Beberapa orang masih menanti kabar keluarganya di tempat yang terisolasi akibat bencana banjir dan longsor yang terjadi di pulau Sumatra yakni Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Sementara itu, pemerintah pusat dinilai tak sigap dalam mengirim bantuan.
Menanti kabar dari keluarga di Sumatra
Sejak Senin (24/11/2025) yang lalu, saat bencana banjir dan longsor terjadi di pulau Sumatra, Siddiq belum bisa menghubungi seluruh keluarganya yang ada di Kabupaten Bener Meriah, Aceh Tengah. Satu tahun yang lalu, ia pergi merantau ke Pekanbaru untuk bekerja sehingga harus meninggalkan kedua orang tua, kakak, adik, nenek hingga sepupunya di sana.
“Waktu dengar berita bencana itu di media sosial, saya langsung hubungi keluarga (menelepon) tapi tidak ada yang aktif,” kata Siddiq kepada Mojok, Minggu (30/11/2025).
Siddiq sendiri terakhir pulang ke kampung halamannya pada Agustus 2025. Kini, ia hanya bisa memantau kondisi bencana dari media sosial, sementara teman-temannya yang lain beruntung sudah bisa menghubungi keluarga mereka.
Namun jujur saja, membaca berita di media sosial membuatnya makin khawatir. Apalagi, desa tempat tinggal keluarganya (Kabupaten Bener Meriah) tidak masuk data bencana di pusat, padahal kerusakannya cukup berat. Selain, Kabupaten Bener Meriah, beberapa desa di Aceh Tengah dan Gayo Lues juga tidak masuk data tersebut.
“Dari informasi di media sosial yang saya himpun serta informasi dari teman-teman saya, di sana sudah kehabisan beras dan BBM, bantuan juga sudah 5 hari tidak masuk,” kata Siddiq.
Sibolga bak kota mati
Selain Aceh, bencana banjir dan longsor juga menerjang Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Tak seperti Siddiq, Gilbert Simanjuntak beruntung masih bisa mendapatkan informasi dari sahabatnya di Sibolga, Sumatera Utara.
Anggota DPRD DKI Jakarta itu mengaku, sahabatnya, Puasa Sihombing masih selamat sembari menunggu bantuan dari pemerintah. Menurut cerita sahabatnya itu, Sibolga, Sumatera Utara sudah seperti kota mati. Mereka hidup tanpa lampu, air bersih, dan makanan.
“Saat ini lebih dari 150 orang menumpang charge HP di kantor PLN untuk menghubungi keluarga,” kata Gilbert melalui pesan WhatsApp, Minggu (30/11/2025) malam.
Anak kecil dan ibu hamil, kata Puasa Sihombing, hanya dapat makanan sedikit selama beberapa hari ini. Lebih dari itu, tenda darurat, air bersih, makanan, serta genset juga belum banyak tersalurkan.
Gilbert mengklaim belum ada koordinasi dari petugas lapangan karena walikota tidak berada di tempat selama beberapa hari. Bahkan tanah longsor di tengah kota pun belum tersentuh.
“Pemerintah pusat kurang tanggap, jangan berharap dengan pemerintah daerah,” kata Gilbert.
“Unsur kemanusiaan seharusnya lebih besar dari ego pribadi. Bantuan bisa diturunkan dengan helikopter untuk sementara,” lanjutnya.
Bantuan yang terlambat
Sementara itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Suharyanto berujar hingga Sabtu (29/11/2025) sore, jalur transportasi darat masih banyak yang tertutup. Seperti jalan akses nasional dari Sumatera Utara yang tersambung dengan Aceh Tamiang.
“Untuk wilayah Aceh Tengah juga belum bisa diakses via darat, dikarenakan jalan nasional Bireuen-Takengon ini putus total dan Jembatan Teupin Mane di Bireuen putus,” ujar Suharyanto dalam konferensi pers, Sabtu (29/11/2025).
Sulitnya akses jalan di Aceh memengaruhi proses bantuan logistik ke warga jadi ikut terhambat. Tak pelak, kejadian penjarahan terjadi di beberapa titik. Dari video viral yang beredar di media sosial, warga korban banjir dan longsor masuk ke Gudang Bulog Sarudik, Sumatera Utara untuk membawa karung-karung beras dan minyak goreng.
Tak hanya Gudang Bulog Sarudik Sibolga, penjarahan juga terjadi di Tapanuli Tengah. Masyarakat yang menjadi korban dan longsor di Tapteng menjarah sejumlah minimarket. Penjarahan terjadi lantaran logistik bantuan belum diterima oleh masyarakat yang menjadi korban bencana di Tapanuli Tengah.

Mendengar informasi tersebut, Siddiq tak tinggal diam. Ia berusaha membantu keluarga termasuk korban banjir dan longsor yang terjadi di pulau Sumatra dengan mengunggah sebuah story ajakan.
Ia berharap, tindakan kecilnya bisa membantu masyarakat yang terdampak sekaligus meringankan beban mereka. Lewat perbuatan baiknya, ia juga berdoa agar keluarganya diberi keselamatan.
“Kami sangat sedih melihat berita soal bantuan yang sangat lambat diberikan, semoga saya bisa menghubungi keluarga saya segera,” kata Siddiq.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Keindahan Semu di Kaki Gunung Semeru atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan












