKT-nya memang terbayar, tapi ortunya harus utang sana-sini. Saat lebaran kemarin pun, ia berkali-kali sungkem, meminta maaf sedalam-dalamnya kepada ayah dan ibunya karena merasa menjadi beban keluarga.
“Celakanya itu di kosan saya, semua ngalamin hal yang sama. Mengeluh semua soal UKT yang memang sangat nggak masuk akal angkanya,” pungkas mahasiswa UNY ini.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA Pemilik Kos Mahasiswa UNY dan UGM di Karangmalang Jadi Penyelamat Demonstran Gejayan 98
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News