Ribut-ribut soal sampah di Jogja mengingatkan akan keberadaan Warung Soto Sampah yang tak jauh dari pusat kota. Buka hingga dini hari, kuliner satu ini cocok untuk mengusir malam yang sedang dingin di Jogja.
***
Cuaca Jogja di siang hari sangat berbeda dengan Jogja di malam hari. Musim kemarau membuat pukul 4 sore terasa masih di tengah hari. Teriknya matahari masih terasa ngentang-ngentang.
Namun, usai magrib, suasana berubah menjadi dingin. Mbediding. Begitu orang-orang menyebut untuk menggambarkan suhu dingin malam hari yang muncul di musim kemarau. BMKG menyebut suhu di Jogja saat malam hari rata-rata di 21 derajat celcius.
Maka tidak ada pilihan lain saat tubuh diterpa angin malam selain mencari kehangatan. Kehangatan yang hakiki bernama soto.
Rekomendasi kuliner malam di Jogja, Soto Sampah
Di Jogja soto yang buka malam hari tidak banyak. Dan salah satu yang saya rekomendasikan ketika mencari makanan berkuah di Jogja adalah Soto Sampah. Lokasinya cuma beberapa meter sebelah utara Tugu Jogja, tepatnya di Jalan Kranggan No 2 Yogyakarta.
“Dari namanya saja, awalnya saya langsung mengerutkan dahi. Soto apa kok namanya soto sampah,” kata Qonita (20), Jumat (18/8/2023). Mahasiswa Psikologi UGM ini saya temui sedang duduk sendirian di pojokan warung. Saya menyapanya sembari mengajak ngobrol sambil menunggu pesanan datang.
Ini adalah kedatangan Qonita untuk kesekian kalinya di Soto Sampah. Awalnya ia meminta rekomendasi dari temannya yang suka kulineran. Ia ingin mencari tempat makan yang nggak jauh dari kosnya di kawasan Jetis. “Kan nggak mungkin sotonya isinya sampah,” kata Nita tertawa.
Saat itu, ia menduga, nama Soto Sampah karena pasti banyak bumbu rempahnya. Kesimpulan itu berangkat dari pengalamannya minum wedang uwuh. “Wedang uwuh itu kan minuman kalau diartikan dari sampah. Nah ternyata minuman yang bahannya dari rempah-rempah,” kata Nita.
Soto bening yang kaya rempah
Dugaannya benar. Saat mencicipi soto sampah, bumbu rempahnya sangat terasa. Sejak saat itu, Nita mengaku jatuh cinta dengan Soto Sampah. “Beda banget dengan soto yang dibuat ibu di rumah. Kalau di Jakarta, ibu sering buat soto dengan kuah yang kental. Ini meski banyak rempahnya, kuahnya bening, lebih ringan rasanya dan saya suka soto yang seperti ini,” kata Nita.
Nita cerita, dia sebenarnya baru tiba dari Jakarta. Selain karena proses perkuliahan sudah mau mulai, tentu saja ia enggan berlama-lama di ibu kota karena polusi udaranya sedang ngeri-ngerinya.
Jogja memang sedang ramai soal sampah yang ada di mana-mana, tapi tidak separah polusi udara di Jakarta. Maka, untuk merayakan kedatangannya di Jogja ia makan di tempat favoritnya. Dari bandara dia pulang ke kos untuk meletakan barang-barangnya, lantas ke Warung Soto Sampah.
Menu pesanan kami datang. Saya sengaja pesan soto tanpa nasi. Sedang Nita pesan soto komplit. Ada satu hal yang saya perhatikan dari cara dia makan. Sampai sotonya habis, ia tak memasukan setetespun kecap ke dalam mangkuknya. Sama seperti yang saya lakukan.
“Hahaha..aku tipe orang yang tidak akan memasukan kecap ke kuah soto. Haram hukumnya. Rasanya nanti kacau,” katanya. Kami lantas tertawa bersama karena masuk golongan sekte makan soto yang sama.
Baca halaman selanjutnya…