Jalan Selokan Mataram Sleman adalah titik kepadatan yang melegenda. Beragam rekayasa pernah dilakukan di sana. Namun, tetap saja membuat banyak pekerja dan mahasiswa Jogja yang tinggal di sekitarnya seperti merasakan “derita romusha”.
***
Sebagai orang yang dulu kuliah di kawasan SCBD Jogjased alias Seturan, Condongcatur, Babarsari, Depok, Jalan Selokan Mataram adalah kawasan yang sulit dihindari. Banyak keperluan yang mengharuskan melewati jalan ramai di tepi irigasi legendaris Jogja itu. Lokasinya strategis dengan banyak titik banyak pusat kuliner, fesyen, hingga tempat nongkrong anak muda.
Namun, keramaian itu tidak seimbang dengan sempitnya ruas Jalan Selokan Mataram. Setiap sore kepadatan kendaraan roda dua dan empat tak bisa terelakkan.
Suatu ketika, saya pernah berencana hendak mencari kos di sekitar Nologaten yang dekat dengan Jalan Selokan Mataram tersebut. Sontak, seorang teman yang mengetahui langsung menyarankan agar saya mengurungkan rencana itu.
“Mending nggak usah. Padatnya jalan di sana bikin stres,” katanya. Ucapan yang terus saya ingat.
Belakangan, saya menyadari bahwa saran itu tepat. Meski dekat dengan segala tempat penunjang kebutuhan dan hiburan mahasiswa, keramaian di sana bisa bikin pusing kepala.
Hal itu juga dibenarkan oleh Alfaris (24), seorang mahasiswa UIN Sunan Kalijaga yang baru saja lulus. Sejak 2021 silam, ia tinggal di rumah kontrakan sekitar Jembatan Merah, utara Jalan Selokan Mataram.
“Dulu sebenarnya awal mula mau tinggal di sana ragu. Sebab ya mikir jalan itu kan ramainya minta ampun,” kenangnya.
Namun, karena kebutuhan mendesak akhirnya ia putuskan untuk tetap memilih tempat itu. Terlebih, adiknya juga saat itu hendak masuk kuliah di UNY yang terbilang dekat dengan Selokan Mataram.
Terima ambil jalur lain ketimbang lewat Jalan Selokan Mataram
Sebenarnya, jika menghitung rute terdekat menuju kampus, Faris idealnya mengambil arah ke selatan Jalan Selokan Mataram. Namun, selama tinggal di sekitar sana, ia mengaku lebih memilih melaju melalui Jalan Gejayan.
“Secara jarak lebih jauh, tapi durasi tempuhnya lebih cepat. Ya karena padat itu jalannya,” katanya.
Apalagi saat jam-jam padat beraktivitas, pagi hari jelang berangkat kerja dan sore hari sepulang masyarakat berkegiatan, Faris benar-benar menghindari jalan sempit itu. Selain menghemat waktu, menurutnya juga bisa menyimpan lebih banyak tenaga karena tidak emosi.
Menurut kajian Dishub Sleman, kepadatan lalu lintas di Jalan Selokan Mataram kerap terjadi di pagi dan sore hari. Pagi biasanya jam 07.00 sampai 08.00 sementara sore pukul 15.00 sampai 18.00.
Ia melihat, selain ruas jalan sempit, rute ini penuh simpang empat. Setidaknya ada tiga simpang empat padat yakni di dekat Outlet Biru, Jalan Perumnas, dan Jalan Seturan. Selain itu, ada banyak persimpangan lain yang lebih kecil namun tetap ramai kendaraan saling sebrang. Di persimpangan inilah kemacetan biasanya timbul.
Baca Selanjutnya
Arena kebut-kebutan sampai kisah romusha