Dosen penguji geleng-geleng kepala
Saat sidang skripsi secara online, hal pertama yang para dosen penguji tanyakan pada Renaldi adalah, “Kok bisa?”, “Mengerjakannya bagaimana?”
“Bahkan kaprodiku bilang, 200 halaman itu setara skripsinya dia,” ucap Renaldi.
Bahkan ada juga dosen penguji yang bilang kalau seharusnya Renaldi cukup bikin paling banyak 150 halaman saja. Itu sudah memenuhi persyaratan skripsi di fakultas. Agar waktu Renaldi tak cuma terbuang di skripsi, tapi juga bisa untuk hal-hal produktif lain. Meskipun di satu sisi para dosen penguji itu tetap mengapresiasi.
Setelah proses skripsi yang menguras energi dan pikiran itu, Renaldi mengaku agak sedikit stuck. Berbulan-bulan ia merasa buntu, pikirannya tak bisa diajak berpikir berat. Padahal waktu itu ia punya peluang bisnis yang bisa memberi pemasukan sementara sebelum ia mendapat pekerjaan tetap.
“Gara-gara skripsi hampir 200 halaman, banyak temen-temen bahkan mahasiswa-mahasiswa di kampusku di Surabaya mau pakai jasaku. Jadi joki skripsi,” kata Renaldi.
“Kan lumayan, harga dari Rp2 juta sampai Rp3 jutaan. Tapi entah kenapa kayak nggak mampu buat mikir berat dan ilmiah lagi. Jadi nggak aku ambil. Sayang banget,” tutup alumnus kampus negeri Surabaya itu.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.