MOJOK.CO – Gubernur DIY, Sri Sultan HB X menyampaikan Sapa Aruh di Monumen Jogja Kembali (monjali) Yogyakarta, Sabtu (28/10/2023). Secara khusus ia berpesan agar lurah sebaiknya tidak ikut kampanye dalam Pemilu 2024.
Hal itu Sultan HB X sampaikan di hadapan 7 ribu lurah dan pamong dari lima kabupaten/kota di Yogyakarta. Sultan juga menyampaikan Aparatur Sipil Negara (ASN) harus bersikap netral dalam menghadapi Pemilu 2024 mendatang.Â
“[Lurah] menjadi kekuatan moral, turut meredam konflik emosional, mengajak masyarakat serta memberdayakan Jagawarga untuk menjaga pesta demokrasi dengan mengedepankan nurani, nalar, dan akal sehat.Â
Semua hanya bisa terlaksana, apabila lurah dan pamong mengedepankan sikap netral, mengedepankan kondusifitas dan kohesi sosial,” ungkapnya.
Lurah tak perlu ikut kampanye
Menurut Sultan, butuh netralitas agar penyelenggaran pesta demokrasi tersebut bisa berjalan kondusif. Karenanya Selain ASN, para lurah dan pamong juga diharapkan bersikap netral. Meski sebagian di antara mereka memiliki hak suara, mereka bisa menggunakan haknya tanpa harus berpihak saat pemilu melalui kampanye. Hal itu penting agar tidak terjadi perpecahan di masyarakat saat pemilu.
“Nanti ndak warga masyarakat kelurahan terpecah sendiri kalau ada keberpihakan. Perkara dirinya punya hak untuk menentukan pilihan, ya silahkan saja, ra usah melu (tidak usah ikut-red) kampanye. Itu harapan kita bersama agar tidak terjadi polarisasi di masyarakat. Nanti kalau [polarisasi itu terjadi, nanti yang repot kan pak lurah sendiri,” tandasnya.
Terkait sanksi bagi yang melanggar netralitas, menurut Sultan, Pemda DIY menyerahkan pada aturan yang berlaku. KPU dan Bawaslu yang nantinya bertugas untuk menilai hal itu.
“Sanksi kalau melanggar? Nanti kita lihat aturan, kan gitu. Tidak sekedar salah atau tidak yang menentukan saya. Nanti aturan KPU yang perlu menjadi pertimbangan,” paparnya.
Jangan sampai terpolarisasi
Sultan menyampaikan, dalam penyelenggaraan Pemilu mendatang, polarisasi politik sebaiknya tidak terjadi. Sebab seiring berkembangnya teknologi, media sosial (medsos) pun kerap menjadi kubangan pergunjingan sosial.Â
Kemampuan medsos menjadi alat yang ampuh, sebagai senjata dalam pertarungan politik khawatirnya akan mempertajam polarisasi masyarakat.Â
“Dalam polarisasi, proses komunikasi semacam itu, tidak punya niat pada keinginan untuk berunding, malah cenderung menjadi etalase ego pribadi, dimana seorang amatir pun dapat bertingkah layaknya politisi atau ahli,” ungkapnya.
Potensi hoax jelang pemilu
Sultan menambahkan, sudah bukan rahasia, berita di media sosial kerap menjadi alat konfirmasi keyakinan bagi masing-masing kubu, yang terlanjur berlumur kebenaran versinya sendiri. Di era post-truth inilah, fakta bersaing dengan hoax dan kebohongan untuk dipercaya.Â
Oleh karenanya, Sultan meminta semua pihak mewaspadai potensi bahaya dari polarisasi. Perlu ada pemahaman bersama beda pandangan politik sah-sah saja.
“Kedewasaan berpikir juga mutlak diperlukan. Sebab ada kekhawatiran soal ke-Indonesiaan kita, seiring lunturnya persaudaraan, dan luruhnya Indonesia sebagai rumah bersama, hanya karena kontestasi politik semata,” ungkapnya.
Sultan menambahkan, Pemilu Serentak 2024, tidak semata-mata untuk mengisi Jabatan Presiden dan Wakil Presiden. Ataupun mengisi kursi-kursi DPR dan DPRD.
Pemilu juga menjadi proses pembelajaran politik untuk mendewasakan berdemokrasi. Selain itu menjadi titik tolak awal estafet kepemimpinan menuju Indonesia yang sejahtera, berkeadilan dan bermartabat.Â
“Patutlah kita berkaca pada sejarah perjalanan bangsa, serta kembali mengingat betapa besar peran Yogyakarta, dalam merajut peradaban demokrasi Indonesia,” imbuhnya.
Reporter: Yvesta Ayu
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Sejarah Hansip: Tukang Gebuk PKI yang Sudah Dihapus, tapi Selalu Wara-Wiri Saat Pemilu
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News