Wibu, kelompok masyarakat yang dianggap apatis dan apolitis, turun ke jalan untuk mengikuti aksi Jogja Memanggil. Mereka mengaku juga bisa resah dan marah dengan kebijakan pemerintah.
***
Rakyat Indonesia semakin resah dengan kebijakan pemerintah Prabowo-Gibran yang dianggap semakin ngawur. Sejak Senin (17/2/2025), masyarakat di berbagai daerah pun turun ke jalan untuk memprotesnya.
Massa aksi tumpah ruah ke jalan untuk menyuarakan aspirasi dan kekesalan mereka. Mereka, terdiri dari beragam latar belakang, termasuk mahasiswa, buruh, korban penggusuran, hingga tak terkecuali para Wibu.
Wibu sendiri secara definitif merupakan subkultur individu non-Jepang tapi mengagumi hampir setiap hal dari budaya Jepang. Termasuk anime, manga, cosplay, hingga bahasa dan kulinernya.
Dalam aksi Jogja Memanggil di Malioboro, Kamis (20/2/2025), salah seorang Wibu bernama Zui terlihat menaiki mobil komando. Ia lantas meraih pengeras suara dan bersiap memberikan orasi di hadapan ribuan massa aksi yang hadir.
“Shinzou wo Sasageyo!,” teriak Zui sambil mengepalkan tangan kirinya. Teriakan itu disambut dengan sorak sorai oleh massa aksi.

Kata “Shinzou Wo Sasageyo” sendiri memiliki makna “pengabdian hati”. Teriakan tadi mencerminkan pengorbanan, keberanian, dan kekuatan tekad para karakter anime Attack on Titan yang siap mempertaruhkan nyawa untuk melawan para titan, musuh mereka.
Zui juga membawa poster bergambar waifu dilengkapi tulisan menggelitik tapi juga kritis.
“Omke Gams, Omke Gams. Momro Dumwa Tomrang Gams. Kembalikan Hak Rakyat, Pembohon Gendut!,” kata tulisan dalam poster yang dibawa Zui.
Rayap aja bakal keluar rumah kalau rumahnya dihancurkan, begitu juga Wibu
Saat membuka orasinya, Zui membahas keresahannya bahwa selama ini Wibu kerap dicap sebagai kelompok yang malas, apatis, bahkan apolitis. Mereka kerap dianggap tak peduli atas situasi yang terjadi di masyarakat.
“Kami dicap nggak peduli sama keadaan sekitar, cuma diam di rumah. Tapi yang kalian harus tahu, rayap juga cuma tidur dan makan di rumah. Tapi kalau rumah mereka hancur, rayap bakal keluar semua,” kata Zui, dalam orasinya di aksi Jogja Memanggil.
Ia menjelaskan, itu yang hari ini sedang dialami para Wibu. Menurutnya, kebijakan pemerintah makin ngawur, sampai-sampai kelompok yang dianggap apatis pun harus rela turun ke jalan karena merasa resah.
Kebijakan pemerintah yang disoroti Zui antara lain wacana kenaikan PPN 12 persen yang bikin gaduh, kelangkaan gas elpiji, hingga program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang perlu dievaluasi. Zui juga menyoroti proyek IKN yang telah menghancurkan hutan di Kalimantan.
“Baru 100 hari lebih (masa jabatan Prabowo-Gibran), tapi sudah banyak kebodohan-kebodohan yang dilakukan pemerintah,” jelasnya.

Kebodohan-kebodohan itulah yang bagi Zui pada akhirnya bikin masyarakat resah, termasuk Wibu seperti dirinya.
“Sebagai penutup, saya ingin mengutip lirik lagu dari sebuah idol di Jogja: ‘Jika saja saat itu aku tidak bersikap bodoh, maka pastilah semua takkan terjadi hal yang buruk. Hidup Wibu!,” tutupnya.
Pantauan Mojok di lapangan, aksi Jogja Memanggil berlangsung pada pukul 12.00 WIB. Para demonstran berkumpul di tempat khusus parkir (TKP) Abu Bakar Ali, sebelum akhirnya long march menuju depan Gedung Agung.
Di tempat tersebut, para peserta aksi kembali berorasi, termasuk Zui. Pukul 17.30 WIB, massa aksi terpantau membubarkan diri.
Turunkan Prabowo-Gibran, Bubarkan Kabinet Merah Putih!
Perwakilan peserta aksi Jogja Memanggil, Semanof, menyatakan, ada sejumlah kebijakan pemerintah yang dinilai tidak memihak kepada masyarakat. Contohnya adalah kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen serta larangan pengecer menjual gas elpiji tiga kilogram.

Meski dua kebijakan tersebut sudah dibatalkan, masyarakat sudah telanjur merasakan dampak negatif.
”Kebutuhan pokok tetap naik meskipun pemerintah menyatakan PPN 12 persen hanya untuk barang mewah. Kita juga melihat kelangkaan gas elpiji 3 kg karena komunikasi publik yang buruk,” ujar Semanof saat ditemui wartawan.
Semanof menambahkan, program Makan Bergizi Gratis (MBG) juga harus dibatalkan. Sebab, program unggulan pemerintahan Prabowo-Gibran itu menyedot anggaran begitu besar. Akibatnya, pemerintah harus melakukan efisiensi anggaran.
”Makan siang gratis merupakan janji politik yang akhirnya memangkas anggaran kementerian yang penting, seperti pendidikan dan sosial. Bagaimana bisa anggaran pendidikan sebagai bidang yang paling penting bagi kehidupan rakyat Indonesia justru dipangkas hanya untuk makan siang gratis?” tutur Semanof.
Akhir, aliansi menjelaskan bahwa pihaknya tak memiliki tuntutan khusus dalam aksi hari ini. Namun, atas berbagai kajian yang telah dibuat, aliansi menegaskan untuk melakukan perlawanan pada tiga hal. Antara lain:
1.Turunkan Prabowo-Gibran
2.Bubarkan Kabinet Merah Putih
3.Bangun Demokrasi Kerakyatan
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Aksi Jogja Memanggil: Saat Emak-Emak Sudah Turun ke Jalan, Tandanya Negara Sedang Tak Baik-baik Saja atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.