Pertempuran hati
Saya bertanya pada Didit, sampai kapan dia akan menjadi joki tugas kuliah, dan apakah hatinya tenang-tenang saja menjalani profesi ini?
Didit mengaku, dia tahu betul yang dia lakukan itu salah. Dia berdosa pada kampus, pada mahasiswa yang menyewa jasanya, juga pada dirinya sendiri. Tapi keadaannya memang tidak berpihak pada dirinya. Keterbatasan ekonominya tak bisa diatasi dengan mudah.
“Dulu aku sempat stop jadi joki tugas kuliah, Mas, waktu semester 6. Tapi masuk semester 7, aku skripsian, aku kan perlu uang untuk print, penelitian kan juga butuh uang, Mas, jadi aku terima lagi.”
Tapi Didit mengaku kini sudah tak lagi mengerjakan tugas-tugas sebagai joki. Semenjak Lebaran hingga kini, dia fokus mengerjakan skripsi dan tak membiarkan dirinya terkena distraksi yang bisa menghambatnya skripsian.
Hanya saja, masih banyak yang order ke Didit, meski oleh Didit dilempar ke timnya. Jadi dia hanya menerima order, tapi tidak mengerjakan.
“Bisa dibilang aku udah berhenti dua bulan sih, Mas.”
Tapi ada satu hal yang mengganjal di pikiran saya, yaitu perkara S2 tadi. Saya menanyakannya lagi sebagai penutup. Kok bisa ya Didit berani jadi joki tugas kuliah S2?
“Kenapa berani ngerjain tugas S2, karena pada dasarnya tugas-tugasnya hampir sama kayak S1. Seperti buat PPT, studi kasusnya dalam kehidupan nyata, gitu-gitu. Tugas kayak UAS, PPT, makalah, masih sama kayak tugasku S1, Mas. Kalau masih FISIP, masih mirip-mirip, lah.”
Reporter: Rizky Prasetya
Editor: Hammam Izzudin
BACA JUGA Kok Bisa Ada Mahasiswa yang Bangga Pakai Jasa Joki Tugas, Sehat, Bos?
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.