Mahasiswa UGM berbondong-bondong mendatangi 9 TPS Khusus di lima lokasi sekitar kampus untuk mencoblos. Di balik antusiasme itu, ada mahasiswa yang kecewa terhadap narasi yang memojokkan kampus mereka tanpa berdasar.
Rabu (14/2/2024) jam 8 pagi, saat Mojok berkunjung ke Asrama Ratnaningsih Kinanti 1 UGM, puluhan mahasiswa sudah mengantre untuk memasuki bilik suara. Di titik ini terpadat TPS 901 dan 902, 2 dari 9 TPS Khusus yang disediakan untuk mahasiswa.
Dua TPS tersebut menampung 589 pemilih. Mayoritas merupakan mahasiswa UGM. Namun, ada pula mahasiswa dari berbagai 12 kampus lain di Jogja yang terdaftar sebagai pemilih di kampus tersebut. Uniknya, petugas di TPS seperti KPPS juga melibatkan mahasiswa.
Setelah menentukan pilihan, para mahasiswa UGM tampak ceria dengan jari yang sudah tertandai dengan tinta biru. Ada yang langsung berfoto dengan pose mengangkat jari yang sudah berwarna.
Salah satunya adalah Deva Ardiana (20), mahasiswa UGM asal Boyolali yang mengaku senang bisa ikut mencoblos untuk pertama kalinya. Ia mengaku sejak awal memang ingin menggunakan hak pilihnya.
“Sejak awal ngikutin dan cari tahu visi misi capres sampai rekam jejaknya,” ujarnya kepada Mojok usai menggunakan hak pilihnya.
Meski tidak bisa memilih calon legisliatif, Deva mengaku tak kecewa. Perempuan ini memutuskan tak pulang ke Boyolali yang sebenarnya tak terlalu jauh dari Jogja untuk menggunakan hak pilih lantaran memang hanya ingin memberi suara kepada capres dan cawapres aja.
Ia juga mengaku dinamika politik yang terjadi belakangan, yang banyak melibatkan nama UGM, tidak mengurangi antusiasimenya untuk menentukan pilihan. “Aku sebenarnya bukan mahasiswa dulunya terlalu melek politik. Kuncinya hati-hati, nggak termakan isu dan selalu verifikasi informasi,” terang mahasiswa UGM ini.
Namun, ada pula mahasiswa UGM lain mengungkapkan rasa kecewanya terhadap situasi politik belakangan. Apalagi, karena kampusnya menjadi sasaran banyak komentar negative hingga ujaran kebencian di media sosial.
Kekecewaan dan suara mahasiswa UGM
Komentar negatif muncul pasca sebagian Guru Besar UGM memunculkan Petisi Bulaksumur yang menyuarakan kritik terhadap kemunduran demokrasi di Indonesia. Ada yang menganggap Guru Besar UGM partisan.
Selain itu, pascafilm kontroversial soal kecurangan pemilu Dirty Votes rilis, komentar instagram UGM yang berisi salah satu pemeran yakni Zainal Arifin Mochtar banjir komentar. Beberapa memberikan komentar negatif terhadap kampus ini. Zainal merupakan Ahli Hukum Tata Negara UGM.
“Sepertinya semua kampus yang bersuara itu dapat hate comment. Tapi karena UGM lebih vokal, dapat komennya lebih ekstrim. Padahal akademisi bukan sekadar ngomong doang, pasti ada data dan pertimbangan,” kata Antonius Tedi, mahasiswa UGM lain yang menggunakan hak suaranya di TPS Khusus.
“Jujur ngerasa agak sakit hati sih kampus dikatain begitu. Tapi ya sudah, diterima saja lah ya,” sambungnya.
Tedi mengaku, dinamika politik yang terjadi belakangan justru membuatnya mantap menentukan pilihan pada Pemilu 2024. Meski baru pertama kalinya ikut nyoblos, Tedi mengaku paham bahwa setiap pemilu selalu ada situasi seperti yang terjadi belakangan.
Senada, Gustav Susanto, mahasiswa Manajemen UGM angkatan 2022 merasa bahwa banyak tuduhan tak berdasar yang tertuju kepada kampusnya. Sebagai mahasiswa, ia mengaku sempat merasa terganggu.
“Kalau pemilu memang banyak hal seperti ini yang terjadi. Sebagai bagian dari civitas akademika UGM, saya sih beranggapan kita harus terbuka dengan kritik dan pendapat. Hak mereka untuk percaya atau tidak dengan pernyataan para akademisi. Tapi jangan kalau fitnah institusi, bilang partisan, tanpa bukti,” papar Gustav.
Gustav mengaku, awalnya sempat bingung untuk menentukan pilihan. Baginya, masing-masing pasangan capres-cawapres punya persoalannya tersendiri. Namun, akhirnya ia memutuskan untuk menyumbangkan suara untuk pertama kalinya dalam pemilu.
“Sayang kalau saya korbankan suara saya tanpa terpakai. Harapannya sederhana saja, siapa pun yang terpilih semoga masa depan lebih baik aja sih,” ungkapnya.
Kebanyakan mahasiswa UGM yang hadir saat itu merupakan pemilih pemula yang pertama kali menyumbangkan suaranya. Di seluruh TPS Khusus, total terdapat 2.611 pemilih terdaftar.
Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA: Surat Terbuka untuk Jokowi 2014, Tolong Selamatkan Kami dari Jokowi 2024
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News