Pementasan teater “Musuh Bebuyutan” yang Indonesia Kita bawakan di Taman Ismail Marzuki pada 1 dan 2 Desember 2023 mengalami intimidasi. Seniman Butet Kartaredjasa dan Agus Noor yang jadi sutradara dan penulis naskah menilai apa yang mereka alami mirip cara-cara yang Orde Baru lakukan.
Intimidasi yang Butet Kartaredjasa sebagai pendiri teater Indonesia Kita rasakan dalam bentuk permintaan dari aparat kepolisian untuk menandatangani pernyataan. Surat itu berisi aga “Musuh Bebuyutan” tidak akan membahas unsur politik, melakukan kampanye pemilu, menyebarkan bahan kampanye pemilu, dan menggunakan atribut partai politik atau atribut capres-cawapres.
Dari empat pernyataan itu, Butet merasa keberatan untuk tidak membahas unsur politik. Agus Noor, sutradara dan penulis naskah yang lakonnya dimainkan Butet juga menilai bahwa cara yang digunakan adalah seperti yang mereka alami di masa Orde Baru
Cara Butet Kartaredjasa dan Agus Noor kelabui cara Orde Baru
Agus Noor menyatakan, tekanan di masa Orde Baru memang terasa, misalnya ketika akan bikin pertunjukan, ia harus membuat serangkaian surat pernyataan, untuk dapat izin pentas itu yang melewati 13 meja (perizinan). Di dalamnya misalnya tidak boleh ngomong unsur politik dan segala macem.
“Banyak trik yang kami lakukan dulu ya. Naskah yang disodorkan ke polisi berbeda dengan yang dimainkan. Kami curiga opo polisi yo moco,” kata kata Agus Noor dalam program Blakasuta bersama Butet Kartaredjasa dan Kepala Suku Mojoj, Puthut EA yang tayang di YouTube Mojok.co, Sabtu (16/12/2023).
Menurut Agus Noor, ketika polisi bertanya mengapa yang ditampilkan berbeda dengan yang ada di naskah, ia tinggal beralasan kalau itu adalah hasil improvisasi dari pemain. “Itu urusan pemain, bukan sutradara,” kata Agus Noor tertawa terbahak.
Butet Kartaredjasa kemudian menyambung, dulu di era Orde Baru dia adalah orang yang kebagian mengurus izin. Ia kemudian sengaja membuat naskah yang berbeda antara yang ditampilkan dengan yang diserahkan aparat keamanan karena saat pertunjukkan, semua lampu padam kecuali yang ada di atas panggung. Sehingga ia yakin, aparat yang menonton tidak mungkin melihat naskah yang ia berikan.
“Ngakalinya dulu begitu,” sambung Butet Kartaredjasa.
Di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Indonesia Kita menampilkan pentas Nyonya-nyonya Istana. Bentuk tekan yang dialami berbeda. Pementasan saat itu menceritakan kehidupan para ibu-ibu di istana. Pertunjukan itu kemudian sampai atau terdengar di istana (kepresidenan) beneran.
“Nah, kayaknya pihak istana kemudian menelepon pihak-pihak tertentu yang mendukung pertunjukkan kami. Itu membuat mereka ketakutan. (pesannya) jangan lagi mensponsori pentas Mas Butet dan kawan-kawan itu,” kata Agus Noor.
Cara rezim sekarang mirip Orde Baru
Menurutnya, saat itu yang kena tekan adalah pihak pendukung dan sponsor. Saat-saat itu, Indonesia Kita kesulitan untuk mencari sponsor. Lebih dari setahun situasi itu mereka hadapi.
Menurut Agus Noor, tekanan yang ia hadapi di era SBY itu berbeda dengan yang mereka hadapi saat mementaskan Musuh Bebuyutan, awal Desember 2023. Ia merasa tekanan yang ada sekarang mirip yang ia hadapi di era Orde Baru
“Tiba-tiba saya yang mengalami suasana Orde Baru soal perizinan dan segala macam, harus membuat surat pernyataan. Karena sebagai catatan, Indonesia Kita sudah hadir dengan 41 pertunjukan, sudah melewati 3 kali pemilu. Tidak pernah mengalami situasi harus membuat surat pernyataan,” kata Agus Noor. Situasi seperti itu justru mengingatkan mereka pada masa era Orde Baru.
Simak wawancara lengkap Kepala Suku Mojok Puthut EA dengan Agus Noor dan Butet Kertaradjasa di YouTube Mojok.co.
Penulis: Agung Purwandono
Editor: Hammam Izzuddin
BACA JUGA Butet Kartaredjasa dan Spirit Bangkit di Usia Wingit
Cek berita dan artikel lainnya di Google News