Ragam jurusan yang membingungkan
Sebetulnya, visi pembangunan nasional dari KKN Kebangsaan tak banyak mengubah sistem KKN pada umumnya. Hanya saja, kami tergabung dari kampus yang berbeda. Jurusannya pun makin beragam.
Idealnya, program yang diharapkan juga lebih beragam dengan jurusan yang lebih variatif. Tapi, ibarat pedang bermata dua, jurusan yang bervariatif itu justru menjadi boomerang bagi kami. Dengan banyak kepala dan ide yang bermunculan, kami harus menyatukan program-program sesuai visi food estate milik pemerintah.
Bayangkan, kelompok saya saat itu terdiri dari mahasiswa Jurusan Pendidikan Ilmu Kristen, Ilmu Komunikasi, Pendidikan Matematika, Teknik Industri, Biologi, Kimia, sampai Fisika murni.
Sekilas, jurusan-jurusan tersebut lebih banyak berasal dari rumpun ilmu Sains dan tak berhubungan langsung dengan food estate.
Kami ditempatkan di Desa Maliku Baru, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Di satu desa itu saja, kami sudah menjumpai banyak persoalan. Boro-boro membahas soal food estate, kami harus menyelesaikan masalah yang lebih urgent.
“Kakak-kakak bisa mengajar di sekolah SD dekat sini kah?” pinta Kepala Desa Maliku Baru saat itu. Tentu saja kami tak menolak, walaupun sebenarnya program mengajar ini jauh berhubungan langsung dengan misi food estate.
Masalahnya, di Maluku Baru terdapat dua sekolah yang jaraknya berdekatan. Jadi, kami harus membagi dua tim untuk mengajar saat pagi. Selain sekolah, kami juga diminta untuk membantu kegiatan program stunting di puskesmas atau menangani masalah air keruh yang tak bisa dikonsumsi.
Gagal mewujudkan visi Kebangsaan KKN
Alhasil, dengan banyaknya program itu kami jadi sedikit lupa dengan misi utama membantu program food estate. Di akhir bulan, kami baru kebut-kebutan mengejar target. Salah satunya dengan melakukan sosialisasi dan pelatihan membuat media tanam hidroponik, serta pupuk organik.
Program ini bisa dikatakan agak aneh, karena biasanya tanaman hidroponik dipakai di kota-kota besar yang kekurangan lahan. Namun, Rosjetti, salah satu anggota tim andalan kami berujar hidroponik adalah satu-satunya jalan yang bisa ia upayakan agar program dari kelompok kami sejalan dengan visi KKN Kebangsaan.
“Masalahnya, di Maliku Baru ini tanahnya kebanyakan gambut. Tidak bisa dipakai sebagai lahan tani,” ujar mahasiswa yang berkutat di Fakultas Pertanian tersebut.
Belum lagi persoalan sumber daya manusianya yang mayoritas bukan petani. Kebanyakan dari mereka justru merantau ke kota besar dan bekerja sebagai buruh. Kadang-kadang, suami mereka jarang pulang dan hanya mengirimkan uang untuk keluarga mereka di desa.
Karena gatal tak bisa menyelesaikan masalah tersebut, kelompok kami juga sempat memberikan sosialisasi soal UMKM dan pemasaran. Jujur saja, banyaknya program yang sebetulnya tak menjurus langsung pada visi pembangunan food estate, membuat energi kami habis selama sebulan penuh. Pun juga warga yang tak merasa terselesaikan masalahnya dengan program food estate.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Panduan Bikin Proker KKN yang Diharapkan Warga Desa, Nggak Perlu Muluk-Muluk Entaskan Kemiskinan atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.












