Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Liputan

Jeritan Hati Pedagang Pasar Klithikan Pakuncen yang Minta Pemerintah Turun Tangan

Mohamad Ichsanudin Adnan oleh Mohamad Ichsanudin Adnan
20 Agustus 2023
A A
Jeritan Pedagang Pasar Klithikan Pakuncen yang Minta Pemerintah Turun Tangan. MOJOK.CO

Ilustrasi Jeritan Pedagang Pasar Klithikan Pakuncen yang Minta Pemerintah Turun Tangan. MOJOK.CO

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Pasar Klithikan Pakuncen pernah berjaya sebagai tempat mencari barang bekas atau lawasan. Kini suasana di pasar barang tersebut membuat pedagang di sana menjerit meminta pemerintah turun tangan.

***

Pendi (53) adalah salah satu pedagang di Pasar Klithikan Pakuncen paling konsisten yang saya temui. Di pasar barang bekas tersebut, ia tetap menjual sepatu bekas di sisi selatan pasar. Pedagang lainnya sebagian besar menjual barang-barang baru.

Pasar Klithikan Pakuncen awal mula berdiri memang menjadi tempat jual beli barang-barang bekas di Kota Yogyakarta. Dulunya pedagang di sana merupakan pindahan dari penjual klithikan yang ada di trotoar Jalan Pangeran Mangkubumi (kini Jalan Margo Utomo), Jalan Asem Gede, dan Alun-alun Kidul.

“Dahulu ini pasar sukses, Mas. Nasib [saya] awal-awal setelah pindah bagus, tapi tahun 2016-an kondisinya mulai lumpuh. Hampir gada orang, penjual klithikannya habis ya otomatis pembelinya pada ilang. Lha, wong pasar klithikan og barang klithikane ora ono,” kata Pendi laki-laki asal Jawa Timur yang saya temui belum lama ini di Pasar Klithikan Pakuncen. 

Berawal dari banyaknya pedagang klithikan di trotoar jalan

Pada tahun 1990-an hingga 2000-an, keberadaan pasar klithikan di Yogyakarta menjamur. Di Jalan Pangeran Mangkubumi, keberadaan pedagang bahkan menguasai trotoar sisi barat jalan. Kondisi ini membuat jalan utama menuju Stasiun Tugu dan Malioboro ini kerap macet di sore hingga malam hari. 

Akhirnya di tahun 2007 atau saat Herry Zudianto menjabat sebagai Walikota Jogja, pasar klithikan disatukan di Pakuncen yang dulunya merupakan Pasar Hewan Yogyakarta. 

Tidak sedikit pedagang yang menolak kebijakan tersebut. Pendi awalnya merupakan salah satu pedagang di Pasar Klithikan di Jalan Pangeran Mangkubumi. “Mereka yang nolak [Relokasi] udah kerasan mas di [Jalan] Mangkubumi. Ngga mau pindah takut nek pelanggannya ilang. Apalagi kalau pindah belum tentu seramai di Mangkubumi,” kata Pendi.

Namun, tidak semua pedagang di Jl P Mangkubumi menolak kebijakan tersebut. Beberapa dari mereka memilih untuk sepakat dengan kebijakan tersebut, lantaran pemerintah menjanjikan suatu area permanen yang nyaman, serta menjamin kepastian usaha yang mereka lakukan. 

Sehingga, secara tidak langsung, pemerintah juga bertanggung jawab dan menjamin berlangsungnya para pedagang yang menempati Pasar Klithikan Pakuncen.

Pasar Klithikan Pakuncen kini sepi pembeli.
Pasar Klithikan Pakuncen tampak depan. (Iradat Ungkai/Mojok.co)

Maka pada tahun 2007, Pasar Klithikan Pakuncen resmi beroperasi sebagai pasar di bawah kepemilikan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Yogyakarta. Nama klithikan sendiri menurut Yunanto Wiji Utama dalam bukunya berjudul “Pasar Klithikan Yogyakarta: Berburu Barang Bekas dan Unik”, memiliki makna sebagai aktivitas berjalan-jalan santai untuk mencari dan membeli barang bekas milik orang lain.

Skena ‘cah acara’ di Pasar Klithikan Pakuncen

Hadirnya tradisi klithikan atau mencari barang bekas sempat menjamur beberapa waktu silam. Klithikan turut meramaikan trend “cah acara” bagi anak-anak muda di Jogja. Trend semacam ini mengandaikan adanya sekelompok pemuda Jogja yang menyukai band-band lokal, serta aktif meramaikan setiap konsernya. Selain menyukai musik, mereka juga kerap menduplikasi gaya hidup para idolanya dengan pakaian serba big size, serta setelan seat bag bekas.

Begitu juga dengan yang saya alami. “Los Pakualamos ning JNM lur, ben gayeng ngosek-ngosek ning tengah. Nek wedi kesemplak mending mundur!” Sepintas himbauan yang sempat dilayangkan oleh seorang kawan dari Blackberry Messenger.

Dulu, lobi Jogja National Museum (JNM) memang tempat band-band lokal tampil. Maka mudah menjumpai mereka di tempat itu.  

Iklan

Selain akrab dengan hip-hop Jawa dan hardcord lokal yang dibawakan NDX, Los Pakualamos, Begundal Clan, hingga Xaqhala. Rasanya tak lengkap bila gaya berpakaian saya tak mengikuti aliran musik mereka.

Maka sebagai seseorang yang sempat mengikuti trend “Cah Acara”, sudah pasti punya kenangan atau memori yang kuat dengan keberadaan Pasar Pakuncen. Ingatan tersebut lekas membawa saya kembali ke masa sekolah pada tahun 2014-an, ketika Pasar Pakuncen sedang jaya-jayanya jadi jujugan anak muda.

Dulu di Pasar Klithikan Pakuncen saya dapat dengan mudah mencari flanel dan celana kargo dengan ukuran besar. Meskipun kualitasnya bekas, terkadang saya pernah mendapati barang-barang branded bermerek “Familia” yang nantinya dapat saya jual dengan harga tinggi. 

Lumayan bekal uangnya bisa buat moshing di JNM bersama kawan-kawan saya di kota, sembari mendengarkan langsung musik koplo patah hati yang dibawa oleh band kesayangan saya yakni NDX.

Begitulah kiranya serpihan memori yang masih saya simpan hingga hari ini. Meskipun sempat menjadi identitas yang khas bagi pemuda Jogja, namun trend tersebut hanya bertahan dari tahun 2011 sampai 2016-an. Kini banyak dari kawan-kawan saya yang memilih untuk mengikuti trend-trend “anak indie” yang masuk ke pasar musik nasional.

Jadi tempat kulakan sebelum jual di Facebook

Bagi siapapun yang sempat mengikuti trend semacam ini, sudah pasti beranda Facebooknya penuh dengan para pedagang “BU” (Butuh Uang), sembari menjajakan barang-barang “Nonminus” maupun “Minusan”. Bahkan bisnis semacam ini sempat menjamur lebat, menggaet anak-anak muda yang ingin masuk skena “cah acara” di Jogja.

Salah satu stand di Pasar Klithikan Pakuncen yang menjual kamera bekas.
Salah satu stand di Pasar Klithikan Pakuncen yang menjual kamera bekas. (Iradat Ungkai/Mojok.co)

Sebelum masuk ke pasar Facebook, beberapa penjual barang bekas ini biasanya kerap mengambil barang-barang di pasar klithikan yang ada di DIY. Salah satu destinasi utamanya adalah Pasar Klithikan Pakuncen. 

Tempat ini terkenal sebagai oasenya barang-barang klithikan dengan harga murah, tapi masih layak pakai. Bahkan jika beruntung, beberapa dari mereka bisa memperoleh barang-barang branded yang lantas dapat dijual lagi dengan harga tinggi.

Beda zaman beda semangat, Pasar Klithikan Pakuncen yang dulunya berhasil menggaet “cah-cah acara” yang hobinya cari barang-barang klithikan, kini mulai tak lagi memfasilitasi tradisi tersebut. Saat ini kondisinya tampak terlihat lesu. Beberapa ruko klithikan yang dulunya ramai, kini hanya menyisakan barang-barang baru dengan kualitas tiruan.

Alhasil, Pasar Pakuncen mengalami kondisi sepi selama bertahun-tahun lamanya. Para penjual barang klithikan memilih untuk mengalihkan lapaknya ke tempat lain, sehingga mereka yang masih mencari barang klithikan tak lagi tertarik untuk mengunjungi pasar tersebut.

Baca halaman selanjutnya..

Kondisi Pasar Klithikan Pakuncen saat ini

Halaman 1 dari 2
12Next

Terakhir diperbarui pada 20 Agustus 2023 oleh

Tags: barang bekasJogjaKlithikanPasar Pakuncen Klithikan
Mohamad Ichsanudin Adnan

Mohamad Ichsanudin Adnan

Menanggung gelar "Akademisi Menfess"

Artikel Terkait

Keturunan Keraton Yogyakarta Iri, Pengin Jadi Jelata Jogja Saja! MOJOK.CO
Esai

Keresahan Pemuda Berdarah Biru Keturunan Keraton Yogyakarta yang Dituduh Bisa Terbang, Malah Pengin Jadi Rakyat Jelata Jogja pada Umumnya

18 Desember 2025
UMP Jogja bikin miris, mending kerja di Jakarta. MOJOK.CO
Ragam

Menyesal Kerja di Jogja dengan Gaji yang Nggak Sesuai UMP, Pilih ke Jakarta meski Kerjanya “Hectic”. Toh, Sama-sama Mahal

17 Desember 2025
Berantas topeng monyet. MOJOK.CO
Liputan

Nasib Monyet Ekor Panjang yang Terancam Punah tapi Tak Ada Payung Hukum yang Melindunginya

15 Desember 2025
Peringatan Hari Monyet Ekor Panjang Sedunia di Jogja. MOJOK.CO
Bidikan

Pilu di Balik Atraksi Topeng Monyet Ekor Panjang, Hari-hari Diburu, Disiksa, hingga Terancam Punah

15 Desember 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Bagian terberat orang tua baru saat hadapi anak pertama (new born) bukan bergadang, tapi perasaan tak tega MOJOK.CO

Katanya Bagian Terberat bagi Bapak Baru saat Hadapi New Born adalah Jam Tidur Tak Teratur. Ternyata Sepele, Yang Berat Itu Rasa Tak Tega

18 Desember 2025
elang jawa.MOJOK.CO

Raja Dirgantara “Mengudara”, Dilepasliarkan di Gunung Gede Pangrango dan Dipantau GPS

13 Desember 2025
Peringatan Hari Monyet Ekor Panjang Sedunia di Jogja. MOJOK.CO

Pilu di Balik Atraksi Topeng Monyet Ekor Panjang, Hari-hari Diburu, Disiksa, hingga Terancam Punah

15 Desember 2025
Saat banyak teman langsungkan pernikahan, saya pilih tidak menikah demi fokus rawat orang tua MOJOK.CO

Pilih Tidak Menikah demi Fokus Bahagiakan Orang Tua, Justru Merasa Hidup Lebih Lega dan Tak Punya Beban

15 Desember 2025
Gedung Sarekat Islam, saksi sejarah dan merwah Semarang sebagai Kota Pergerakan MOJOK.CO

Upaya Merawat Gedung Sarekat Islam Semarang: Saksi Sejarah & Simbol Marwah yang bakal Jadi Ruang Publik

20 Desember 2025
Pasar Petamburan di Jakarta Barat jadi siksu perjuangan gen Z lulusan SMA. MOJOK.CO

Pasar Petamburan Jadi Saksi Bisu Perjuangan Saya Jualan Sejak Usia 8 Tahun demi Bertahan Hidup di Jakarta usai Orang Tua Berpisah

19 Desember 2025

Video Terbaru

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025
Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025
Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

14 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.