Jumlah debitur yang harus ditagih dalam sehari
Nasi goreng mereka sudah tandas. Keduanya menganga kepedasan. Tadi Tiara memang memberi catatan pada makanan yang ia pesan, “Pedas banget.”
Namun, kepedihan sebenarnya kerap mereka rasakan sehari-hari. Bukan akibat bulir cabe yang terselip ke mata, namun karena menghadapi ratusan debitur yang tidak kooperatif.
Salah satu tantangan awal yang mereka rasakan adalah menghadapi ratusan data untuk dieksekusi setiap hari. Data berisi nomor dan identitas peminjam online itu mereka hubungi via telepon dan pesan WhatsApp.
Mereka melakukan panggilan ke lebih dari tiga ratus kontak. Di antara itu, paling banyak hanya belasan yang mengangkat. Jumlah yang bisa berbincang secara kooperatif tentu lebih sedikit lagi.
“Jadi pas awal itu aku langsung kaget. Dapat data segitu banyak tapi bingung ini eksekusinya gimana supaya mereka bayar,” kenang Tiara.
Sebagai informasi, para desk collection terbagi ke dalam beberapa kategori. Ada yang menghubungi debitur dengan tunggakan satu bulan, dua bulan, hingga tiga bulan lebih. Mereka berdua tidak pernah mendapatkan jatah menagih di tunggakan awal.
Jadi, debitur yang mereka hadapi memang bermasalah. Antara benar-benar tidak punya uang hingga sengaja menunggak karena menyepelekan.
“Pokoknya kami harus mutar otak,” keluh perempuan ini.
Di sisi lain mereka terikat sederet aturan terkait etika penagihan. Semua percakapan di telepon dan WhatsApp resmi terekam dalam sistem. Para desk collection ini pun harus patuh terhadap aturan main Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Tapi mereka punya siasat khusus yang enggan mereka ceritakan detailnya. Tanpa siasat-siasat itu, bagi Diana dan Tiara, nyaris mustahil mendapatkan pembayaran dari mereka yang sudah menunggak berbulan-bulan.
Rupa-rupa para debitur
Di kondisi terdesak saat debitur sudah betul-betul tidak kooperatif, mereka bisa meminta bantuan tim lapangan alias debt collector untuk mengeksekusi. Mereka biasanya menggunakan bantuan debt collector untuk debitur dengan utang lebih dari satu juta.
Angka kredit macet pada aplikasi pinjol memang terbilang tinggi. OJK merilis data ada Rp1,43 triliun atau 2,8% dari total outstanding per Maret 2023 merupakan kredit macet yang melebihi 90 hari.
Diana mengakui syarat pinjaman online semakin mudah. Selama bekerja, ia banyak menjumpai peminjam yang menggunakan nomor bukan miliknya.
“Padahal kami kalau menagih, hal utamanya harus memastikan adalah benar bahwa orang yang kami hubungi itu adalah peminjam,” terangnya.
“Realitanya, kami banyak menemukan orang yang nomornya dicatut,” imbuhnya.
Mereka berdua bekerja di layanan penagihan yang terintegrasi dengan marketplace kredit. Sehingga, pinjaman itu terhubung dengan pembelian barang.
Para desk collector bisa mengetahui barang apa yang biasanya dibeli para pengutang. Menurut pengamatan Diana, kebanyakan adalah barang-barang penunjang gaya hidup seperti pakaian.
“Bahkan kami menjumpai banyak yang beli aneh-aneh. Nggak cuma sekali dua kali,” kata Diana tertawa.
“Apa itu contohnya?” tanya saya penasaran.
“Obat ikan hias… dan obat kuat,” jawab mereka berdua, tertawa kompak.
Hikmah di balik menagih utang
Suatu kali Diana ingat, ada rekannya yang mendapati pengutang yang mengaku sama sekali tak punya dana untuk membayar. Padahal pinjamannya tidak sampai Rp200 ribu.
“Aku aja kaget. Kebetulan itu pengutangnya cewek. Dia menawarkan bayarnya pakai badan karena benar-benar tidak punya uang,” ujarnya mengelus dada.
Jumlah pinjaman paling banyak berkisar di angka belasan juta. Terlepas dari nominalnya dan apa yang peminjam beli, mereka berdua sepakat, paling menyebalkan adalah bertemu debitur yang mempermainkan utang.
Mudahnya melakukan pinjaman online membuat banyak orang sengaja utang dari banyak aplikasi tanpa niat untuk membayarnya. Kondisi ini membuat para desk collection kewalahan.
Tak mudah untuk menagih utang secara daring. Di sisi lain, para pekerja ini harus memperjuangkan pembayaran demi bisa mendapat bonus-bonus di awal bulan.
Terkadang, berhadapan dengan pengutang membuat pikiran mereka lelah. Namun, keramaian suasana di kantor dengan ratusan karyawan jadi obatnya. Bertukar cerita dengan sesama penagih yang bekerja demi menghidupi diri.
Tiara tiba-tiba berujar, ia mengakui pekerjaan ini jauh dari ideal. Bukan pekerjaan yang mendapat anggapan baik di lingkungan.
“Tapi setiap utang itu akan ditagih di akhirat. Jadi ya, hitung-hitung aku ini meringankan beban mereka kelak,” kata Tiara bijak. Langsung tersenyum seolah tak menyangka kalimat itu meluncur dari mulutnya.
Reporter: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Mantan Debt Collector Berbagi Cerita Beratnya Jadi Penagih Utang