MOJOK.CO – Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir mengajak segenap masyarakat untuk melihat 2024 bukan hanya sebagai tahun politik, namun juga sebagai proses transformasi kebangsaan. Ia ingin agar proses demoktratisasi yang sudah terbangun sejak reformasi tidak meninggalkan visi bangsa yang dicita-citakan sejak awal.
Lembaga-lembaga negara dan mereka yang hendak berkontestasi dalam pemilu mendatang, menurut Haedar, perlu membuka lagi lembaran konstitusi dan sejarah bangsa. Hal itu dilakukan agar mereka memahami betul bahwa selain demokratisasi, berbagai hal yang dilakukan perlu sejalan dengan cita-cita awal bangsa.
“Ada tiga hal yang ingin Muhammadiyah kenalkan yakni visi karakter bangsa, Indonesia berkemajuan, dan negara Pancasila darul ahdi wa syahadah. Agar jadi perspektif para calon yang hendak berkontestasi,” tegas Haedar pada konferensi pers jelang Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, Rabu (16/11).
Menurutnya, Muhammadiyah terbuka bagi para kontestan pemilu yang hendak bertemu. Namun mereka perlu memahami tiga aspek tadi agar tidak terjadi hal yang Haedar sebut sebagai “dislokasi politik”.
“Jangan sampai mereka yang ingin meraih kekuasaan tapi lupa akan filosofi bangsa. Jadi ini penting karena dengan cara itu kita dapat mengamalkan sila keempat Pancasila,” terangnya.
Haedar menerangkan sila keempat tersebut bisa diimplementasikan dengan menyikapi kemenangan maupun kekalahan dalam pemilu secara arif dan bijaksana. Segala hal dilakukan melalui musyawarah dan setelah terpilih tidak hanya bagi-bagi jabatan.
Pada kesempatan yang sama, Haedar juga menjelaskan beberapa hal yang menjadi fokus materi Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Solo mendatang. Hal tersebut di antaranya program Muhammadiyah lima tahun ke depan, gerak komunitas ke akar rumput, risalah islam berkemajuan.
Terkait risalah Islam berkemajuan, ia menilai selama ini umat beragama mengalami ketertinggalakan secara sosial dan ekonomi. Salah satunya terkait aspek keadaban publik yang menurutnya rendah di Indonesia.
“jadi agama itu perlu dihadirkan untuk membawa kemajuan bangsa. Bukan hanya kecerdasan iptek tapi juga keadaban,” paparnya.
Menurutnya, jika potensi agama dikembangkan secara baik, maka isu politik identitas dan radikalisme tidak perlu menjadi kekhawatiran lagi. Sebab ruang publik diisi orang-orang dengan pemahaman agama yang mumpuni. Islam berkemajuan, menurut Haedar, ingin mendorong masyarakat memiliki standar peradaban yang salah satunya ditempuh lewat pendidikan.
“Jadi kunci kemajuan bangsa di pendidikan. Muhammadiyah ingin memberi sumbangan agar pendidikan kita harus melakukan langkah, tidak melulu soal link and match dengan dunia kerja. Akan tetapi upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan nilai. Jepang kuat tradisi tapi bisa hidup modern, itu terjadi ada value,” ucapnya.
Reporter: Hammam Izzudin
Editor: Purnawan Setyo Adi