Warga di Sleman barat terutama yang berada Kapanewon Minggir dan Moyudan merasa menjadi anak tiri dari Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Jalan Godean yang merupakan jalan provinsi selama lebih dari 20 tahun tidak pernah mengalami perbaikan sebagaimana mestinya, sehingga menjadi jalan pencabut nyawa.
Kemarahan warga di sepanjang Jalan Godean terutama di kawasan Kapanewon Moyudan dan Kecamatan Minggir akhirnya sampai pada puncaknya, Minggu (17/3/2024). Puluhan warga yang tergabung dalam Jaga Warga Kecamatan Minggir dan Moyudan melakukan aksi Jalan Godean Memanggil.
Pasang puluhan spanduk karena merasa jadi anak tiri Jogja
Mereka memasang puluhan spanduk peringatan ke pengendara kendaraan bermotor sekaligus meminta perhatian Pemda DIY terhadap nasib Jalan Godean yang rusak dan sering menyebabkan kecelakaan lalu lintas.
“Aksi ini sebagai wujud keprihatinan kami karena lebih dari 20 tahun tidak ada perbaikan Jalan Godean yang bersifat total. Di sisi lain, di wilayah Kulonprogo, jalan provinsi seperti Jalan Sentolo Kalibawang itu mulus,” kata Senaja (59), Koordinator Aksi Jalan Godean Memanggil, kepada Mojok, Minggu (17/3).
Kondisi ini membuat warga di sepanjang Jalan Godean terutama di wilayah Sleman barat seperti menjadi anak tiri. Padahal Jalan Godean menjadi jalur ekonomi atau jalur wisata yang menghubungkan wilayah-wilayah di Yogyakarta.
“Orang dari Kota Jogja mau ke Kulonprogo banyak yang lewat Jalan Godean, begitu juga sebaliknya. Bahkan korban lakalantas itu sebagian besar berasal dari Kulonprogo. Orang dari Magelang mau ke Sleman, banyak yang lewat Jalan Godean juga,” kata Senaja.
Ada sekitar 40 spanduk rintang jalan dan sejajar jalan yang warga pasang. Tulisan dalam spanduk tersebut berisi ajakan kepada pengendara yang melintas untuk berhati-hari. Beberapa di antaranya, “YA TUHAN TUNJUKAN KAMI JALAN YANG LURUS, MULUS, DAN HALUS”, AWAS!!! DALAN IKI CEN RUSAK AMBYAR KAYA HUBUNGANKU KARO MANTAN SIK BUBAR!!!”
Ada juga spanduk-spanduk yang berisi sindiran ke pengambil kebijakan. ”SING NANG PUSAT MANGAN ENAK, SING NANGISOR MANGAN DALAN RUSAK”, “NGGAK MALU??? KATANYA ISTIMEWA!! KOK JALANNYA RUSAK???”, “PAJAK TELAT DIDENDO-DALAN RAPENAK DIJARNO. ANDA MEMASUKI KAWASAN JALAN PROVINSI YANG DIANAKTIRIKAN”.
Warga sudah melakukan segala upaya agar ada perbaikan Jalan Godean
Senaja yang juga mantan Lurah Sumberarum, Moyudan, Sleman selama 17 tahun mengatakan segala upaya sudah warga lakukan. Bahkan ketika ia menjadi lurah, pengajuan perbaikan jalan lewat musrenbang, surat ke Dinas PU Pemda DIY, Pemkab Sleman maupun anggota DPRD sudah ia lakukan. “Bahkan saya sampai bilang, kalau ada proyek provinsi di Sumberarum jangan dulu sebelum Jalan Godean diperbaiki, nyatanya upaya-upaya itu gagal,” kata Senaja.
Selama ini ia melihat langkah yang Pemda DIY lakukan hanya tambal sulam jalan. Hal itu tidak menyelesaikan persoalan. “Kemarin karena viral warga mau melakukan aksi, kemudian ada penambalan jalan berlubang, tapi masih banyak jalan yang lubangnya kecil dan itu jadi jebakan yang berbahaya,” kata Senaja.
Ia bahkan pernah mengalami sendiri roda sepeda motor masuk ke lubang sehingga motor nggak stabil. Untungnya ia tidak sampai jatuh.
Ia mengungkapkan selama lebih dari 20 tahun, sudah ada puluhan nyawa yang melayang di sepanjang Jalan Godean. Terbaru sekitar tiga minggu lalu, warganya ada yang meninggal karena dugaan jalan yang berlubang.
“Jadi ada salah satu warga kami yang diduga karena menghindari jalan rusak kemudian berkendara agak ke tengah, dari arah berlawanan ada pengendara mabuk yang berkendara masuk ke badan jalan dan menabrak warga kami,” kata Senaja yang juga Koordinator Forum Komunikasi Jaga Warga Kecamatan Minggir dan Moyudan.
Ia mengungkapkan aksi pemasangan spanduk bukan hanya berisi sindiran ke Pemda DIY, tapi juga ke pengendara yang melintasi di Jalan Godean dengan cara ugal-ugalan. Aksi ini mereka lakukan karena sudah tidak tahu lagi mau mengadu ke siapa perihal Jalan Godean yang rusak.
Baca halaman selanjutnya
Hanya menambal jalan tak menyelesaikan masalah