MOJOK.CO – Prestasi Presiden Jokowi selama dua periode ini luar biasa. Blio ini adalah abang jago yang sesungguhnya. Ampun, Bang Jago, ampun.
Sebagai pengamat politik kelas Instagram, saya menilai bahwa Jokowi itu manusia politik paripurna. Nggak ada cacat. Perjalanannya dalam perhelatan politik beda dengan para presiden sebelumnya.
Bung Karno misalnya, nggak pernah jadi wali kota atau gubernur, eh langsung jadi presiden. Pak Harto, Habibie, Gus Dur, Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun demikian. Mereka nggak ada satu pun yang pernah ngerasain jadi kepala daerah dulu.
Itu mah nggak seru, yang seru itu kayak Jokowi. Start-nya dari Karanganyar, finish-nya di Istana Negara.
Sebelum menetap dua periode di Istana Negara, Jokowi sempat “mampir” di Jakarta. Pada Pilkada DKI-Jakarta 2012, pemain politik lama seperti Fauzi Bowo yang memiliki modal politik sebagai calon petahana sekaligus orang Betawi asli harus takluk dari Jokowi. Ini ajaib bukan?
Belum selesai Jokowi menghabiskan masa jabatan sebagai orang nomor satu di Jakarta, blio langsung masuk bursa orang-orang yang memiliki popularitas tinggi untuk dicalonkan sebagai presiden.
Hebatnya lagi, ketika sudah menjadi sorang calon presiden, lawan Jokowi saat itu adalah Pak Prabowo Subianto yang sebelumnya sudah mendukung penuh Jokowi pada Pilkada Jakarta.
Pada fase pemilihan, Jokowi berhasil memikat hati rakyat dengan mendapatkan dukungan suara lebih dari lima puluh persen. Perolehan suara tersebut menghantarkan Jokowi membuka gerbang Istana Negara sebagai bang jago nomor satu di Indonesia.
Padahal pada sistem multi-partai seperti yang diterapkan di Indonesia, kuantitas dukungan partai kepada seorang calon ikut menentukan perolehan suara yang akan dicapai pada saat pemilihan, namun logika itu tidak berlaku bagi seorang Jokowi.
Bermodalkan dukungan partai lebih sedikit dibanding Prabowo, Jokowi telah menunjukkan bahwa tidak selamanya kuantitas partai pendukung berbanding lurus dengan dukungan suara yang diperoleh.
Bukan hanya soal partai pendukung tapi dari aspek aktornya juga. Coba bandingkan antara kedua aktor utama ini, antara Jokowi dan Prabowo.
Prabowo itu ketua umum partai politik, pengusaha kaya-raya, beliau juga mantan militer andalan dari sang maestro, Soeharto. Tapi kok bisa dikalahkan sama wong ndeso yang bukan siapa-siapa?
Ketua partai bukan, pengusaha kelas satu juga bukan, dan nggak mungkin kan potongan seorang mantan militer kayak si Pakde? Kalau potongan bang jago sih mungkin. Masih ada potensi pada waktu itu.
Setelah jadi presiden, tentu legitimasi Jokowi tidak begitu kuat secara politik karena kekuatan Jokowi di lembaga legislatif lemah.
Partai-partai pendukung Prabowo yang menguasai suara mayoritas di parlemen. Bagi Jokowi itu bukan masalah besar. Belum genap satu tahun masa jabatan, Jokowi sudah berhasil memporak-porandakan pertahanan koalisi merah-putih.
Satu per satu partai pengusung Prabowo berhasil dicopot ke dalam barisan pemerintah. Oktober 2014, PPP dijebol oleh Jokowi, disusul PAN pada September 2015, kemudian Golkar pada Januari 2016.
Anda mau bilang kalau kalau itu mah biasa, dalam politik kan yang abadi kepentingan bukan koalisi. Sabar dulu, Bos, yang ini betul-betul beda.
Perhatikan baik-baik ya!
Dalam lingkaran koalisi merah-putih yang berhasil diporak-porandakan Pakde itu, terdapat deretan politisi-politisi senior dan sejumlah pengusaha yang maha-kaya seperti Prabowo, Sandiaga Uno, Amien Rais, Hatta Rajasa, Zulkifli Hasan, Abu Rizal Bakrie, dan lain-lain.
Nah, dengan besarnya budaya politik transaksional di Indonesia, modal jejaring politik di level elite dan modal ekonomi yang besar seharusnya koalisi merah-putih mampu mengendalikan pemerintahan.
Akan tetapi kenyataan justru berbeda, Jokowi berhasil menghancurkan kekuatan dari kumpulan politisi senior sekaligus para pengusaha kaya-raya itu.
Kedudukan Jokowi sebagai manusia politik paripurna semakin kokoh setelah blio dilantik menjadi presiden pada periode kedua. Buktinya bisa Anda lihat dari dua produk UU penting yang dikeluarkan dalam tahun pertama masa jabatannya yaitu UU KPK dan Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Dua produk UU ini mendapat penolakan dari masyarakat pada fase awal pembahasan. Tapi toh, DPR dan Pemerintah tetap membahas dan menetapkannya sebagai UU. Bener-bener bang jago bener Presiden Jokowi ini.
Jokowi bahkan terlihat sangat bang jago sekali ketika merespons gelombang penolakan terhadap disahkannya UU Omnibus Law. Blio tinggal melakukan jumpa pers dan mengatakan bahwa bagi yang merasa keberatan dipersilahkan mengajukan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi.
Untuk urusan mahasiswa yang masih terus-terusan demo, Jokowi tinggal perintahkan rektor untuk menjegal melalui tangan Kemendikbud.
Sedangkan untuk merespons pendapat para ahli serta pernyataan resmi dari Nahdhatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah yang mengatakan bahwa UU Omnibus Law bisa menyengsarakan rakyat, Jokowi cukup memerintahkan Kemkominfo untuk mengatakan bahwa itu hoaks.
Kalau pemerintah sudah bilang itu hoaks ya hoaks, jangan dibantah lagi. Begitu sabda Menkominfo.
Jokowi juga telah membawa kita sebagai bangsa yang tidak takut akan virus corona. Hal itu bisa dilihat dari kebijakan pemerintah yang tetap menggelar pilkada serentak pada tahun ini.
Kalau saudara-saudara tahu, keberanian Jokowi ini seakan-akan telah mempecundangi Pemerintah Hong Kong. Di Hong Kong saja pemilunya ditunda, padahal sejak awal Maret 2020 tidak ada satu pun kasus baru virus corona.
Sementara di Indonesia, sampai dengan bulan Oktober kasus corona belum menunjukkan penurunan yang signifikan tapi pilkada akan tetap dilaksanakan. Hebat kan? Nah, kurang apalagi untuk mengatakan bahwa Jokowi itu manusia politik paripurna?
Karier politik yang bagus, berhasil menjebol lingkaran politisi senior, memporak-porandakan persatuan pengusaha kaya raya, sukses nggak dengerin demo mahasiswa, mampu cuekin organisasi selevel NU dan Muhammadiyah, bahkan sampai berani meremehkan virus mematikan seperti corona.
Sampai di sini kamu sudah percaya belum kalau Jokowi itu manusia politik paripurna?
Dalam waktu dekat status Jokowi sebagai manusia politik paripurna akan bertambah menjadi manusia politik paripurna yang sempurna kalau Gibran benaran kepilih menjadi Wali Kota Solo.
Jadi ketika sang bapak sebagai presiden, anaknya sebagai wali kota. Hebat kan?
Ini adalah sebuah prestasi yang belum pernah terjadi sepanjang sejarah bangsa Indonesia. Bahkan boleh jadi, prestasi Jokowi ini akan masuk rekor muri karena pemimpin sekelas Adolf Hitler dan Soeharto yang terkenal “bertangan besi” aja belum sempet kepikiran begitu.
Dan karena saya adalah pengamat politik kelas Instagram, prestasi ini bukan hanya menjadikan Jokowi sebagai bang jago, tapi jago di atas jago. Bang Jago paling ultimate sejagat raya. Ampun, Bang Jago Jokowiii, ampuuun.
Itulah alasan yang membuat saya memutuskan dan menetapkan bahwa atas nama pengguna Instagram saya bercita-cita menjadi kayak Jokowi. Semata-mata demi menyelamatkan masa depan dinasti keluarga saya di Indonesia.
BACA JUGA Komentar Johnny G. Plate di Mata Najwa Adalah Bukti Bahwa Dirinya Bang Jago Sejati.