MOJOK.CO – UU Pemilu mengatur secara spesifik teknis cuti dan jadwal cuti bagi presiden dan wakil presiden yang hendak berkampanye bagi salah satu kandidat. Seperti apa aturannya?
Belakangan, sikap Jokowi yang mengaku akan cawe-cawe dalam Pilpres mendatang mendapat berbagai reaksi. Ada yang menolak, tapi tak sedikit juga yang mewajarinya.
Dosen komunikasi politik UGM Nyarwi Ahmad, misalnya, yang menyebut pernyataan Jokowi dapat menimbulkan kontroversi. Hal ini mengingat posisi Jokowi yang tidak hanya berperan sebagai kepala negara saja, tetapi juga sebagai kepala pemerintahan sekaligus kader PDIP yang sukses memenangkan dua kali Pilpres.
“Sebagai individu yang sedang menjabat presiden dan juga sebagai politisi dari partai tertentu yang juga sudah mendeklarasikan sosok presiden, pernyataan Jokowi terkait dengan transisi kepemimpinan nasional tersebut dapat memicu spekulasi banyak kalangan,” ujar Nyarwi.
Hal tersebut berbeda dengan pernyataan Ketua DPP PDIP Eriko Sotarduga. Ia malah menilai sudah seharusnya seorang presiden itu cawe-cawe. Kata dia, hal ini untuk memastikan pemimpin bangsa di masa depan merupakan kehendak rakyat.
Lantas, boleh nggak sih presiden itu cawe-cawe? Atau, dalam konteks memberi dukungan kepada salah satu kandidat capres, seperti apa dasar hukumnya?
Ikut kampanye capres = harus cuti
Menurut UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu), presiden dan wakil presiden boleh memberi dukungan pada kandidat capres-cawapres pemilu. Bahkan, mereka juga boleh untuk ikut serta dalam kampanye.
Namun, dalam Pasal 281 ayat (1) undang-undang tersebut juga menegaskan bahwa jika presiden dan wakil presiden ikut kampanye, mereka wajib menjalani cuti di luar tanggungan negara.
“Menjalani cuti di luar tanggungan negara,” bunyi pasal 281 ayat (1) huruf b.
Dengan demikian, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin harus menjalani cuti di luar tanggungan negara apabila ikut serta dalam kampanye capres-cawapres yang mereka dukung di Pilpres 2024 mendatang.
Jadwal kampanye Pilpres 2024 sendiri akan mulai berjalan pada 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024.
Seperti apa teknis cutinya?
UU Pemilu juga mengatur secara spesifik teknis cuti dan jadwal cuti bagi presiden dan wakil presiden yang hendak berkampanye bagi salah satu kandidat.
Baik presiden maupun wakil presiden, saat memutuskan cuti harus memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
“Ketentuan lebih lanjut mengenai keikutsertaan pejabat negara sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan KPU,” bunyi pasal 281 ayat (3).
Selain harus mengambil cuti, presiden dan wakil presiden juga tak boleh menggunakan fasilitas dalam jabatannya. Persyaratan serupa juga berlaku untuk para menteri dan para kepala daerah tingkat provinsi hingga kabupaten/kota bila ingin terlibat dalam mengkampanyekan kandidat peserta pemilu.
“Tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan,” bunyi pasal 281 ayat (1) huruf a.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Purnawan Setyo Adi